Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Henk ngantung sakit mata

Henk ngantung mantan gubernur dki, tidak bersembunyi karena eks lekra, tapi sakit mata yang menghambat pekerjaan melukis. ali sadikin dan marno membeli beberapa lukisannya.

26 Juni 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIMANAKAH bekas Gubernur Djakarta Raya Henk Ngantung? Ada dirumahnja jang penuh lukisan didjalan Tanah Abang. Kepada Leopold Gan reporter TEMPO Henk Ngantung pun berkata terus terang "Memang saja anggota Lekra, tapi maklum ketika itu wadah artis adalah Lekra". Waktu itu konon, untuk menolak tidak bisa, demikian pula untuk menjatakan tidak setudju. Tambahnja pula "Andai saja ini seorang komunis tulen, saja dapst membuat Djakarta lebih meraih. Tetapi kenjataannja oleh PKI sendiripun saja ini tidak laku". Dia mendjadi Gubernur pada bulan-bulan sebelum Gestapu. Dan JPK kreasinja Pot-pot bunga jang mentjapai berangkat atau topi badja jang tinggal dua tiga dan air mantjur dilingkaran Djl. Thamrill. "Saja ingin menanamkan estetika dan membudajakan ibukota. Tetapi masa itu untuk mrmbuat air mantjur saja harus menerima tjatji maki. Karena air minum masih kurang". katanja sambil tersenjum. Karjanja sebagai gubernur sepenuhnja'? hampir tidak ada, karena "seperti naik tangga, baru dua tiga langkah sudah harus turun kembali. Belum melihat di atasnja", diapun sudah diharuskan melldjadi gubernur pensiunan. Tetapi betulkah karena Lekra-nja Henk Ngantung sekarang bersembunji? Ternjata tidak, karena dia tidak diapa-apakan. Apa jang menghambat dirinja untuk tetap tinggal dirumaah ialah karena penjakit matanja. Ini rupanja kian Lawat djuga. Sungguh menjedih-kan sekali, karena SL Dagai seorang pelukis, mata jang djeli adalah pokok utama. Karena sang mata pula dia mendjadi malas bergaul. Sebab "kerap saja disodori tangan, tetapi saja tidak melihatnja untuk mendjabat salam tersebut. Djuga diwaktu orang gelak tertawa dipesta, saja tidak bisa ikut gembira karena saja tidak melihat sesuatu jang lutju". Kini dia hidup hanja dari pensiunanja sadja, dan uang hasil lukisannja. "Achir-achir ini lukisan saja dibeli oleh Pak Ali Sadikin dan Pak Mamo", dan dalam solidaritas korps, hasil lukisannja jang hanja beberapa buah itu, lumajan untuk menambah isi kantongnja. Jang pasti, tentu ini redjeki anak-amaknja jang "setelah saja bukan gubernur lagi, lahirlah anak-anak saja". Henk Ngantung, 50 tahun, harus menjuapi empat mulut jaua masih ketjil-ketjil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus