Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kompensasi Impor Jeroan Sapi

Sejumlah perusahaan yang menggelar operasi pasar selama Ramadan memperoleh izin impor daging dan jeroan. Rekomendasi impor diajukan sebelum revisi aturan disosialisasi.

8 Agustus 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA Marina Ratna Dwi Kusumajati meninggi dalam rapat yang dihadiri puluhan importir daging sapi. Rapat itu membahas sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34 Tahun 2016 tentang izin impor daging, karkas, dan jeroan mulai semester kedua tahun ini. Direktur Utama PD Dharma Jaya, perusahaan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bidang pangan, itu mempertanyakan Kementerian Pertanian yang gampang bongkar-pasang aturan. "Saya setuju impor tetap dibuka, tapi harus diatur. Kalau bebas, bagaimana perlindungan kepada peternak lokal?" katanya.

Bertempat di lantai 6 Gedung D Kementerian Pertanian di Ragunan, Jakarta, forum yang dipimpin Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Sri Mukartini itu berlangsung selama dua jam pada Selasa pekan lalu. Tempo hadir di sana. Dalam aturan yang disosialisasi itu, pemerintah resmi membuka keran impor daging, karkas, dan sebagian offal—di dalamnya termasuk beberapa jeroan—tanpa batasan kuota. Setahun lalu, Kementerian Pertanian melarang impor jeroan dan membatasi impor beberapa jenis daging secara ketat. Buka-tutup inilah yang diprotes Marina.

Ia juga memprotes hilangnya kewajiban importir menyerap tiga persen daging lokal dalam aturan tersebut. Menjawab protes Marina, Sri Mukartini tak kalah garang. Suaranya meninggi. "Ini bukan hanya soal perlindungan, tapi menyangkut 250 juta penduduk Indonesia," ujarnya. Selepas Sri menyampaikan tanggapan, Marina memilih pergi meninggalkan ruangan.

l l l

KABAR terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34 Tahun 2016 nyaring terdengar di kalangan pebisnis daging setelah Lebaran, Juli lalu. Salah satu yang menjadi sorotan: dibukanya keran impor sebagian jenis jeroan sapi. Ketentuan ini bertolak belakang dengan ucapan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang pada akhir tahun lalu sesumbar tidak akan membuka keran impor jeroan karena menganggap isi perut sapi itu sebagai makanan anjing.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34 diteken satu pekan setelah Lebaran. Isinya: pemerintah membuka keran impor daging sekunder (secondary cut) dan sebagian jenis offal. Aturan ini merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58 Tahun 2015 yang menyebutkan daging sekunder dan sebagian jenis offal dibatasi dan ditutup keran impornya. Daging sekunder merupakan daging bagian paha depan dan belakang. Daging jenis ini biasa digunakan untuk membuat rendang, semur, dendeng, dan abon.

Menteri Amran punya dalih kenapa mengambil langkah tak populis ini. Dia menilai jeroan dibutuhkan masyarakat. Karena harganya terus naik, ia terpaksa membuka keran impor. "Ini untuk kepentingan rakyat," ucapnya.

Cerita lain datang dari seorang importir daging. Ia mengatakan terbitnya impor secondary cut dan jeroan merupakan kompensasi yang diberikan Menteri Amran Sulaiman kepada beberapa importir. Sebab, mereka bersedia menggelar operasi pasar dan menjual harga daging Rp 80 ribu per kilogram selama bulan puasa pada Juni-Juli lalu.

Pemerintah memang berjibaku agar harga daging sapi turun. Ini mengacu pada perintah Presiden Joko Widodo yang menginginkan harga daging sapi tidak lebih dari Rp 87 ribu per kilogram. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga ingin harga daging sapi bisa turun saat bulan puasa dan Lebaran.

Merespons perintah Presiden, Kementerian Perdagangan menerbitkan kuota impor lebih dari 60 ribu ton daging dan karkas untuk Perum Bulog, PT Berdikari, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia serta 10 importir swasta sepanjang Mei dan Juni. Namun langkah itu tak berjalan mulus. Harga daging masih tinggi di level Rp 110-120 ribu per kilogram.

Menteri Amran sadar kunci menurunkan harga berada di produsen daging atau feedloter. Pada Jumat terakhir Juni lalu, Amran mengundang puluhan pengusaha feedloter ke ruangan kerjanya. Namun hanya segelintir yang datang. Di antaranya, Juan Permata Adoe dari Kibif dan Presiden Direktur PT Santosa Agrindo (Santori) Samuel Wibisono serta beberapa perwakilan dari koperasi pasar.

Salah seorang pengusaha feedloter yang mengetahui pertemuan itu mengatakan Amran meminta feedloter mendukung operasi pasar dan menjual daging di level harga yang diminta Presiden Jokowi. Permintaan itu sulit diterima pengusaha. "Harga jual sapi hidup sudah Rp 41 ribu per kilogram (setara dengan Rp 95 ribu per kilogram daging)," kata Government Relation Santori, Dayan Antoni.

Opsi lain muncul dalam pertemuan itu. Feedloter, menurut pengusaha tadi, akan diberi kuota impor sapi siap potong bila bersedia menggelar operasi pasar. Namun tawaran ini mustahil dijalankan karena aturan yang berlaku tidak membolehkan impor sapi potong.

Sehari setelah pertemuan itu, perwakilan dari Kementerian Pertanian, Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha menggelar rapat bersama di Kementerian Pertanian membahas peluang hukum memasukkan sapi potong. Pertemuan itu, kata pengusaha tadi, menghadapi jalan buntu.

Namun Juan Permata Adoe punya cerita berbeda. Menurut dia, feedloter sebenarnya menyanggupi menjual daging murah. Syaratnya: keuntungan dikompensasi dengan menjual jeroan. Di kalangan pedagang, keuntungan menjual offal—termasuk jeroan—lebih besar ketimbang keuntungan menjual daging. Keuntungan dari jeroan inilah yang menutupi tipisnya keuntungan menjual daging. Tapi, menurut Juan, perwakilan koperasi pedagang yang hadir tidak mau berbagi jeroan. "Gagal lagi kesepakatannya," ujar Juan, yang juga Wakil Ketua Umum Kamar dagang dan Industri Indonesia Bidang Industri Pangan Strategis.

Belakangan, kata pengusaha yang mengetahui pertemuan tadi, hanya segelintir feedloter yang sanggup melepas ratusan ekor sapi kepada importir yang bersedia ikut operasi pasar. "Itu pun dibanderol dengan harga pasar," ucapnya. Menteri Amran kecewa dan beralih harapan kepada importir daging beku. Ada 12 perusahaan yang berkomitmen menggelontorkan 9.000 ton untuk operasi pasar. Masalahnya, mayoritas stok daging milik importir sudah dialokasikan untuk hotel, restoran, katering, dan industri manufaktur.

Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi mengatakan, dari 12 perusahaan, hanya empat yang paling gencar menyokong operasi pasar. Empat perusahaan itu adalah PT Sumber Agro Semesta, PT Agro Boga, PT Berdikari, dan PT Indoguna Utama. Sumber Agro tak lain perusahaan yang tergabung dalam Artha Graha Peduli Networking, yang dipimpin pengusaha Tomy Winata. Adapun Indoguna pernah terseret kasus korupsi sapi yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Perkara itu menjerat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan Juard Effendi, yang sudah bebas setelah dihukum dua tahun tiga bulan penjara.

Juard mengklaim menghabiskan 1.000 ton daging beku selama operasi pasar, dengan harga Rp 70 ribu per kilogram. Dia tidak khawatir merugi karena Menteri Amran berjanji mengganti daging yang dijual selama operasi pasar. "Pak Menteri berjanji mengganti 1.000 ton," kata Juard.

l l l

SEORANG importir mengatakan janji yang dimaksud adalah kuota impor se­condary cut dan jeroan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34 Tahun 2016 yang baru disosialisasi, Selasa pekan lalu. Kendati aturan belum resmi diterbitkan, empat perusahaan tadi sudah mendapatkan karpet merah untuk memproses permohonan rekomendasi impor.

Importir tadi mengisahkan, Kepala Subdirektorat Pengawasan Sanitari dan Keamanan Produk Hewan Kementerian Pertanian Agung Suganda pernah menelepon Sri Hartati, Kepala Bidang Peternakan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta, agar mempercepat penerbitan rekomendasi untuk empat importir sebelum sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34 digelar. Dalam aturan itu, importir wajib mengajukan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kementerian Pertanian.

Agung membenarkan pernah menelepon pejabat DKPKP. Tapi ia mengatakan isi percakapan tersebut hanya meminta DKPKP segera bersiap-siap. Meski membantah ada perlakuan istimewa untuk empat importir, ia mengakui ada beberapa perusahaan yang diberi tugas khusus. "Kalau mengajukan rekomendasi bebas boleh siapa saja," ucapnya.

Sri Hartati membenarkan ada importir yang mengajukan rekomendasi kepada instansinya seminggu sebelum sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34 Tahun 2016 digelar. Ia berdalih hal itu tidak melanggar karena Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34 sudah diteken Menteri Pertanian pada pertengahan Juli. "Saat ini baru satu rekomendasi yang kami terbitkan," ujarnya.

Rekomendasi yang dikeluarkan itu milik Indoguna Utama. Juard Effendi, Direktur Indoguna, mengakui sudah mengantongi rekomendasi dari DKI Jakarta dengan kuota sebesar 15 ribu ton untuk daging dan jeroan sampai Desember mendatang. Juard membantah anggapan bahwa kuota impor merupakan kompensasi untuk Indoguna yang berpartisipasi dalam operasi pasar sebelum Lebaran. Sama dengan Juard, Tomy Winata membantah ada kompensasi untuk Sumber Agro. "Tidak ada janji apa pun dari pemerintah," katanya.

Bantahan juga datang dari Kementerian Pertanian. "Kuota impor diberikan tanpa embel-embel," ucap Menteri Amran Sulaiman. Ia mengatakan keran impor dibuka untuk memberi masyarakat pilihan sumber protein dengan harga terjangkau. Daging beku impor terbukti bisa dijual di bawah harga Rp 80 ribu.

Adapun impor jeroan dibuka karena harganya masih berkisar Rp 60-90 ribu per kilogram. Kementerian Pertanian yakin harga jeroan di Australia sebesar US$ 1 dolar per kilogram bisa menekan harga jeroan di pasar domestik hingga ke level Rp 30 ribu per kilogram.

Laba jeroan memang tinggi. Dengan modal Rp 7.000-7.600 per kilogram, para pedagang bisa menjual aneka jeroan—termasuk kepala dan kaki—di kisaran Rp 60-90 ribu per kilogram. Dengan asumsi kebutuhan sapi di Jabodetabek sebesar 2.000 ekor per hari, nilai pasar aneka jeroan, kepala, dan kulit mencapai Rp 31 miliar per hari atau Rp 11 triliun per tahun. Dayan Antoni menilai impor jeroan akan menekan keuntungan pedagang jeroan domestik. "Omzet yang turun akan berimbas pada penurunan omzet feedloter," kata Dayan. Selama ini para pedagang menutup kecilnya keuntungan menjual daging dari keuntungan menjual jeroan. AKBAR TRI KURNIAWAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus