Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Karamnya kapal Van der Wijck menginspirasi novel Hamka.
Novel Hamka berlatar tragedi Van der Wijck dan memuat sejumlah detailnya.
Visualisasi kapal Van der Wijck dihidupkan melalui film drama.
MAUT menjemput Hayati lebih cepat. Senin petang, 19 Oktober 1936, ia menumpang kapal Van der Wijck yang singgah di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Kapal itu sejatinya hendak bergerak ke Semarang sebelum meneruskan perjalanan ke Palembang. Malangnya Hayati, ia selamanya tak bisa kembali ke kampungnya di Batipuh, Sumatera Barat. Kapal Van der Wijck tenggelam di perairan Lamongan, Jawa Timur, sekitar pukul 9 malam. Puluhan orang meninggal dalam kecelakaan, berpuluh lainnya hilang, dan ratusan penumpang bisa diselamatkan. Hayati, yang sempat dievakuasi, pada akhirnya tewas. Pupus sudah kesempatannya untuk bersanding dengan Zainuddin, lelaki Bugis-Minang yang dikasihinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hayati dan Zainuddin hanyalah tokoh fiksi dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karangan Buya Hamka yang diterbitkan pada 1938. Lain halnya peristiwa karamnya kapal Van der Wijck yang nyata adanya. Dalam roman itu, kisah cinta Hayati dengan Zainuddin berakhir pahit lantaran terbelenggu adat Minangkabau. Perpisahan sejoli itu tergambar pilu, dengan latar berita tenggelamnya kapal Van der Wijck yang membawa kematian bagi Hayati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam novel itu, peristiwa nahas kapal Van der Wijck dituturkan gamblang, mengutip dari surat kabar Algemeen Nieuws-en Telegraaf-Agentschap atau Aneta, kantor berita pertama di Indonesia.
Dia (Zainuddin) terhenyak di tempat duduknya, badannya gemetar, dan perkabaran itu dibacanya terus: KAPAL VAN DER WIJCK TENGGELAM. Dari detik ke detik kapal itu semakin hilang ke dalam dasar lautan.
…Surabaya, 20 Oktober (Aneta). Pada pukul 1 tadi malam, Marine komandan di sini menerima Radio dari kapal Van der Wijck, meminta pertolongan (S.O.S.), sebab telah miring. Seterimanya kabar ini Marine dengan segera telah menjalankan pertolongan yang perlu. Kapal tersebut telah berangkat dari Surabaya ke Semarang pukul 9 malam. Dia telah tenggelam 15 mil jauhnya dari sebelah utara Tanjung Pakis.… Pukul 7.45 pagi ini, kapal pesawat Dornier memberikan laporan bahwa Van der Wijck telah tenggelam di tempat yang jauhnya kira-kira 22 mil di sebelah Barat Daya dari lichtschip Surabaya. Kapal terbang itu melihat banyak sekali orang yang tenggelam. Dari Surabaya telah berangkat lain-lain kapal buat pembantu, dokter-dokter dan juru rawat. Muatan kapal tenggelam itu ada 250 orang.
Sebelum diterbitkan Balai Pustaka pada 1938, novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah cerita bersambung di media pimpinan Hamka, Pedoman Masyarakat. Kisahnya begitu populer sampai akhirnya diangkat ke layar lebar pada 2013 dan mencatatkan jumlah penonton hingga 1,7 juta orang. Dalam film tersebut, visual kapal megah dengan dua kelas itu tergambar lebih nyata. Begitupun drama kepanikan di kapal sebelum perlahan-lahan menjurus ke dasar lautan.
Sampul novel Tenggelamnya Van der Wijck.
Terlepas dari sambutan pembacanya, novel ini tak lepas dari kontroversi. Bahkan Hamka sempat tersandung tuduhan plagiasi pada September 1962. Ketika itu, Abdullah S.P., nama samaran Pramoedya Ananta Toer, menulis di koran Bintang Timur bahwa Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menjiplak Sous les Tilleuls (1832). Novel karangan penyair Prancis, Jean-Baptiste Alphonse Karr, itu diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul Magdalena.
Pengamat sastra Faruk H.T. menyebutkan Hamka memang sangat dipengaruhi oleh pengarang Mesir, Mustafa Lutfi al-Manfaluti, yang menerjemahkan Sous les Tilleuls ke bahasa Arab. Sementara itu, Al-Manfaluti banyak terpengaruh oleh Jean-Baptiste Alphonse Karr. Ini yang kemudian melahirkan tuduhan bahwa Hamka menjiplak Sous les Tilleuls. Walau begitu pada akhirnya isu itu mereda karena Hamka begitu cermat dalam menulis, termasuk soal lingkungannya.
Walau Hamka menaruh perhatian lebih pada detail, Faruk menilai riset bukan ciri yang ada pada para penulis era romantis. Pada masa sastra romantis, penulis justru antiriset karena mereka lebih menghamba pada spontanitas. “Jikapun betul-betul riset, dia justru tidak ingin mengakuinya. Karena ia ingin orang lebih melihat plot yang terjaga; cerita yang kuat, padat, dan rapi; serta diksi yang indah,” ujarnya, Jumat, 29 Oktober lalu. Kekuatan Hamka kentara karena apa yang ia tulis dekat dengan dirinya sehingga memungkinkan penulisan secara mendalam dan peduli pada detail.
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, peristiwa tragis dijadikan sebagai “cantelan” yang memperkuat plot. “Karena salah satu epos dari romantisisme itu adalah kematian. Jadi ada perpisahan yang abadi hingga perkara kerinduan yang tak terbayar selamanya,” kata Faruk.
Musabab karamnya kapal Van der Wijck tak dijelaskan dalam novel Hamka. Hingga kini pun belum ada penjelasan mengapa kapal mewah itu tenggelam setelah 15 tahun beroperasi. Ada yang menduga bahwa Van der Wijck karam karena kelebihan muatan. Kapal semula direncanakan berangkat dari Tanjung Priok pada pukul 6 malam, tapi akhirnya ditunda karena kelebihan muatan. Dalam novel pun dijelaskan bahwa kapal yang menampung Hayati mulai berlayar pukul 9 malam.
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur saat ini masih berupaya mengidentifikasi bangkai kapal yang tenggelam di perairan Lamongan. Hasil rekam gambar dari juru selam yang ditugasi BPCB diharapkan bisa menjadi petunjuk apakah kapal yang ada di kedalaman 54 meter itu adalah Van der Wijck atau bukan. Rencananya penyelaman untuk identifikasi akan dilakukan pada Oktober tahun depan guna mencari kondisi perairan yang jernih.
Bila memang kapal itu terbukti adalah Van der Wijck, terbuka kemungkinan bangkai moda tersebut bakal dijadikan obyek wisata. “Itu menjadi salah satu opsi pengembangan,” tutur Kepala Dinas Pariwisata Lamongan Siti Rubikah, Jumat, 29 Oktober lalu. Untuk itu, mereka akan berkoordinasi lintas sektor dengan pemerintah daerah; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; BPCB; serta Komando Armada II.
KUKUH S. WIBOWO (LAMONGAN)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo