ANOM Suroto, 36, dalang muda dari Solo yang suka bercelana Jin, mulai gusar tentang jarangnya pementasan wayang kulit di kotanya. Setelah ia usut-usut, "Ternyata, tidak ada bangunan khusus untuk pergelaran wayang kulit," kata Anom. Di Taman Sriwedari, misalnya, pergelaran wayang kulit praktis cuma setahun sekali, pada saat sekatenan. "Itu pun dengan panggung darurat," kata Anom lagi. Maka, seniman yang gemar menonton bola ini ikut ambil bagian dalam pemugaran Sriwedari, di jantung Kota Solo itu. Pekan lalu, Anom mulai mendatangkan 80 m3 kayu jati kualitas tinggi. Ia menyumbang khusus untuk bangunan joglo, yang di perkirakan menelan biaya Rp 6 Juta. Rencananya, "Nanti paling tidak setiap malam Jumat ada pementasan wayang kulit," kata dalang aktivis KNPI Solo ini. Tentu saja bukan Anom Suroto yang tiap minggu mendalang. Ia sudah kewalahan mengatur jadwal, bahkan kini membatasi hanya 15 kali pertunjukan sebulan, atau dua hari sekali, dengan tarif Rp 2 juta sampai Rp 3 juta tiap kali pementasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini