Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Diskusi

Dr. rosita s. noer, tgl 29-11-79 memimpin diskusi tentang pembinaan & pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah di presiden hotel, jakarta. sejak thn'72 meninggalkan karirnya sebagai dokter, terjun ke bisnis. (pt)

8 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN jas terbuka warna biru -- warna kesukaannya dan blus merah dengah belahan dada yang cantik serta rok putih, sore 29 November lalu dr. Rosita S. Noer memimpin diskusi tentang pembinaan dan pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah, di Presiden Hotel, Jakarta. Dihadiri sekitar 50 orang, diskusi terasa menyenangkan. Rosita yang pernah terpilih sebagai Wanita Karir '78 oleh sebuah biro iklan itu menjawab semua pertanyaan dengan cerdas dan jernih. Tapi lebih dari itu, senyum dan suaranya membuat dia lebih tepat disebut 'pengusaha lemah-lembut. "Asal jangan disebut lelembut saja," komentarnya, sambil tersipu-sipu. Mengisi acara santainya dengan membaca atau berenang, perempuan cantik berkulit kuning "yang menyukai tantangan" itu sejak 1972 menggantungkan pakaian dokternya, dan terjun ke bisnis. Kenapa? "Saya harus melanjutkan usaha ayah, sesuai dengan amanat beliau." Rosita adalah anak tertua (satu-satunya adiknya meninggal) dari keluarga Sofyan Noer, pengusaha minyak atsiri dan pemilik perkebunan cassia vera di Padang. Kini ia memimpin PT Saloka Krida Utama yang bergerak di bidang impor dan distribusi. Sebelum itu menjadi Ketua I Bidang Pembinaan dan Pengembangan Pengusaha Kecil KADIN. Dua bulan lalu usianya genap 32 tahun. Sebagaimana orang lain, semasa remaja dia pernah juga beberapa kali pacaran, patah hati, dan jatuh cinta. "Kalau sehari saja tak ketemu pacar rasanya dunia seperti kiamat," kenangnya. "Lucu, ya? Tapi sekarang saya lebih rasional dalam memandang cinta dan hidup ini." Kabarnya dia sudah punya calon suami, orang Jawa. Betul? Rosita hanya ketawa. Kapan menikah, tahun depan? "Ya . . ., insya Allah, kalau jodoh." Sebelumnya dia enggan menyebut. "Tapi kalau tak saya sebut, nanti pembaca mengambil konklusi bahwa saya mengundang.... "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus