Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Agar Bumi Tak Makin Panas

Para pesohor ini memiliki cara masing-masing untuk melindungi bumi. Cara mereka adalah bersepeda, memilah sampah, berkebun, hingga melalui musik.

30 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nugie menjalani gaya hidup ramah lingkungan dengan bersepeda ke tempat kerja.

  • Nadine Chandrawinata dan Dimas Anggara memilah sendiri sampah rumah tangganya.

  • Rara Sekar membuat album tentang relasinya dengan alam dan pentingnya tanah bagi petani.

DI mata Agustinus Gusti Nugroho atau Nugie, perubahan iklim bukan sebatas wacana. Musikus dan aktor ini telah bertahun-tahun menjalani gaya hidup ramah lingkungan untuk ikut andil mengatasi krisis iklim. Sejak 2008, ia terbiasa menggowes sepeda sebagai moda transportasi, memakai tas kain, membawa alat makan sendiri, hingga meminimalkan konsumsi listrik dan membuat biopori di rumahnya. "Saya juga memikirkan belanjaan yang akan menjadi limbah," ujar Nugie, 50 tahun, saat dihubungi Hafsah Chairunnisa dari Tempo, Kamis, 28 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua yang dia jalani itu awalnya terasa ribet. Tapi Nugie memperoleh manfaat dari gaya hidup tersebut. Bersepeda membuat tubuhnya lebih sehat dan bugar. Ia juga menghemat pengeluaran. Nugie mengajak keluarganya melakoni kegiatan yang disebutnya ramah alam itu. Ia mengenalkan konsep reuse kepada dua anaknya. Misalnya menggunakan wadah yang bisa dipakai berkali-kali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nugie juga bergabung dengan komunitas-komunitas yang mempromosikan gaya hidup peduli lingkungan, memperkenalkan daur ulang, hingga menerapkan konservasi air. Bahkan keputusannya menjadi relawan dalam gerakan-gerakan cinta lingkungan telah membuat rekan-rekan bermusiknya terinspirasi dan mengikuti jejaknya.

Nugie mengatakan awalnya ia bersepeda ke tempat kerja karena malas menghadapi kemacetan jalanan Jakarta. Namun, ketika menjalaninya secara rutin, ia merasa lebih sehat, hemat, dan berenergi. Ia makin termotivasi untuk gowes setelah mengetahui emisi karbon, yang selama ini menjadi salah satu pemicu krisis iklim, perlu dikurangi. "Dengan bersepeda saya tidak menghasilkan emisi. Paling saya cuma butuh air minum," kata pelantun tembang "Burung Gereja" ini.

Selebritas dan pencinta lingkungan Nadine Chandrawinata mengawali langkahnya mengurangi jejak karbon dari rumah. Bersama suaminya, Dimas Anggara, ia menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam soal makanan, misalnya, mereka sebisa mungkin selalu menghabiskannya. "Agar tidak terjadi food loss and waste karena ternyata sisa makanan menghasilkan karbon paling tinggi," tutur Nadine, 37 tahun, saat dihubungi Mahardika Satria Hadi dari Tempo, Rabu, 27 Oktober lalu.

Nadine Chandrawinata. Dok. Pribadi

Untuk melengkapi kecintaannya bercocok tanam di rumahnya, Nadine membuat pupuk kompos sendiri. Ia menggunakan limbah dapur, seperti sisa kulit buah dan sayur, untuk membikin pupuk cair dan padat. Nadine juga memilah sampah di rumahnya sejak dua tahun terakhir. Ia dan Dimas beserta semua warga di kompleks kediamannya bahkan telah bekerja sama dengan dinas kebersihan untuk menerapkan pemilahan sampah rumah tangga berdasarkan kategori organik, non-organik, bahan berbahaya dan beracun (B3), hingga residu.

Menurut Nadine, masyarakat perlu menyadari aktivitas manusia turut mempercepat pemanasan global yang memperburuk krisis iklim. Karena itu, masyarakat perlu ikut mengerem laju pemanasan global, salah satunya dengan mengurangi jejak karbon melalui kegiatan sederhana sehari-hari. "Isu lingkungan bukan hanya bicara tentang plastik. Tiap orang punya cara sendiri," ujarnya.

Untuk kegiatan di luar rumah, Nadine selalu menggunakan wadah sendiri setiap kali berbelanja dan membawa tumbler untuk tempat air minum. Dalam skala lebih luas, ia berkampanye tentang lingkungan melalui yayasan Sea Soldier yang dibentuknya enam tahun lalu. Kini Sea Soldier telah menjalankan berbagai program di 15 kota, dari konservasi mangrove, pemilahan sampah, hingga penghijauan. Mereka datang ke sekolah-sekolah untuk mengedukasi siswa tentang tanah hingga hidroponik.

Bagi Rara Sekar Larasati, pemahamannya tentang krisis iklim makin tebal saat melakoni hobi berkebun pada 2016. Musikus dan peneliti lepas ini sebelumnya telah menjadi vegan. Berkebun membuatnya dekat dengan alam dan makin menyadari krisis iklim juga berpengaruh pada krisis pangan. "Itu salah satu yang membuatku ingin mengubah gaya hidup, seperti mengolah sampah dan menanam panganku sendiri dari berkebun," kata Rara, 31 tahun, Kamis, 28 Oktober lalu.

Rara Sekar. Dok. Pribadi

Rara juga menuangkan kepeduliannya terhadap lingkungan dalam bentuk album musik. Melalui proyek solo bernama Hara, ia merilis album mini berjudul Kenduri. Empat lagu di dalamnya merefleksikan relasinya dengan alam, antara lain lewat berkebun. Terinspirasi dari kompos, Rara mengusung tema seputar kematian dan kehidupan dalam album Kenduri. "Yang sudah 'mati' tapi dapat membantu proses kelahiran untuk tanaman-tanaman yang baru," tuturnya.

Ada pula lagu yang berkisah tentang kelompok tani yang memperjuangkan hak tanahnya. Sumber inspirasinya adalah studi Rara di bidang antropologi budaya tentang kelompok tani. Menurut Rara, penting bagi masyarakat untuk mempelajari isu lingkungan dan menjalani pola hidup ramah lingkungan sesuai dengan rutinitas sehari-hari. Bahkan jika perlu mengubah gaya hidup perlahan dan konsisten.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mahardika Satria Hadi

Mahardika Satria Hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus