MOHAMMAD Natsir 72 tahun, 12 Februari mendapat penghargaan dari
Yayasan Raja Feisal -- di Riyadh, Arab Saudi. Lalu 27 Februari,
sebuah panitia menyelenggarakan malam syukuran di halaman Masjid
Al Furqan. Jakarta. Dihadiri antara lain Wilopo SH dan Moh.
Roem. "Saya tidak menyangka," ujarnya. "Itu surprise, dan saya
bersyukur." Ia memang keheranan ia sendiri, sebagai Wakil
Presiden Muktamar Alam Islamy, mengusulkan Abul Hasan An-Nadwy,
tokoh Islam dari India, sebagai orang yang pantas menerima
penghargaan di bidang khidmatul Islam (pengabdian Islam) itu.
Usulnya memang diluluskan -- atau persisnya: separuh
diluluskan. Yayasan menetapkan penghargaan akan diterimanya
secara bersama-sama dengan tokoh India itu.
Maka hadiah pun dibagi dua. Masing-masing dapat piagam, medali
emas, dan uang 100 ribu riyal (sekitar Rp 17« juta). Diberikan di
Riyadh, "dengan upacara meriah, khidmat dan tenang -- seperti
upacara gaya Solo," kesannya. "Ceknya belum saya uangkan.
Percayalah uang itu, tidak akan saya pakai sendiri."
Ia tidak kecewa hadiah itu dibagi dua. "Yang dibagi 'kan cuma
fulusnya. Penghargaannya sama," katanya. Dan karena selama ini
Natsir bekerja tidak untuk penghargaan, maka ketika menerimanya,
"tangan saya gemetar. Ingat teman-teman, dan ingat bahwa
pekerjaan yang dihargai itu kami lakukan bersama teman-teman.
Penghargaan yang pernah diterimanya dari Indonesia "Pensiun,"
jawab pensiunan perdana menteri (1950-1951) Jan menteri
penerangan (468) itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini