Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peluh bercucuran di wajah Atifa Fismawati. Pesilat asal Tegal, Jawa Tengah, itu kejar-kejaran poin dengan lawan tandingnya, Siti Khazwana, wakil tuan rumah, dalam kejuaraan World Pencak Silat Championship 2022 di Malaysia. Dalam kompetisi di Melaka pada 25-31 Juli lalu itu, Atifa tampil di partai final kelas D 65 kilogram putri.
Awalnya, Atifa berhasil mengamankan babak pertama. Pada dua babak selanjutnya, ia dan pesilat Malaysia masih salip-salipan poin. Tapi situasi makin menegangkan menjelang 30 detik terakhir. Atifa sudah unggul meski selisih poinnya tipis. Pada 12 detik terakhir, Atifa berhasil menjatuhkan lawannya. “Dan poin telak saya pertahankan hingga pertandingan selesai. Alhamdulillah akhirnya menang juara pertama,” kata Atifa kepada Tempo, Senin, 8 Agustus lalu.
Prestasi itu mengantarkan Atifa memperoleh medali emas pertamanya di kejuaraan dunia. Ia bersama pesilat-pesilat yang mewakili Tanah Air membawa Indonesia menyabet gelar juara umum dalam event tersebut, dengan mengumpulkan 11 medali emas, 9 medali perak, dan 8 perunggu.
Atifa Fismawati (kiri) berlaga dalam Kejuaraan Pencak Silat Dunia ke-19 di Malaysia, Juli 2022. Dok. Atifa Fismawati
Gadis berusia 19 tahun itu sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri. Dari berlatih mental, fisik, taktik strategi, hingga teknik. Selama 1,5 bulan mengikuti pembinaan di pemusatan latihan nasional (pelatnas), Atifa rutin latihan pagi hingga sore, kecuali Rabu dan Sabtu sore untuk beristirahat. Jatah liburnya hanya pada Minggu. Namun Atifa biasanya tetap latihan individual pada siang hari untuk mengasah kekurangannya.
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO) Universitas Negeri Semarang ini menyukai pencak silat sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ia melihat olahraga bela diri tersebut sangat asyik, menantang, dan menarik untuk dicoba. Atifa baru serius berlatih ketika masuk sekolah menengah pertama pada 2014. Usianya sekitar 11 tahun ketika ia mendaftar kegiatan ekstrakurikuler pencak silat di SMP Negeri 19 Tegal. “Perjumpaan pertama latihan silat itu rasanya, wah keren, ya, kalau ikut silat. Mantap dan ngeri,” ujarnya.
Semakin mengenal silat, ia makin giat berlatih dan akhirnya berambisi untuk terus menjadi juara. Dua tahun sejak mengasah keahliannya, Atifah menjadi juara pertama Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) tingkat Kota Tegal. Pada tahun yang sama, ada banyak turnamen yang ia menangi. Sebut saja Jakarta Pencak Silat Championship V, Popda Keresidenan Pekalongan, Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Kota Tegal, O2SN Karesidenan Pekalongan, Popda Jawa Tengah, dan Kejuaraan Provinsi Salatiga.
Atifa Fismawati menunjukan medali dan piagam Kejuaraan Nasional. Dok. Atifa Fismawati
Pada 2017, Atifa menjadi juara kedua Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Antar-Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) NTB. Setahun berikutnya, ia menjadi juara pertama Kejurnas Antar-PPLP Makassar dan Popwil III Surakarta. Anak kedua dari tiga bersaudara ini meraih gelar juara pertama dalam Kejurnas Antar-PPLP Aceh 2019, Popnas Jakarta XV 2019, dan Dulongmas Banjarnegara pada 2021.
Untuk meraih banyak prestasi, tentunya butuh perjuangan dan pengorbanan. Selain berlatih rutin, Atifah harus mengorbankan harapannya untuk menjadi polisi. Pada 2020, alumnus SMAN 11 Semarang ini pernah mengikuti seleksi bintara polwan. Ketika peluang lolos sudah di depan mata, Atifa mendapat panggilan dari pelatnas untuk tampil di SEA Games dan kejuaraan dunia.
Meski sempat bimbang, Atifa memutuskan memilih pelatnas. Sayangnya, perjalanannya tampil di turnamen internasional tak berjalan mulus. Ia gagal di SEA Games karena tidak tersedia kompetisi di kelasnya. Akhirnya, ia mengikuti lagi seleksi untuk tim kejuaraan dunia yang diselenggarakan di Malaysia pada tahun ini. “Alhamdulillah masuk tim hingga menjadi juara pertama.”
Atifa tak berpuas diri. Ia menargetkan bisa lolos seleksi nasional untuk mewakili Indonesia dalam laga SEA Games 2023 di Kamboja. Ia juga berencana mengikuti lagi kejuaraan dunia tahun depan dan berambisi meraih gelar juara. Menurut dia, dengan berdoa, berusaha, dan bekerja keras, tidak ada yang tidak mungkin.
FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo