Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKTOR dan politikus Rieke Diah Pitaloka mewujudkan kecintaannya pada puisi yang sudah terpatri sejak ia kecil melalui buku kumpulan puisi Ruang Doa. Dibanding kumpulan puisi sebelumnya, Renungan Kloset: Dari Cengkeh sampai Utrecht (2003), kali ini sajak-sajaknya terasa liris dan spiritualis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buku puisi yang berisi 20 sajak itu memang merangkum perjalanan spiritual Rieke ketika menjalani ibadah umrah dan haji. “Boleh dikatakan puisi menjadi ruang doa serta merekam perjalanan spiritual dan perjuangan saya,” kata Rieke kepada Tempo, Kamis, 13 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rieke menuturkan, ada peristiwa penting yang perlu disikapi dengan berdoa. “Jadi enggak marah, enggak kesel, tuangkan ke dalam doa kita, yang memutuskan Allah,” tuturnya.
Salah satu puisinya, “Perempuan yang Mati di Muzdalifah”, terinspirasi pengalaman yang sangat menyentuh Rieke dalam perjalanan ke Arafah. Di tengah gempuran cuaca panas sangat ekstrem saat itu, ada anggota jemaah haji yang sudah sepuh wafat di sana.
“Sebenarnya saya marah, karena kok bisa seperti itu? Tapi kita kan enggak boleh marah di sana. Kejadian itu seolah-olah menjadi peringatan kita,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Selain itu, puisi sebagai ruang doa menjadi sarana healing bagi Rieke selama perjalanan tiga periode menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. “Saya tidak bisa memisahkan diri dari doa. Jadi, setiap kali mau bekerja, mengambil keputusan, bahkan bicara, selalu ada doa di situ,” ucapnya.
Sejak kecil, Rieke memang suka membaca puisi. Perempuan yang lahir pada 8 Januari 1974 ini juga sudah akrab dengan buku cerita yang dikenalkan oleh ibunya. “Ibu membacakan dongeng pengantar tidur hingga puisi dari para penyair. Jadi saya sudah terbiasa,” ujarnya.
Saat masih di taman kanak-kanak, perempuan bernama lengkap Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari ini acap mengikuti lomba membaca puisi. “Saya menjadi juara kedua dari dua peserta. Hadiahnya piala besar,” kata pemeran Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo