Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang kerjanya, Pater Heuken menempatkan empat rak buku dari kayu. Dua di antaranya khusus menyimpan buku yang ditulisnya. Berjumlah lebih dari 260 buku dengan tema bervariasi, antara lain rohani, politik, ensiklopedia, dan sejarah Jakartatema yang paling sedikit ditulisnya. Bahan-bahan referensi tertata rapi di meja kerjanya yang juga tak pernah kosong dari kitab brevir atau buku doa harian, dan rosario kayu.
Sebelum tiba di Indonesia, saya sudah menulis tiga buku di Jerman, dimulai pada 1953. Semuanya buku rohani. Di Indonesia, awalnya saya diminta membantu Pater Josephus Beek membuat buku. Saya sempat memimpin penerbitan Kongregasi Maria pada 1967. Mula-mula saya mulai menulis buku rohani. Yang pertama adalah seri Kursus Kader Katolik.
Lama-lama, saya ingin menulis buku dengan tema lain, seperti sejarah. Saya ingin membuat buku yang dibaca oleh banyak orang, tidak hanya untuk satu golongan atau kelompok. Maka saya pun memikirkan mengganti nama penerbitan agar lebih bisa diterima banyak kalangan. Rekan saya, Pater Jan Baker, mengusulkan nama Cipta Loka Caraka, yang berarti tempat menyiarkan hal baik. Pada 1970, saya mendaftarkan nama itu sebagai yayasan yang saya pimpin sampai sekarang.
Buku saya yang paling laris bukan tentang Jakarta. Justru buku rohani Ensiklopedi Orang Kudus, yang sudah dicetak belasan kali, dengan sekali cetak 4.000 eksemplar. Saya semula tidak tahu kenapa buku itu laris. Ternyata buku tersebut ada di hampir semua gereja Katolik. Menurut beberapa pastor, buku tersebut menjadi referensi umat saat mencari nama baptis untuk anak mereka.
Yang juga laku dan terus dicetak adalahKamus Jerman-Indonesia,yang saya buat karena desakan Langenscheidt, penerbit terbesar di Jerman. Saya menulisnya bersama Elizabeth Ratna Cahyono Sinaga, orang Indonesia yang kawin dengan orang Jerman. Sebagai acuan, saya menggunakan kamus Inggris-Jerman yang sangat tebal, kiriman dari Langenscheidt.
Saya memilah kata-kata dari kamus Inggris-Jerman agar bisa digunakan oleh orang Indonesia. Misalnyahonigyang artinya madu, tentu saya masukkan. Sedangkan türkischehonig, artinya agar-agar yang diberi gula, saya singkirkan karena tidak diperlukan di Indonesia, meski saya suka manisan itu. Kadang dalam satu jam saya hanya bisa mengartikan satu kata. Pekerjaan ini memakan waktu satu setengah tahun. Kamus itu terbit pada 1988. Sepuluh tahun kemudian, muncul Kamus Indonesia-Jerman.
Sebagian buku yang saya tulis ada bajakannya atau digunakan dan ditampilkan tanpa izin. Ada seorang kepala penerbitan pernah bercerita kepada saya bahwa dia menggunakan kamus buatan saya sebagai bahan membuat kamus baru dalam bentuk yang lebih kecil. Orang suka dan membelinya, padahal isinya sama.
Saya juga pernah menemukan penggalan buku saya di Internet tanpa ada izin dari saya. Saya tidak mempermasalahkan buku saya dikutip tanpa izin. Yang penting itu berguna untuk orang lain. Hanya satu kali saya menggugat ke pengadilan, yaitu saat saya dan penerbit melaporkan seorang warga Bekasi karena mencetak buku saya tanpa izin penerbit.
Tunggakan buku saya masih banyak. Saya mencoba menyelesaikannya semampu mungkin. Entah sampai kapan. Saya kira tidak ada yang bisa menggantikan saya dan melanjutkan menulis buku. Orang yang melanjutkan harus bisa banyak bahasa, tahu sejarah, bisa menulis. Dia juga harus bisa duduk tenang dan tak sering keluar rumah. Serikat Yesus sepertinya tidak punya calon untuk menggantikan saya. Ada yang bisa menulis tapi hanya kerja sampingan, berbeda dengan saya yang full time. Kalau saya meninggal, saya kira Yayasan Cipta Loka Caraka akan tutup.
Nur Alfiyah, Pramono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo