Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebanyak 10 persen aktor dan kru film Tegar adalah penyandang disabilitas.
Sutradara Anggi Frisca ingin mengangkat tema stereotipe keberadaan difabel di tengah keluarga.
Film Tegar tayang dalam Festival Film Internasional BaliMakarya 2022.
SUTRADARA Anggi Frisca melibatkan pekerja penyandang disabilitas dalam pembuatan film Tegar, film terbarunya tentang drama keluarga. Kisah utama film ini memang tentang penerimaan keluarga terhadap anggotanya yang berkebutuhan khusus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya menyebut film ini berada pada koridor mestakung atau semesta mendukung. Dari awal memang ingin membuat film tentang disabilitas, lalu dipertemukan dengan para sahabat (difabel),” kata Anggi, Senin, 24 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film Tegar yang sempat tayang dalam Festival Film Internasional BaliMakarya 2022 itu menampilkan akting seorang anak penyandang disabilitas berusia 11 tahun, Aldifi Tegarajasa, sebagai tokoh utama bernama Tegar. Anggi juga melibatkan penyanyi kafe difabel, Prihartono Mirsaputra, yang berperan sebagai Akbar. Ada pula Asep, tukang parkir berkebutuhan khusus yang biasa bekerja di area Simpang Tiga Dago Giri, Bandung, yang memerankan Mang Acong.
Film yang rencananya tayang di bioskop mulai 24 November 2022 itu juga melibatkan sejumlah kru penyandang disabilitas. Di antaranya fotografer profesional Ahmad Zoel; anggota tim foto behind the scene, Ramandhika Haikal; serta aktivis dan konsultan naskah, Yuktiasi Proborini.
Aksa Bumi Langit dan Citra Sinema, perusahaan produksi film tersebut, pun menggandeng anak-anak difabel yang tergabung dalam Inclusive Kids Choir untuk menyanyikan original soundtrack film Tegar.
Anggi mengungkapkan, film Tegar adalah laboratorium mimpinya bersama suaminya yang juga bertindak sebagai produser, Chandra Sembiring Meliala. Tim inklusif filmmaker ini adalah bukti kesetaraan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas yang menjadi tema besar film berdurasi 92 menit tersebut.
“Tanpa mengglorifikasi isu disabilitas, saya ingin membangkitkan kesadaran tentang ruang inklusif bagi anak-anak dan teman-teman berkebutuhan khusus,” ucap sutradara yang lahir di Bandung, 2 Juli 1984, ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo