Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Dirawat di rs husada

Atmonadi, 65, dirawat dibagian iccu rs husada, akibat serangan jantung. ia baru merampungkan lukisan sri sultan hamengkubuwono iv, v, vi dan vii untuk anjungan yogyakarta di tmii.

19 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 2500 undangan antre menuju pentas pelaminan di Golden Ballroom Hotel Hilton Jakarta malam Minggu kemarin. Aneka ragam hidangan tersaji di seantero ruangan hingga pekarangan. Yang punya hajat malam itu: Hasmanan, 51 tahun, sutradara film yang terbilang produktif--sedikitnya sudah menghasilkan 23 film dalam 10 tahun ini, dan Wirontono, 54 tahun, pengusaha terkenal yang punya "markas" di Surabaya dan Jakarta. Sejak hari itu mereka sah menjadi besan, setelah Oerip Wirontono (Onne), 25 tahun, mengucapkan aqad nikah terhadap Ariane Dewi Hasmanan (Ryan), 20 tahun. Pokoknya tamu yang hadir ramas adanya. Nampak di antara para undangan misalnya Jaksa Agung Ismail Saleh, bekas Dubes RI di Prancis Moh. Nur, Hasyim Ning, Ali Sadikin, Syarif Thayeb, pelawak S. Bagio dan tentu saja sejumlah bintang film dan sejawat Hasmanan. Di Bagian ICCU RS Husada, Jakarta, keadaan Atmonadi menggelisahkan. Ia dibantu pernapasan dan diinfus. Sang istri, Suratmi, 47 tahun, menunggunya dengan cemas. Penyakit jantung Atmonadi, 65 tahun, pelawak tiga zaman Itu, kambuh lagi. Penyakit itu sudah diidapnya ketika ikut kampanye Golkar 1977 yang lalu. Tapi kali inilah yang paling berat. Acapkali Atmonadi mengerang "Saya, yang selalu menghibur orang, kok kena penyakit seperti ini," keluhnya--seperti dituturkan istrinya. 2 September ia masuk rumah sakit, dan dua hari kemudian datang pula serangan saraf. Belahan kiri badan tak bisa digerakkan. Mulutnya melenceng. Terakhir ayah empat anak dan kakek 10 cucu itu menguras tenaganya untuk melukis Sultan Hamengkubuwono IV, V, VI, VII, VIII (lima buah) untuk Anjungan Yogyakarta di TMII. Lukisan itu sendiri sudah terpajang sejak 9 Agustus lalu. "Setidak-tidaknya, kalau saya sudah tidak ada lagi, karya ini masih bisa dikenang anak cucu," kata Atmonadi suatu kali. Atmonadi memang juga seorang abdidalem Kraton Yogya--dengan "gaji tradisional" Rp 1.000. Di Jakarta ia tinggal di rumah anak sulungnya. Sebelumnya, di TV Yogya ia masih selalu tampil dalam Dagelan Mataam pimpinan Hardjomuljo. Dan orangtua itu juga pernah mengasuh Bagio, Eddy Sud, Iskak dan Bing Slamet. Beberapa muridnya ada menjenguknya ke rumah sakit. Mereka bertangisan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus