Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berakting di depan kamera atau panggung teater bukan hal baru bagi Happy Salma, 29 tahun. Tapi memainkan monolog sembari menari ronggeng di salah satu bar di jantung kota Amsterdam, Belanda, dalam suasana musim dingin benar-benar pengalaman menakjubkan baginya. "Luar biasa keren," ucapnya.
Happy membawakan monolog Ronggeng Dukuh Paruk di Negeri Kincir Angin itu, awal Desember lalu. Monolog 40 menit tersebut diambil dari salah satu bagian dari novel Ahmad Tohari. Happy menyuguhkannya dalam bahasa Indonesia dengan dialek Banyumasan. Puluhan penonton bisa membaca terjemahannya dalam katalog dan buku tentang ronggeng yang dibagikan.
Yang unik, suasana bar disulap menjadi amat magis dengan kehadiran dupa beraroma kemenyan dan alunan musik tradisional Jawa. Kontras dengan suasana di sekitarnya yang riuh dengan musik mengentak. "Para tamu yang berasal dari berbagai negara banyak yang kebingungan dengan baunya," katanya terkekeh.
Selain itu, Happy, yang tengah bersiap meluncurkan novel terbarunya berjudul Hanya Salju dan Pisau Batu, juga tampil di Kota Bern, Swiss. "Mereka meminta saya memperkenalkan salah satu kebudayaan Indonesia," kata Happy, yang mengaku terpesona oleh cerita Srintil, penari ronggeng dalam novel itu, yang tak jauh berbeda dengan nasib banyak perempuan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo