JENDERAL purnawirawan A.H. Nasution, 63 tahun, akhirnya bisa
juga berangkat ke Filipina. Berarti, harapannya "untuk bisa
mengantar Ibu ke sana," untuk menerima badiah Magsaysay
terpenuhi. Mereka meninggalkan akarta akhir pekan lalu. Setelah
sebelumnya, kakek 4 orang cucu itu cemas kalaukalau tak
diizinkan pemerintah.
Penggemar olahraga tenis sejak tahun 30-an yang sampai kini
masih rajin latihan 3 kali dalam seminggu itu, diam-diam
ternyata telah menyelesaikan 3 buku --direncanakan 5
jilid--memoarnya. "Tapi itu tidak sama dengan yang ditulis
orang, Iho ," katanya. "Saya tidak mengutamakan biografi, karena
tujuan saya ialah ingin menjelaskan peristiwa-peristiwa yang
kebetulan saya alami dan saya berperan di dalamnya."
Buku pertama, tentang penalaman sejak kecil sampai ia jadi
Panglima Siliwangi. Buku kedua, mengenai masa gerilya sampai ia
jadi Panglima AD, 1952. Buku ketiga, "mengenai apa yang saya
sebut pancaroba saya," katanya. Yakni ketika banyak terjadi
pemberontakan sampai masa 60-an. Buku keempat,
berisi peristiwa-peristiwa periode Orla dan Orba. Sebelum
kepergiannya kemarin, ia tengah menggarap bab pembebasan Irian
Barat.
Semua itu diketiknya sendiri. "Kalau tidak ada tamu, seminggu
saya bisa menyelesaikan satu atau dua bab," katanya. Jilid
pertamanya kini sedang dicetak oleh sebuah penerbit besar di
Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini