Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Berkat Tangan Dingin Tonny

Ditinggal Nomo yang memilih berbisnis, masuk Murry dan lahirlah Koes Plus. Menolak show karena merasa mencipta lagu saja bisa mendatangkan banyak duit.

10 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA 29 September 1965 tiba-tiba kami dibebaskan dari penjara. Berbagai macam perasaan menyeruak di hati kami, bingung bercampur bahagia karena bisa menik-mati udara bebas. Yang pasti, kami berempat bersyukur bisa kembali menik-mati suasana rumah setelah 100 hari terkungkung di balik jeruji besi.

Baru sehari menikmati kebebasan, mendadak kami dikejutkan berita RRI bahwa telah terjadi pergantian pemerintahan oleh Dewan Revolusi. Yang lebih mengejutkan, telah terjadi penculikan dan pembunuhan para jenderal. Pemerintah seperti porak-poranda, ketakutan di mana-mana. Gerakan 30 September (G-30-S) PKI, demikian peristiwa itu disebut.

Setiap mengingat peristiwa itu, kami masih sering bertanya-tanya mengenai pembebasan kami dari penjara yang hampir bersamaan waktunya dengan meletusnya peristiwa tersebut. Tak mau ambil pusing, kami pun membuang jauh-jauh pertanyaan itu. Yang penting kami bebas!

Ontran-ontran peristiwa politik itu ternyata sangat mempengaruhi kegiatan bermusik kami. Kegiatan show otomatis terhenti. Sekitar satu setengah tahun kami tidak ada kegiatan musik sama sekali, baik di Jakarta maupun di daerah. Kami hanya genjrang-genjreng dan bercanda di rumah.

Saya ingat betul pernah suatu hari entah saking stresnya entah karena ingin menghibur kami adik-adiknya, Mas Tonny berkelakar sambil berperan sebagai orang Belanda. ”Kamu orang Jawa goblok-goblok cuma kencrengan terus, ya?” kata Mas Tonny dengan logat Belandanya. Semua tertawa mendengar dan melihat aksi itu.

Mas Tonny memang dahsyat. Dia selalu bisa menempatkan diri dalam segala situasi. Misalnya ketika Mas Nomo marah-marah karena stres melihat sikap Mas Tonny selalu bercanda di dalam penjara. Mas Tonny dengan pembawaannya yang dewasa berhasil menenangkan Mas Nomo. Berlagak dengan muka memelas, Mas Tonny bilang, ”Iya, kita lagi dipenjara, kita sedang susah.” Mas Nomo seketika malah tertawa melihat wajah Mas Tonny.

Yang lebih dahsyat lagi, selama di bui Mas Tonny tak kehilangan kreativitas bermusiknya. Beberapa lagu tercipta selama kami di bui. Misalnya Balada Kamar Lima Belas, To the So Called the Guilties, Jadikan Aku Dombamu, dan Di Dalam Bui. Semua lagu itu mencerminkan kepasrahan kepada Tuhan pada masa-masa sulit di dalam penjara. Teringat lagi ucapan Mas John tatkala membesuk kami di bui, bahwa selalu ada hikmah di balik setiap musibah. Itulah yang kami rasakan.

Lagu-lagu ungkapan hati selama di dalam bui ternyata meledak di pasar melalui perusahaan rekaman Dimita Moulding Company dengan label Mesra. Dua album yang berisi 20 lagu ciptaan Mas Tonny, di antaranya Balada Kamar 15, Jadikan Aku Dombamu, Mengapa Hari Telah Gelap, Lonceng yang Kecil, Di Dalam Bui, To the So Called the Guilties, dan satu lagu ciptaan saya berjudul Rasa Hatiku, berhasil menembus pasar meski pengaruh musik The Beatles masih kentara di sana.

Undangan show pun mulai mampir pada Juni 1967. Bulan-bulan berikutnya permintaan show mengalir lebih deras lagi. Hingga kami berhasil mengumpulkan uang untuk membeli rumah yang lebih besar di Jalan Pawan 2 di Blok C, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

l l l

Pada 1969 selera musik di Indonesia berubah. The Beatles mulai ditinggalkan seiring dengan munculnya musik The Bee Gees, dengan lagu-lagunya yang manis dan menyentuh perasaan. Order manggung mulai sepi. Tak ada show, Mas Nomo mulai sibuk dengan bisnis makelar kendaraan bermotor untuk menghidupi keluarganya. Koes Bersaudara pun jarang berlatih.

Koes Bersaudara seperti mati suri, tak ada lagu, tak ada show. Mas Tonny minta Mas Nomo memilih musik atau bisnis. Dengan berat hati Mas Nomo meninggalkan posisinya sebagai penggebuk drum. Keluarnya Mas Nomo membuat Mas Tonny kelabakan dan berusaha mencari penggantinya.

Beberapa drummer, termasuk Fuad Hassan dari God Bless, mencoba mengisi kekosongan. Sampai akhirnya atas saran Tommy Darmo, muncul nama Kasmuri atau yang sekarang dikenal Murry sebagai satu-satunya kandidat penggebuk drum menggantikan Mas Nomo. Murry sebelumnya adalah penggebuk drum Band Patas binaan Kejaksaan Agung.

Maka 1969 pun menjadi tahun bersejarah. Nama Koes Bersaudara resmi diganti menjadi Koes Plus, seiring dengan masuknya Murry. Dia ternyata memberikan kejutan luar biasa. Pukulan drum Murry memberikan ciri khas baru bagi Koes Plus. Panggilan show pun semakin banyak, sehingga mendongkrak kondisi finansial kami.

Segera kami membuat rekaman album Koes Plus volume 1. Tapi hampir setahun album kami tak digubris sampai akhirnya pada 1972 kami tampil dalam acara Jambore Band yang diikuti oleh beberapa band terkenal. Lagu Manis dan Sayang yang kami bawakan ternyata mendapat sambutan luar biasa dari penonton. Mereka riuh mengelu-elukan kami. Sejak itu Koes Plus kembali mendapat tempat di hati masyarakat. Radio-radio amatir memutar lagu-lagu volume 1 Koes Plus.

Kami pun dikontrak oleh studio rekaman Dimita hingga 1973, yang menghasilkan album hingga volume 7, yang terkenal dengan lagu Mari-mari karya Bapak (Koeswoyo senior). Semua album itu meledak di pasaran. Tapi jangan salah, meski berhasil menelurkan tujuh volume, honor kami sangat kecil. Soalnya di masa itu belum banyak orang yang memiliki alat pemutar piringan hitam. Dari honor pertama saya hanya mendapatkan sepeda motor Honda 90 cc. Untuk Mas Tonny berbeda, dia mendapat Honda Twin 200 cc dengan knalpot dua.

Tahun 1970-an menjadi tahunnya Koes Plus. Hampir semua kota sudah kami singgahi. Dalam setiap konser, pasti penonton membeludak. Kejadian yang tidak terlupakan ketika show di Gelanggang Olahraga Bogor pada 1974. Gelanggang itu hancur lebur karena banyaknya penonton dan akibat ulah nakal penjual tiket gelap.

Peristiwa serupa terjadi di Istora Senayan. Jeruji besi dibobol penonton. Yang paling tragis sewaktu di Taman Ria Senayan, ada tiga penonton yang meninggal. Kami pun sempat dicekal agar vakum sementara dari kegiatan manggung. Dari show dan menabung hasil rekaman di Dimita, kami berhasil membeli Fiat 1100 untuk transportasi kami selama mengikuti pertunjukan.

Sukses kami di panggung ternyata membetot hati perusahaan rekaman Remaco. Mereka berani menarik Koes Plus dari Dimita dengan iming-iming yang lebih tinggi. Sewaktu rekaman album volume 8 kami sudah bergabung dengan Remaco, seiring dengan mulainya industri perkasetan. Volume 8 Koes Plus pun meledak hingga jutaan kopi kaset dengan lagu andalannya Kolam Susu dan Diana.

Tangan dingin Mas Tonny memang dahsyat! Setiap lagu yang digarapnya selalu meledak di pasaran. Tak mengherankan jika Remaco memberikan mobil Mercedes seri 200 untuk Mas Tonny. Album volume 9 pun terbit dengan lagu Layang-layang, Penyanyi Tua, dan Muda-mudi, yang merupakan ciptaan Bapak (Koeswoyo senior). Mas Tonny tergugah untuk menciptakan lagu-lagu yang merakyat. Lagi-lagi album itu meledak di pasar. Koes Plus dan Remaco kebanjiran rezeki.

Dulu ada pengalaman konyol juga. Setelah album Koes Plus meledak, kami sempat menolak tawaran show di berbagai daerah. Padahal saat itu honor Koes Plus Rp 1,5–3 juta sekali manggung. Waktu itu harga sebuah mobil Corolla baru cuma Rp 2,6 juta dan harga motor Honda 125 cc Rp 250 ribu. Namun, karena belum memiliki manajemen yang baik, kami tolak tawaran show.

Penolakan show juga muncul gara-gara Direktur Remaco memberikan iming-iming. Dia berjanji memberikan imbalan besar ke Koes Plus asal kami menciptakan lagu sebanyak-banyaknya. Waktu itu kami berpikir, iya juga. Lebih enak di studio aja, genjrengan, enggak ke mana-mana. Bikin lagu banyak, enggak capek muter-muter, toh dapat duit banyak juga.

Dorongan ingin memperbaiki taraf ekonomi keluarga membuat kami memforsir diri dalam menciptakan lagu baru. Setiap hari kami berkutat dengan lirik dan melodi. Dari kerja keras itu, Mas Tonny berhasil membeli rumah di Jalan Tomang Raya. Saya berhasil membeli mobil Fiat 125 dengan pelat nomor B-666-RR.

Kepiawaian Mas Tonny bermusik kembali terbukti ketika beragam jenis musik dan lagu tercipta dari tangannya. Lagu pop keroncong, pop Melayu, pop Jawa, irama kasidah, lagu Natal, folk song, pop anak, pop Barat, hingga instrumentalia. Ratusan lagu yang terbagi dalam puluhan album dapat diselesaikan dalam waktu hanya beberapa tahun. Dan semuanya meledak di pasar. Dahsyat! Siapa yang tak kenal lagu Bis Sekolah, Bunga di Tepi Jalan, Nusantara, Tul Jaenak, Mengapa, Penyanyi Tua, Muda-mudi, dan Kapan-kapan.

Dengan melodi dan lirik yang sederhana dalam setiap karyanya, Mas Tonny berhasil membius masyarakat Indonesia. Album Koes Plus laris manis bak kacang goreng. Banyak pengusaha berani mengijon ke Remaco untuk mendistribusikan kaset Koes Plus.

Mas Tonny rupanya tak ingin maju sendirian. Dia menantang saya dan Yok ikut menciptakan lagu. Bahkan ketika saya ingin menyanyikan lagu tunggal, Mas Tonny menantang saya agar menciptakan lagu sendiri. Lahirlah lagu Maria ciptaan Yok dan Bunga di Tepi Jalan karya saya.

Banyak yang bilang bahwa lagu-lagu Koes Plus meniru The Beatles, itu benar. Kami tak pernah bilang tidak. Justru dari semua lagu yang kami ciptakan pasti ada pengaruh musik Barat. Tapi tidak semuanya, karena di setiap lagu pasti ada unsur musik lokalnya. Musik Jawa, keroncong, dan Melayu selalu ada.

Selain dipengaruhi musik Barat, lirik dan melodi yang sederhana dan jujur menjadi ciri lagu Koes Plus. Saya juga tak tahu apa rahasia Mas Tonny sampai bisa menciptakan ratusan lagu dan tenar semua. Tapi keseharian Mas Tonny yang sederhana, jujur, dan natural itulah yang mengilhami kami dalam melanjutkan karyanya. Suatu karya yang fenomenal dan melekat di setiap zaman, meski tanpa hiasan piagam menempel di tembok dan piala tersusun rapi di lemari rumah kami.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus