Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, 58 tahun, sangat menggemari band cadas asal Inggris, Deep Purple. Semasa muda, ia memiliki hobi mengumpulkan kaset grup musik tersebut. "Saya dulu punya kasetnya lengkap," kata Ken saat ditemui Tempo di kantornya pada pertengahan Juli lalu.
Tapi ia sempat menjual sebagian koleksinya itu untuk biaya pengobatan anaknya. Ia terpaksa menjual lima buah kaset masing-masing seharga Rp 500. Uang hasil penjualan kaset sebesar Rp 2.000 digunakan untuk membayar dokter. "Rp 500 sisanya untuk menebus obat," ujar Ken, yang sudah menikah ketika menjadi mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang.
Ken menggemari Deep Purple sebelum ia kuliah dan menikah. Sewaktu SMA, Ken, yang andal membetot bas, doyan ngeband dan membawakan lagu-lagu salah satu band pelopor heavy metal itu. Lagu Smoke on the Water yang ada di album Machine Head (1972) paling mencuri hatinya. Ia merasa musik Deep Purple sesuai dengan semangat masa mudanya yang meletup-letup. "Waktu itu saya masih gondrong," katanya.
Ia masih menyimpan koleksi album Deep Purple, yang masih dalam bentuk kaset. Ia mengikuti segala tip untuk menjaga agar pita kasetnya tak cepat rusak. "Termasuk memasukkannya ke kulkas," ujarnya.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, selera musik Ken tak lagi secadas dulu. Kini ia mulai beralih ke aliran rock alternatif. Band favoritnya adalah Muse, yang juga berasal dari Inggris. Di luar musik rock, ia juga menggemari jazz. Sejak pertama kali Java Jazz digelar, ia tak pernah absen menonton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo