Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyak yang berubah dalam hidup Saldi Isra sejak dilantik menjadi hakim Mahkamah Konstitusi oleh Presiden Joko Widodo pada 11 April lalu. Ia harus pindah ke Jakarta, menanggalkan identitasnya sebagai pengajar di Universitas Andalas, Padang, yang melekat sejak 22 tahun silam; puasa menulis di media; hingga membatasi berkumpul dengan teman-temannya. "Berubahnya 180 derajat," kata Saldi, 48 tahun, di dalam Toyota Camry hitam, yang dituntun voorrijder, membelah kemacetan Jakarta pada Rabu sore tiga pekan lalu.
Pakar hukum tata negara yang menggantikan Patrialis Akbar--tersangka kasus dugaan suap uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi--ini mengatakan tidak terbiasa dengan pengawalan. Tapi Saldi hanya bisa pasrah mengikuti prosedur tetap hakim konstitusi. Toh, ia sedang bergegas mengejar pesawat ke Padang, demi memenuhi janji kepada anak sulungnya untuk pulang setiap akhir pekan.
Kepada wartawan Tempo Reza Maulana dan Nur Alfiyah, dalam perjalanan 30 kilometer dari gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, ke Bandar Udara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten, Saldi blakblakan soal alasannya menjadi hakim konstitusi. Ia juga mengungkapkan kelemahan Mahkamah Konstitusi dan mengapa kasus suap hakim konstitusi bisa terulang.
Saldi, hakim termuda di Mahkamah Konstitusi saat ini, pun merasa heran karena Presiden Jokowi, yang memanggilnya saat penyusunan Kabinet Kerja pada Oktober 2014, tidak mengajaknya berbicara menjelang pelantikan. "Bagi saya, itu menjadi tanda tanya," ujarnya. Wawancara tambahan berlangsung di ruang tamu hakim di gedung Mahkamah Konstitusi, Jumat pagi pekan lalu.
Ada anggapan Anda terpilih karena dekat dengan Presiden Joko Widodo. Tanggapan Anda?
Beberapa kali bertemu dan dimintai pendapat, ya. Tapi apakah itu dapat didefinisikan dekat? Kritik saya terhadap Jokowi sama dengan kritik saya terhadap Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya. Ada kumpulan tulisan saya dalam buku 10 Tahun Bersama SBY dan ada buku Hukum yang Terabaikan yang mengkritik kebijakan hukum Jokowi-JK. Sama kerasnya.
Sebagai hakim yang diajukan Presiden, ada pesan khusus dari Jokowi?
Tidak ada. Saya juga merasa aneh. Sewaktu menjadi anggota panitia seleksi hakim konstitusi pada 2015 (yang menempatkan I Dewa Gede Palguna di MK), setahu saya Pak Palguna dipanggil Presiden sebelum pengucapan sumpah. Tapi saya sama sekali tidak. Bagi saya, itu menjadi tanda tanya. Bahkan, selesai pengucapan sumpah di Istana, Pak Jokowi berbicara singkat sekali. "Prof Saldi, selamat, ya. Tolong jaga MK."
Anda bertanya kepada Palguna waktu itu Presiden berbicara apa?
Saya tidak tanya. Cuma tahu ketika itu dia dipanggil Presiden. Standarnya memang begitu menurut saya.
Mengapa Anda menunggu sampai hari terakhir untuk mendaftar sebagai hakim konstitusi?
Saya perlu waktu lama memutuskan karena, pertama, sejak jadi pengajar pada 1 Desember 1995, saya belum pernah menanggalkan identitas sebagai dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas. Kalau diterima, status itu harus ditanggalkan. Kedua, tidak ada peristiwa besar terkait dengan hukum tata negara yang saya tidak ikuti, baik terlibat maupun dimintai pendapat. Sementara itu, kalau jadi hakim, saya harus menahan diri, tidak berpendapat. Berubahnya 180 derajat.
Kabarnya, keluarga juga menentang?
Anak tertua saya (Wardah A. Ikhsaniah, 17 tahun) tidak mau saya menjadi hakim MK. Sampai detik-detik akhir diumumkan, dia tetap tidak mengizinkan. Setelah ibunya membujuk, okelah, tapi ada janji: Ayah harus pulang ke Padang tiap akhir pekan.
Mengapa dia menolak?
Saya enggak tahu. Dulu, ketika saya dipanggil Jokowi pada 2014, dia juga yang menolak mati-matian. Mungkin dia takut karena melihat pengalaman pejabat publik yang banyak tersandung kasus. Apalagi saat ini saya menggantikan orang yang terkait dengan kasus.
Apa yang membuat Anda akhirnya maju?
Kalau menjadi hakim konstitusi, saya membuka kesempatan kepada generasi baru di Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas muncul ke level lebih tinggi. Alasan kedua, saya ditantang Refly Harun, Zainal Arifin Mochtar, dan Mahfud Md. Mereka menyinggung soal zona nyaman sebagai profesor dan kritikus. Hampir tidak ada pihak yang tidak mengundang saya untuk dimintai masukan dan pendapat, termasuk MK. Saya berkali-kali diangkat menjadi anggota tim seleksi. Apalagi waktu itu saya menjadi Komisaris Utama PT Semen Padang. Orang bilang saya sudah enak dan tidak perlu memikirkan apa-apa. Itu yang paling menohok saya.
Anda langsung mendaftar setelah mereka dorong?
Terakhir, Pak Mahfud bilang, kalau saya tidak mau masuk MK sekarang, berarti saya tidak ingin membuka pintu masuknya generasi baru ke Mahkamah Konstitusi. Saya dianggap generasi baru ahli hukum tata negara Indonesia. Sebelumnya ada Pak Jimly Asshidiqie, Mahfud Md., Yusril Ihza Mahendra. Karena itu, saya bismillah.
Menurut Anda, siapa Ketua MK terbaik?
Periode pertama, masa kepemimpinan Jimly Asshiddiqie (2003-2009) paling menarik. Beliau mampu membangun sistem institusi dan hasilnya menjadi benchmark. Kemudian, periode Pak Mahfud Md. (2009-2013). Di era itu, paling banyak pengujian undang-undang terkait dengan korupsi dan MK dianggap benteng agenda pemberantasan korupsi.
Banyak orang menganggap putusan di era awal lebih berkualitas. Anda sependapat?
Saya juga berpendapat begitu dulu. Tapi beda zaman, beda situasi. Di masa Pak Jimly, kasus belum sebanyak sekarang (Rekapitulasi Perkara MK menunjukkan permohonan pengujian undang-undang tak lebih dari 46 per tahun di era Jimly. Sejak 2012, menjadi lebih dari 100 per tahun). Makanya salah satu tantangan terbesar Mahkamah Konstitusi sekarang adalah mengembalikan kondisi itu.
Caranya?
Dengan memperbaiki sistem. Semua elemen Mahkamah Konstitusi harus memberikan kontribusi terhadap putusan yang berkualitas. Tidak semua pihak setuju putusan MK, tapi yang penting kami membangun argumentasi yang kuat. Misalnya keputusan memulihkan hak pilih keturunan Partai Komunis Indonesia. Untuk mencapainya, salah satunya dengan justice office. Saya bayangkan hakim konstitusi akan dibantu 10-12 anggota staf untuk penyelesaian kerja pokok mereka. Hakim kan tidak menguasai semua bidang. Mereka membantu menelusuri apakah permohonan yang diajukan berkaitan dengan permohonan sebelumnya dan bagaimana pertimbangan terdahulu.
Siapa yang akan mengisi justice office?
Ada sekelompok anak muda sebagai peneliti. Pekerjaan mereka akan sama, cuma perlu didistribusikan ke hakim. Tidak perlu menambah staf, hanya melakukan assessment ulang. Delapan hakim lain setuju dengan ide ini.
Jadi setiap hakim konstitusi sudah didampingi peneliti?
Jumlahnya belum seperti yang saya bayangkan. Saya dibantu lima orang: dua peneliti, sekretaris yudisial, sekretaris umum, dan panitera pengganti. Saya pikir harus lebih banyak, seperti hakim agung di Amerika Serikat yang punya banyak pembantu.
Apa hal terpenting yang Anda ingin lakukan?
Saya punya mimpi ingin memulihkan kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi. Setelah anjlok pada kasus Pak Akil (Mochtar, Ketua MK yang terlibat suap dalam kasus sengketa pemilihan kepala daerah, Oktober 2013), citra MK pelan-pelan naik, sehingga mencapai kepercayaan publik 70 persen. Tiba-tiba hancur lagi karena kasus Pak Patrialis. Ditambah kasus pencurian berkas oleh pegawai MK, Maret lalu. Kepercayaan publik sudah harus pulih menjelang Pemilihan Umum 2019. Mimpi kedua, saya mau mendapat pengayaan baru dalam khazanah hukum tata negara, sehingga, saat masa tugas selesai, saya punya bekal tambahan kembali hadir di depan mahasiswa. Yang jadi masalah kalau mau jabatan ini dan itu.
Termasuk ditawari jadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia?
(Saldi tertawa dan menggelengkan kepala.)
Maret lalu, Anda mengusulkan pembatasan tamu bagi hakim konstitusi. Sudah terwujud?
Mahkamah Konstitusi sedang menyiapkan ruang tamu bersama. Hakim dilarang menerima tamu di ruang kerja.
Sebelumnya, MK tidak mengatur soal tamu?
Rasanya ada, tapi tidak dijalankan dengan ketat. Melihat pengalaman Pak Akil dan Patrialis, tamu bisa masuk sampai ruangan hakim, bahkan berfoto di meja kerja. Itu rawan.
Mengapa suap hakim konstitusi bisa berulang?
Sistem sudah dibangun dengan sangat rapi. Punya Dewan Etik dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang menjadi penjaga. Mulai Mei lalu, kami punya Dewan Etik baru. Diketuai Achmad Roestandi, mantan hakim konstitusi; Kiai Haji Salahuddin Wahid dari unsur tokoh masyarakat; dan Bintan Saragih dari akademikus. Paling tidak dua hari sepekan mereka berkantor di Mahkamah Konstitusi, tapi sekretariat buka terus sehingga bisa terima laporan.
Pengawasan seperti itu cukup?
Tergantung masyarakat juga. Masyarakat harus mewakafkan waktunya menjaga Mahkamah Konstitusi. Di dalam, sesama hakim saling mengingatkan terus-menerus. Problemnya, tidak semua gerak-gerik hakim bisa terpantau. Maka yang paling penting adalah hakim harus berpikir, kalau salah melangkah, dia menghancurkan institusinya.
Bagaimana jika ada hakim yang tidak peduli hal itu?
Ya, enggak usah jadi hakim. Pada 2006, saya pernah tanya kepada seorang hakim agung Skotlandia soal menjaga integritas. Di sana, hakim agung diberi gelar sir. Jika melanggar, tidak hanya diberhentikan, gelar itu juga dicabut. Bagi mereka, itu sangat memalukan dan sama dengan kematian. Di Amerika Serikat, hakim agung adalah para lawyer besar yang ibarat punya mesin duit. Mereka mau meninggalkan profesi dan penghasilannya demi posisi terhormat, meski penghasilannya tergolong kecil.
Berapa gaji Anda?
Saya baru melihat daftarnya kemarin, he-he-he…, sekitar Rp 74 juta sebulan.
Lebih besar dibanding pendapatan Anda sebelumnya?
Sebagai komisaris utama di Semen Padang, satu bulan saya dibayar Rp 58 juta. Ditambah penghasilan sebagai pengajar, ya, imbanglah. Tapi sebelumnya kan saya bisa punya income dari mana-mana, misalnya konsultan. Saya pernah jadi konsultan dibayar US$ 1.000 dolar per hari untuk masa kerja 100 hari.
Jadi secara total bisa dibilang menurun?
Ha-ha-ha…. Tapi ada juga kompensasinya. Menjadi hakim konstitusi adalah mimpi saya sejak Mahkamah Konstitusi terbentuk. Bahkan skripsi saya tentang judicial review. Hanya, saya berpikir tidak secepat ini, mungkin setelah usia 55, supaya lebih matang.
Perlukah kita meniru supreme court di Amerika, yang hakimnya menjabat seumur hidup?
Saya tidak mau menjawab itu karena sedang ada pengujiannya di Mahkamah Konstitusi. Sekarang ada permohonan yang meminta supaya masa jabatan hakim konstitusi lima tahun dan bisa dipilih kembali.
Siapa yang mengajukan?
Binsar Gultom, hakim karier dari Mahkamah Agung, dan sekelompok praktisi dari Universitas Indonesia.
Apa perubahan internal yang paling terasa setelah satu bulan Anda bergabung di MK?
Sebagian usul saya dulu sudah berjalan, meski dengan bentuk dan jumlah berbeda. Misalnya, konsep justice office yang saya tawarkan.
Banyak pihak menyebut pengambilan putusan Mahkamah Konstitusi lamban. Anda sepakat?
Begitu saya sampai di dalam, rupanya sudah ada semacam komitmen hakim bahwa Mahkamah Konstitusi menargetkan memutus paling tidak sepuluh permohonan dalam satu bulan. Semua hakim ingin semua kasus lama selesai tahun ini.
Berapa tunggakan perkara?
Tujuh puluh delapan, ditambah 30 permohonan baru tahun ini. Pelan-pelan pasti akan habis.
Apa dasar komitmen tersebut?
Sebentar lagi, begitu Undang-Undang Pemilihan Umum diketuk, akan ada banyak permohonan terkait dengan Pemilu 2019. Tahun depan ada pilkada serentak lagi. Kalau tidak digenjot, berpotensi menambah tumpukan terus-menerus.
Dengan kerja maraton seperti itu, bagaimana menjaga kualitas putusan?
Setelah rapat permusyawaratan hakim, setiap hakim akan memberikan semacam opininya terhadap permohonan itu. Lalu akan diserahkan ke hakim drafter untuk dibuat rancangan putusannya. Setelah itu, tahap finalisasi. Draf putusan ditayangkan, dibaca bersama-sama, apa yang harus diperbaiki, ditambah, dan dikurangi. Setelah selesai, dibaca oleh pembaca akhir untuk perbaikan redaksi dan sebagainya.
Anda pernah menilai banyaknya pengujian menunjukkan kualitas undang-undang kita lemah.
Sering terjadi, pembentuk undang-undang berdebat terlalu lama, lalu putuskan dan bilang, "Yang tidak setuju, datang saja ke Mahkamah Konstitusi." Seharusnya tuntaskan di sana.
Tingginya permohonan juga berarti Mahkamah Konstitusi makin diterima masyarakat?
Ya. Kalau ada yang kesehariannya dirugikan undang-undang, dia langsung datangi MK. Tapi ada juga yang tidak ada hubungannya. Seperti beberapa waktu lalu, ada seseorang minta lembaga swadaya masyarakatnya diakui sebagai lembaga negara.
Ada pakar yang menyatakan putusan MK konservatif.
Apa pun permohonannya, pihak yang dikabulkan akan mengatakan cara berpikir MK moderat. Tapi, jika ditolak, MK dibilang konservatif. Yang penting, apa pun putusan MK, basis argumentasinya yang diperkuat, sehingga orang bisa membaca kenapa akhirnya MK menolak atau mengabulkan.
Apa kekurangan Mahkamah Konstitusi selama ini?
Salah satu yang saya tawarkan dan diterima ketua dan hakim lainnya adalah, kalau para pihak mengajukan ahli, ada syarat tambahan, yaitu keterangan tertulis mereka harus sudah diterima kepaniteraan paling lambat 2 x 24 jam sebelum mereka memberikan keterangan agar hakim memiliki waktu membacanya sebelum masuk sidang.
Sebelumnya tidak ada aturan soal itu?
Banyak ahli yang memberikan keterangan tertulis saat sidang. Jadi enggak ada waktu bagi hakim untuk mendalami. Enggak boleh begitu lagi.
Mahkamah Konstitusi sering dianggap melebihi wewenangnya karena saat judicial review malah membuat hukum baru.
Ini debat klasik pada orang yang mempelajari judicial review. Orang mengatakan MK memutus lebih dari yang diminta, yang disebut ultra petita. Atau MK seharusnya membatalkan tapi malah membikin norma baru. Bagaimana mau melarang melakukan ultra petita kalau konsep dasar judicial review itu muncul di Amerika Serikat pada 1803 melalui kasus yang dianggap ultra petita? Jadi, karena hakim memutus lebih dari yang diminta,itulah yang menjadi ide dan gagasan awal peradilan konstitusi.
Bagaimana dengan anggapan ketidakadilan dalam membatalkan undang-undang?
Sama saja. Mereka bilang masak undang-undang yang dibuat oleh 560 orang ditambah pemerintah bisa dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Penjelasannya tidak melihat jumlah, tapi konsep membangun mekanisme checks and balances dalam sistem ketatanegaraan. Ada lembaga yang diberi otoritas konstitusi untuk membuat undang-undang, ada pula lembaga lain yang diberi otoritas mengoreksi undang-undang, kalau bertentangan dengan konstitusi. Itu debat klasik yang tidak berkesudahan.
Selama dua bulan bertugas, ada yang mendekati Anda terkait dengan perkara?
Sudah sepuluh kali sidang pilkada, juga permohonan lain, seperti makar, tidak ada. Seandainya ada yang mencoba melobi, saya hanya satu dari sembilan hakim. Jadi enggak masuk akal, kecuali dia melobi lima hakim.
Ada yang mencoba melobi via telepon?
Tidak ada juga. Saya sangat membatasi komunikasi. Begitu jadi hakim, saya pamit ke hampir semua grup WhatsApp, dari grup teman seangkatan kuliah sampai badminton. Dari 20 grup, tinggal tiga, mereka kerabat dekat.
Mobil dinas Anda ini bekas digunakan Patrialis?
Iya. Apartemen juga. Kamar yang saya tempati sekarang bekas kamar Pak Patrialis.
Saldi Isra
Tempat dan tanggal lahir:
Paninggahan, Solok, Sumatera Barat, 20 Agustus 1968
Pendidikan:
- Sarjana hukum Universitas Andalas (lulus 1995),
- Master of Public Administration, University of Malaya (lulus 2001),
- Doktor ilmu hukum Universitas Gadjah Mada (lulus 2009)
Karier:
- Hakim Konstitusi RI (2017-2022),
- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (non-aktif sejak 11 April 2017),
- Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas (2004-11 April 2017),
- Komisaris Utama PT Semen Padang (11 Mei 2016-11 April 2017),
- Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Andalas (2010-2016)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo