Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Novelnya difilmkan

Pengarang novel, ashadi siregar sibuk mendampingi sutradara film wim umboh menangani film kugapai cintamu. empat novelnya difilmkan. ia lebih suka menulis novel dari pada skenario film.

11 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGARANG novel populer yang juga dosen publisistik Universitas Gajah ada, Ashadi Siregar, hari-hari terakhir ini tidak mudah ditemukan di kampus universitasnya. Sibuk menulis novel? Ternyata tidak. Siang malam Ashadi bisa ditemukan di samping sutradara Wim Umboh yang berada di Yogyakarta menyutradarai film Kugapai Cintamu yang diangkat dari novel Ashadi. Jadi penasehat Wim? Ternyata tidak juga. "Saya cuma senang lihat Wim bekerja. Novel saya menjadi kaya di tangannya", begitu Ashadi berkomentar. Kugapai Cintamu bukan novel Ashadi pertama yang difilmkan. Sebelumnya, Ami Priono telah menyutradarai Kampus Biru. Adalah sukses Kampus Biru yang mendorong sejumlah produser untuk membeli novel-novel Ashadi yang sebagian besar telah diterbitkan secara berseri oleh harian Kompas Jakarta. "Ermpat novel saya yang telah terbit sudah habis dibeli oleh produser film", kata Ashadi. Dan karena harganya lebih dari lumayan, tentu saja jadi orang berduit. Tapi kecuali memiliki sebuah mobil Fiat buatan tahun enam puluhan, pengarang muda kelahiran Pematang Siantar ini nyaris tak punya apa-apa. "Hidup membujang begini menghabiskan terlalu banyak", kata Ashadi yang masih tetap nyewa kamar di salah satu bagian kota Yogya. Mengapa tak kawin saja? "Wah, hingga kini masih belum saja ada gadis yang senang padaku", begitu jawabnya. Ashadi yang menghabiskan banyak uangnya untuk mentraktir teman-temannya itu mempunyai cara tersendiri dalam berurusan dengan para produser yang membuthkan novelnya. "Saya tidak layani produser. Saya menjual novel saya kepada sutradara yang saya percayai bisa membuat film. Soal cukong mana yang memberi uang kepada si sutradara, itu bukan urusan saya", begitu Ashadi menjelaskan. Karena semua novelnya sudah terjual, banyak juga produser yang mendesak Ashadi menulis cerita untuk difilmkan. Ashadi yang pendiam itu jadi dongkol. "Apa dikiranya menulis cerita itu gampang, apa? Ini orang mengira bisa bikin novel sama dengan bikin es lilin rupanya". Ashadi bukan cuma tidak sudi membuat cerita pesanan, ia bahkan tidak bersedia membuat skenario dari novelnovelnya. Xatanya: "Menulis skenario itu perlu ilmu tersendiri. Dari pada saya menghabiskan energi menulis skenario, lebih baik saya nulis novel saja". Dan harga novel kan lebih mahal, bung?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus