SEBUAH ratusan kali melayang-layang, Robbie Mandagi, 34 tahun
dan Ynsmin Suyono, 28 tahun, menjadi sejoli merpati. "Robie
mengajar saya terbang, menyambar, menukik dan menangkapnya.
Sekarang betul-betul kena," seloroh Yasmin, pemegang lebih dari
10 medali kejuaraan terjun payung. Terakhir, mahasiswi senirupa
ITB ini memenangkan lomba terbuka di Muangthai dan juara
perorangan di Malaysia. Tercatat lebih dari 340 kali penerjunan
dilakukan Yasmin sejak 1975.
Akan halnya Robbie, ia terkenal sebagai penerjun sipil paling
top: 960 kali terjun. Ia akan sakit kalau tak terjun sama sekali
dalam sebulan. Bahkan di hari pernikahannya, 20 September,
sebenarnya Robbie ingin meloncat dari helikopter dan menggandeng
Yasmin dalam pakaian terjun ke upacara. Tapi urung. "Tata krama
tak mengizinkan," kata Yasmin.
Sebagai gantinya, pasangan pengantin baru ini akan mengadakan
pesta terjun untuk merayakan pernikahannya. "Siapa saja boleh
ikut terjun sepuas-puasnya dari pagi sampai sore," Yasmin
mengundang. Setelah itu mereka akan pergi berbulan madu ke
Florida, AS. "Di sana kita bisa terjun seratus kali dalam
sebulan," kata Yasmin, yang biasa memakai XL-Cloud, jenis payung
besar.
Robbie ingin mencapai 1. 000 kali terjun, yang di sini tak
mungkin di tempuhnya dalam tempo singkat. Ia hanya bisa terjun
tiap Ahad pagi di Serpong, dengan payung kesukaannya, Swift
Paraflight, tipe terkecil di dunia. Sehari-hari Robbie, putra
pengusaha susu perah di Lembang, Jawa Barat, bekerja di PT
165--sebagai konsultan teknik, interior disain dan penerjunan.
Sebagai pelatih terjun di korps marinir, Robbie - yang selalu
bermimpi ingin mengajak semua orang terjun--punya pengalaman
menggetarkan. September tahun lalu payungnya kuncup ketika
melakukan formasi canopy rel, terjun bersusun. Robbie jatuh
dari ketinggian 50 meter Yasmin menerit. "Saya kira ia sudah
mati waktu itu." Kok tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini