Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PIANIS Ananda Sukarlan kerap geregetan terhadap kritik. Apalagi yang dilontarkan oleh orang yang berlagak paham tentang musik klasik, dunia yang ditekuninya. "Kalau orang enggak paham, kita jelaskan jadi paham. Tapi, kalau orang sok tahu, itu susah," ujar Ananda, 49 tahun, di Gedung Tempo, Kamis dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ananda berkisah, suatu ketika, setelah kelar konser, ia dihampiri seorang penonton yang mengaku pernah sekalimenonton konser musik klasik di luar negeri. Ia mengomentari musik Ananda karena musik yang didengarnya itu berbeda. "Dia bilang, semestinya musik klasik itu begini, begini. Well, itu kan dia nonton konser di mana dan baru satu konser, yang belum tentu bisa diterima juga oleh masyarakat Indonesia," ucap pianis yang namanya tercatat dalam buku 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lain waktu, saat memainkan karya Ludwig van Beethoven, Ananda juga dikritik oleh salah seorang penonton gara-gara musik yang ia mainkan berbeda dengan Beethoven yang sering didengarnya. Ananda mesti menjelaskan bahwa permainan setiap musikus tak sama. "Karya musik, kalau dimainkannya sama, ya, putar saja tape recorder atau compact disc. Pianis itu memainkan suatu karya dengan pandangan berbeda," kata salah seorang pendiri Yayasan Musik Sastra Indonesia ini.
Ananda pun belajar penceritaan (storytelling) agar dapat menjelaskan karyanya dengan sederhana. Kamis dua pekan lalu, ia mengikuti diskusi tentang penceritaan produk kreatif yang diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif dan Tempo Institute. "Intinya, kalau kita enggak bisa menjelaskan apa pun kepada anak umur lima tahun, itu berarti kita enggak mengerti produk tersebut."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo