PENGARANG novel populer yang juga dosen publisistik Universitas
Gajah ada, Ashadi Siregar, hari-hari terakhir ini tidak mudah
ditemukan di kampus universitasnya. Sibuk menulis novel?
Ternyata tidak. Siang malam Ashadi bisa ditemukan di samping
sutradara Wim Umboh yang berada di Yogyakarta menyutradarai film
Kugapai Cintamu yang diangkat dari novel Ashadi. Jadi penasehat
Wim? Ternyata tidak juga. "Saya cuma senang lihat Wim bekerja.
Novel saya menjadi kaya di tangannya", begitu Ashadi
berkomentar.
Kugapai Cintamu bukan novel Ashadi pertama yang difilmkan.
Sebelumnya, Ami Priono telah menyutradarai Kampus Biru. Adalah
sukses Kampus Biru yang mendorong sejumlah produser untuk
membeli novel-novel Ashadi yang sebagian besar telah diterbitkan
secara berseri oleh harian Kompas Jakarta. "Ermpat novel saya
yang telah terbit sudah habis dibeli oleh produser film", kata
Ashadi. Dan karena harganya lebih dari lumayan, tentu saja jadi
orang berduit. Tapi kecuali memiliki sebuah mobil Fiat buatan
tahun enam puluhan, pengarang muda kelahiran Pematang Siantar
ini nyaris tak punya apa-apa. "Hidup membujang begini
menghabiskan terlalu banyak", kata Ashadi yang masih tetap nyewa
kamar di salah satu bagian kota Yogya. Mengapa tak kawin saja?
"Wah, hingga kini masih belum saja ada gadis yang senang
padaku", begitu jawabnya.
Ashadi yang menghabiskan banyak uangnya untuk mentraktir
teman-temannya itu mempunyai cara tersendiri dalam berurusan
dengan para produser yang membuthkan novelnya. "Saya tidak
layani produser. Saya menjual novel saya kepada sutradara yang
saya percayai bisa membuat film. Soal cukong mana yang memberi
uang kepada si sutradara, itu bukan urusan saya", begitu Ashadi
menjelaskan.
Karena semua novelnya sudah terjual, banyak juga produser yang
mendesak Ashadi menulis cerita untuk difilmkan. Ashadi yang
pendiam itu jadi dongkol. "Apa dikiranya menulis cerita itu
gampang, apa? Ini orang mengira bisa bikin novel sama dengan
bikin es lilin rupanya".
Ashadi bukan cuma tidak sudi membuat cerita pesanan, ia bahkan
tidak bersedia membuat skenario dari novelnovelnya. Xatanya:
"Menulis skenario itu perlu ilmu tersendiri. Dari pada saya
menghabiskan energi menulis skenario, lebih baik saya nulis
novel saja". Dan harga novel kan lebih mahal, bung?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini