BARANGKALI ini sebuah eksperimen. Mula-mula ia mempromotori tinju biasa. Lalu menyelenggarakan tinju di atas kolam renang. Tak lama kemudian membuka ring di atas laut di Kepulauan Seribu. Dan Ahad pekan lalu, ia menggelar arena tinju di hamparan pasir kawah Gunung Bromo. Lalu apa yang diperoleh jago balap Tinton Suprapto, promotor itu? "Petinjunya menggigil," jawabnya. "Untung, tak ada yang salah lihat kemudian memukul wasit. 'Kan ada kabut." Tapi di balik dingin empat derajat di Bromo, promotor yang telah diakui resmi oleh organisasi tinju paling bergengsi, WBC -- ini punya perhitungan serius. "Saya bosan mengadakan pertandingan di Jakarta," tuturnya. "Payah, terlalu banyak teman minta karcis gratis." Maka, dengan risiko sama-sama rugi, "mending memberi hiburan gratis buat masyarakat pedesaan." Sambil, "Siapa tahu, berkat berkah kawah Bromo muncul petinju berbakat." Pertandingan delapan partai memang berjalan unik. Hampir semua penonton berkerudung sarung, termasuk boy roundnya, seorang siswa SD setempat. Murid SD ini tetap juga terbungkus sarung walau lagi bertugas keliling ring membawa nomor ronde. Juga girl roundnya, tetap bersandal jepit dan tertutup pakaian dari leher sampai pergelangan kaki. "Benar-benar tinju khas Bromo," tutur Tinton. Semula izin pergelaran di Bromo itu seret. 'Kan bisa merusakkan lingkungan. Tapi setelah Tinton meyakinkan bahwa kegiatan ini ada kaitannya dengan promosi kepariwisataan dan betul-betul sebagai hiburan gratis, izin keluar juga. Maka, orang kelahiran Blitar 42 tahun lalu yang besar di Bogor ini tampak bahagia dengan kegiatannya ini. "Ya, maklumlah, anak Bogor, biar tekor asal kesohor."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini