Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Main Hapus Konten Internet

Google mempublikasikan data permintaan penghapusan konten Internet dari pemerintah seluruh dunia. Indonesia paling banyak.

30 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pejabat tak lagi kebal hukum saat mengelola anggaran pandemi Covid-19.

  • Penyerang pos polisi di Aceh ditangkap.

  • Mahkamah Konstitusi menganggap pemerintah boleh memblokir Internet.

Main Hapus Konten Internet

INDONESIA menjadi negara yang paling banyak meminta penghapusan konten di berbagai platform ke Google. Data yang dirilis pada 21 Oktober 2021 ini menyebutkan, sejak 2011, pemerintah Indonesia meminta raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu menghapus 257 ribu item. Dari jumlah tersebut, Google telah menghapus sekitar 21.600 konten, lebih banyak daripada yang diminta Rusia dan Pakistan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi, mengatakan permintaan seperti itu merupakan praktik lumrah yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta ketentuan lain. Kementerian memiliki otoritas untuk mengajukan permintaan agar konten yang beredar sejalan dengan hukum. “Kami berterima kasih karena platform seperti Google selama ini telah kooperatif memutus akses terhadap konten yang melanggar peraturan,” kata Dedy, Selasa, 26 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketentuan konten tidak hanya disebut dalam Undang-Undang ITE, tapi juga dalam aturan lain. Misalnya, menurut Dedy, pemerintah meminta Google membekukan sejumlah aplikasi pinjaman online ilegal karena melanggar aturan lembaga keuangan. Ada pula konten obat dan produk medis yang diblokir karena melanggar aturan lembaga kesehatan.

Permintaan penghapusan konten ini terbanyak diajukan dalam tiga tahun terakhir. Isi konten yang diminta dihapus juga beragam. Kementerian Komunikasi juga meminta Google menghapus 518 video di YouTube yang berhubungan dengan kejahatan terorisme yang dilakukan satu keluarga di Surabaya pada Mei 2018.

Sebagian video berisi buntut ledakan yang menunjukkan darah dan orang-orang yang terluka akibat ledakan bom. YouTube, situs web berbagi video milik Google, menghapus 141 video itu dan membatasi akses ke 264 video lain.

Dalam laporannya, Google menyebutkan pengadilan dan pemerintah dari berbagai belahan dunia kerap meminta penghapusan konten dari produk-produk Google karena berbagai alasan. Permintaan itu dianalisis untuk menyelaraskan aduan, hukum di negara setempat, dan kebijakan Google.

Di Indonesia, permintaan penghapusan konten ini paling banyak diajukan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Meski relatif lebih kecil, ada pula permintaan dari Kepolisian RI, Tentara Nasional Indonesia, dan lembaga yudisial.

Wahyudi Djafar, peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), mengatakan pemerintah tidak seharusnya menggunakan mekanisme permohonan ke Google ini sebagai alat untuk membungkam kritik. Apalagi permintaan penghapusan konten ini dilakukan sepihak. “Tidak ada batasan yang jelas apakah konten-konten yang diminta diblokir itu benar-benar melanggar aturan,” ujarnya.


Tak Ada Lagi Impunitas Pejabat

Ketua Mahkamah Konstitusi memimpin sidang pengucapan putusan mengenai Aturan mengenai kewenangan Pemerintah melakukan pemutusan akses sistem elektronik, di Jakarta, 27 Oktober 2021. Humas MK/Panji

MAHKAMAH Konstitusi mengabulkan gugatan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang dikenal dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Corona. Putusan ini memastikan tidak ada pejabat yang kebal hukum saat mengelola anggaran program pandemi Covid-19. Sebelumnya, hal ini tercantum di pasal 27 ayat 1, 2, dan 3. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan amar putusan pada Kamis, 28 Oktober lalu.

MK melihat perpu ini berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan dan ketidakpastian hukum. Tiga hakim, Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Daniel Yusmic P. Foekh, justru menilai gugatan tidak beralasan hukum dan layak ditolak. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Mahmodin menilai putusan MK menguatkan posisi dan pandangan pemerintah.


Penembak Pos Polisi Aceh Ditangkap

Tim inafis dari Polres Aceh Barat melakukan identifikasi di lokasi penembakan Pos Polisi Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat, Aceh,28 Oktober 2021. ANTARA/Kanaya Afiqah

POLISI menangkap lima orang yang diduga terlibat penembakan Pos Polisi Panton Reu di Gampong Manggi, Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat. “Kami menangkap lima orang tadi pagi. Mereka warga Aceh Barat,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Winardy, Jumat, 29 Oktober lalu.

Penembakan berlangsung sekitar pukul 03.15 WIB, Kamis, 28 Oktober lalu. “Masih kami gali alibi dan motifnya,” ujar Winardy. Di lokasi penembakan, petugas menemukan selongsong dan beberapa proyektil peluru dengan kaliber 7,62 x 39 milimeter dan 5,56 x 45 milimeter. Tak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Pada hari yang sama, Komandan Tim Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia Pidie, Kapten Abdul Majid, tewas ditembak orang tak dikenal di Sakti, Pidie. Belum diketahui kaitan di antara kedua penembakan tersebut.


Hujan Bom di Kiwirok

Warga memegang dugaan bom roket yang tidak meledak dan ditembakkan ke distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua. Jubi/Istimewa

APARAT gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI diduga menjatuhkan bom lewat helikopter ke permukiman penduduk di Distrik Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua. Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib mengatakan pengeboman terjadi pada 10 Oktober lalu. Berdasarkan informasi yang ia peroleh dari masyarakat, ada 14 roket yang ditembakkan. “Satu yang meledak, sisa 13 tidak meledak,” kata Timotius, Sabtu, 23 Oktober lalu.

Akibat peristiwa itu, seribuan penduduk sipil mengungsi ke hutan, kampung sekitar, hingga ke Papua Nugini. Komandan Komando Resor Militer 172/Praja Wira Yakthi Brigadir Jenderal Izak Pangemanan tak menjelaskan ihwal pengeboman ini. Namun ia memastikan anggota TNI-Polri tidak ada yang membakar rumah warga di Kiwirok. “Tidak benar anggota TNI ataupun Polri membakar rumah penduduk seperti beredar di media sosial karena selama ini yang melakukan adalah kelompok sipil bersenjata,” ujarnya.


Pemutusan Internet di Papua

MAHKAMAH Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 40 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berisi kewenangan pemerintah memutus dan memblokir konten Internet. Permohonan uji materi diajukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai respons atas kebijakan pemerintah memutus akses Internet di Papua saat demonstrasi masyarakat pada 2019.

Putusan 27 Oktober lalu menyebutkan bahwa pemutusan Internet untuk melindungi kepentingan umum dari segala bentuk gangguan. Ketua Umum AJI Sasmito Madrim mengatakan putusan itu sebagai contoh kesesatan berpikir karena pemutusan Internet membuat publik tak mengetahui kejadian sebenarnya di Papua saat demonstrasi terjadi. Ia kecewa terhadap putusan yang mengesahkan penghambatan kebebasan informasi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus