S ETELAH hampir dua tahun menganggur, bekas Gubernur Timor Timur Abilio Soares, 54 tahun, akhirnya bisa berkantor lagi. Kali ini, ia akan bekerja di Sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Setelah Timor Leste merdeka, ia memang tak punya kegiatan apa-apa. "Selama itu pula saya tidak terima gaji, jadi seperti pengungsi lain," katanya sambil terbahak.
Namun, Abilio tergolong pengungsi yang istimewa. Di Kupang, Nusatenggara Timur, tempat tinggalnya sekarang, ia memiliki percetakan yang dipakai koran Radar Timor, yang dikelola kemenakannya. Rezekinya tak putus di situ. Namanya bakal tercantum sebagai pemilik saham di PT Aquamor Timorindo, perusahaan air mineral yang akan mengekspor produknya ke Timor Leste. "Saya belum tahu mau dikasih berapa persen, karena pabriknya belum berproduksi," ujarnya tanpa malu-malu. Asal tahu saja, harga air mineral di Timor Leste mencapai Rp 120 ribu per galonnya.
Di tengah kesibukannya itu, ia tengah menyusun sejarah Timor bersama 27 orang lain, termasuk seorang profesor dari Universitas Nasional Australia. Menurut dia, timnya ini akan meluruskan sejarah Bumi Loro Sa'e, termasuk kecurangan Unamet saat pelaksanaan jajak pendapat. Adakah buku itu akan membahas hartanya yang tertinggal di sana? "Itu sudah menjadi harta orang lain. Kita tidak bisa memperjuangkannya lagi," katanya, kali ini dengan suara melemah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini