AKTOR Ray Sahetapy menyulap bangunan Sitihinggil Keraton Surakarta. Itu dilakukan suami artis Dewi Yull pada acara Nur Gora Rupa (festival seni) yang berlangsung dua pekan lalu di Solo. Selama seminggu Ray mengerahkan puluhan orang untuk membersihkan Sitihinggil dengan biaya tak kurang dari Rp 8 juta. Sebelumnya, tempat itu tak terawat, kotor, ditumbuhi rumput dan ilalang liar. Pada malam hari, banyak gelandangan berteduh di sini. Juga pelacur. Tentu Ray berbuat seperti itu ada maunya. Tepat pada festival seni itu, Ray, bersama Teater Oncor serta seniman dari berbagai daerah, memanfaatkannya sebagai panggung pertunjukan. Yang membuat orang tercengang, lama pertunjukan berlangsung sejak matahari terbit hingga terbenam. Kenduri itulah judul pentasnya. Yang dilakukan Ray, berkeliling alun-alun (depan Sitihinggil), memakai topeng, dan membalut tubuhnya dengan pakaian mirip kimono. Sesekali ia masuk Sitihinggil, duduk tepekur, juga bergerak-gerak pantomistis. Cerita ini tanpa dialog. Yang ada hanya gumam dan bacaan mantra-mantra. Begitulah wujud pementasan Ray, seperti acara ritual masyarakat purba. Apa makna ini semua, Ray? "Itu semua laku sesaji secara purba, tapi universal nilai dan tujuannya," kata Ray. Dipilihnya Sitihinggil, "karena tempat itu menyimpan misteri yang bermakna dalam. Kami meruwat, membersihkan tempat kotor, dan memurnikan rohani, untuk kehidupan," kata Ray lagi kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini