Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peggy Melati Sukma, 30 tahun, sedang berbunga-bunga-. Kerja kerasnya se-bagai kepala proyek pementasan Teater Tanah Air di Festival Teater Anak-Anak Dunia di Jerman pada 14-21 Juli lalu berbuah medali emas. Ini ke-me-nangan kedua bagi tea-ter asuhan Jose Rizal Ma-nua itu, setelah dua tahun lalu menjadi jua-ra di tingkat Asia Pasifik -di Jepang.
Wajah Peggy kian berbinar ketika para kepala proyek dalam festival itu, yang rata-rata berusia di atas 40 tahun, menyangka Peggy baru 23 tahun. ”Mereka bilang, kepala tim Indonesia mu-da banget,” kata-nya- terkekeh. ”Saya malu- ju-ga- meng-aku sudah jauh di atasnya.”
Tiba di Tanah Air, Peggy- tak bisa berleha-leha. Ia kem-ba-li terlibat dalam pementasan teater. Kali ini bukan sebagai kepala proyek, melainkan pemain dalam lakon Jamilah dan Sang Presiden dari kelompok Teater Satu- Merah Panggung. Ini pekerjaan lebih berat karena ia harus berkeliling Indonesia hingga sebulan ke depan.
Di pentas itu Peggy mela-koni tokoh kepala sipir penjara. Ia bersahabat dengan Jami-lah-, seorang pelacur yang mem-bunuh seorang men-teri lang-ganannya. ”Ini kritik ba-gi pemerintah, biar lebih seri-us- menangani perdagangan ma-nusia,” ucapnya. Ya deh, a-sal yang dikritik paham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo