Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELASA dua pekan lalu, seusai rapat paripurna pengesahan Undang-Undang Perlindungan Sak-si dan Korban di gedung parlemen, Senayan, Menteri Hamid Awaludin mendadak ambruk. Kadar koleste-rol dan tekanan darahnya melambung. "Semua gelap. Saya kolaps," kata Hamid. Setelah dua jam dirawat di klinik DPR, baru Hamid diizinkan pulang.
Ambruknya Hamid, bekas wartawan yang belasan tahun belajar hukum di Amerika Serikat itu, pasti ada hubung-annya dengan gencarnya berita yang mengaitkannya dengan skandal korupsi pengadaan segel surat suara pemilu 2004 yang tengah disidangkan Pengadil-an Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa dalam perkara itu, Daan Dimara, bekas kolega Hamid di Komisi Pemilihan Umum, menudingnya terlibat. "Saya tidak biasa berada dalam situasi seperti ini," katanya.
Sabtu pekan lalu, kepada wartawan Tempo, Wenseslaus Manggut, Arif Kuswardono, dan Wahyu Dhyatmika, Hamid menjelaskan panjang-le-bar soal tu-duhan itu, termasuk tuduhan dia berusaha menyuap dan mengancam kuasa hukum Daan. Berikut -petikannya.
Anda disebut memimpin rapat penentuan harga segel surat suara.
Itu tidak benar. Soal kapan pertemuan itu saja ada ke-saksian yang berbeda-beda. Daan Dimara bilang tanggal 14 Juni, Bakri Asnuri bilang tanggal 12 Juni. Jadi saya -tidak tahu pertemuan mana (yang dimaksud).
Tapi ada lima orang bersaksi demikian.
Begini. Kalau saja saya dan dua pengawal saya di luar bersepakat bahwa kami melihat Anda memukul saya, bagaimana itu? Padahal tidak ada bukti.
Anda menuduh para saksi bersumpah palsu?
Saya tidak bicara seperti itu. Saya merasa tidak pernah membicarakan harga. Kalau ha-nya duduk-duduk bersama, ya, bisa saja. -Soalnya, kalau ada rapat resmi, pasti ada notulensi, ada daftar hadir.
Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin mengakui banyak rapat di KPU dilakukan tanpa notulensi.
Bisa saja ada rapat tanpa notulensi. Itu mungkin saja. Tapi, kalau rapat peng-ambilan keputusan, tidak mungkin. Ini rapat (yang dituduhkan pada Hamid-Red) adalah rapat pengambilan keputus-an, lho. Menentukan harga. Bagaimana mungkin tidak ada notulensi.
Anda membantah menentukan harga segel?
Siapa yang menentukan harga Rp 99? Itu ada di dokumen yang ditandata-ngani Sentot Marzuki (konsultan KPU). Semua dokumen berita acara rapat penawaran, rapat negosiasi harga, sampai surat laporan ke Biro Keuangan KPU, ditanda-tangani Daan Dimara -sebagai ketua panitia pengadaan segel surat suara.
Menurut saksi, semua dokumen itu palsu karena dibuat mundur.
Itu bukan urusan saya. Saya ha-nya ingin mengatakan, kalau rapat yang tidak mengambil keputusan saja ada -dokumennya, kenapa tiba-tiba rapat yang dituduhkan pada saya tidak ada -do-kumennya.
Daan Dimara menuding Anda mena-war-kan bantuan keuangan untuk ke-luarganya?
La ilaha illallah ya rabbi..., kok begini kezaliman terjadi? Itu tidak benar. Yang terjadi adalah, ketika kami bertemu sebelum sidang, saya salami dan saya peluk dia. Ada pengacaranya di situ. Dia bilang: bisakah kita bertemu empat mata? Setelah berdua di ruang saksi, Daan bilang: aduh beginilah keadaan saya, Pak Hamid. Saya tanya keadaan keluarganya. Lalu saya sambung: Meneer Daan, kalau ada sesuatu yang bisa saya perbuat untuk keluarga di luar, tolong disampaikan sesuai dengan kemampuan saya. Sekarang saya tanya Anda, apakah itu pernyataan mau menyogok? Itu namanya courtesy language.
Anda juga dituding meng-ancam pengacara Daan Dimara, Erick Paat?
Di akhir pertemuan, saya bilang: Pak Daan, sebagai teman, bisakah saya minta tolong? Dia bilang bisa. Saya bilang: beri tahu pengacara Anda, jangan memojokkan saya lagi di koran-koran. Yang profesional saja, yang wajar-wajar saja. Kalau saya dipojokkan terus, jangan sampai ada kesan ini personal.
Saya tidak melakukan apa pun, kok saya dianggap mengancam.
Kabarnya, Anda akan diadukan ke Asosiasi Advokat Indonesia?
Saya tidak akan melawan. Teman-teman media sudah berpihak, memberi judgement pada saya. Apa bisa saya melawan media? Saya pasrah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo