DI lereng Gunung Cireme, dekat Cirebon, 32 tahun silam (25 Maret
1947) berlangsung Persetujuan Linggajati. Indonesia diwakili PM
Sutan Syahrir, Belanda diwakili Komisaris Jendral Schermerhorn.
Tapi siapakah pemilik rumah yang dipakai perundingan itu?
Rumah itu didirikan oleh van Os, seorang administrator Belanda.
Lalu, ketika di Yogyakarta dilangsungkan Kongres
Obstetri-Ginekologi Indonesia IV, 10 - 15 Juni lalu, ternyata
anak Meneer van Os hadir sebagai peserta. Ialah Willem AA van Os
MD. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil.
Ia lahir 1 Juni 1930. "Saya senang negeri ini sebab saya
dilahirkan di sini," ujarnya. Tahun 1947 ia meninggalkan
Indonesia. Lalu di depan para wartawan Yogya, ia mengutarakan
keinginannya: memberikan sumbangan uang untuk biaya pemugaran
bekas rumahnya yang kini jadi monumen bersejarah itu. "Tapi saya
tak tahu, ke mana uang itu mesti diberikan." Prof. H. Marsidi
Judono, Penasehat Ahli BKKBN Pusat, kepada TEMPO menyatakan ia
sudah berusaha menghubungi Dr. Nugroho Notosusanto, Kepala Pusat
Sejarah ABRI. Tapi ternyata tidak gampang.
Berapa uang yang akan disumbangkan, yang bersangkutan tak
bersedia menyebut.
Dalam kongres di Yogya itu ternyata ia juga menyampaikan bantuan
dari Pemerintah Belanda: 200 ribu alat kontrasepsi (IUD) baru
yang bernama Multiload, ciptaannya endiri. Alat itu terbuat
dari tembaga Copper. "Dengan tembaga itu, sperma bisa klenger,"
komentar Prof. Judono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini