ADA malam terakhir pementasan drama Wah oleh Teater Mandiri di Gedung Kesenian Jakarta, Senin pekan lalu, muncul seorang lelaki kumal menyandang kamera video jenis mutakhir. Ia bebas hilir mudik bahkan sampai di panggung pertunjukan. Pengurus Gedung Kesenian sempat dibuat kaget dan segera hendak mengusir. Menurut peraturan, siapa pun tak diperbolehkan mengabadikan pergelaran, baik dengan kamera biasa apalagi dengan video. Tapi ternyata yang satu ini tidak dapat diusir. "Habis dia masuk merupakan bagian dari tontonan yang kebetulan mengisahkan wartawan, jadi kami tak bisa berbuat apa-apa," kata Husein Wijaya, pihak GKJ, sambil tersenyum. Kenapa senyum? Videowan itu ternyata Sardono W. Kusumo, penari terkenal yang baru saja membeli peralatan video canggih di Jepang. Ia pun sudah berkomplot dengan Teater Mandiri. Sebelum pentas, Sardono dan Putu Wijaya -- sutradara Wah itu -- sudah berusaha menghubungi pengurus Gedung Kesenian untuk minta izin pembuatan dokumentasi. Kebetulan yang berwenang tak ada di tempat. Akhirnya digunakan akal maling, sesuai dengan tema pertunjukan. Sardono yang juga "setan" panggung itu dimasukkan dalam bagian cerita. Ia jadi wartawan. Nah, dengan cara begitu, "Tak akan bisa dilarang, ini kan bagian pertunjukan," kata Sardono cengengesan. Sebelumnya ada persoalan lain: Apa perlu Sardono dimake up? "Tak usah," kata Putu sambil menunjuk muka Sardono yang ditumbuhi kumis dan cambang liar. Kulit penari ini kebetulan hitam kotor. Sardono baru saja pulang dari Irian melakukan penelitian pada suku Asmat. Sebulan di tengah suku Asmat, dan sempat diangkat sebagai Kepala Perang Kehormatan, membuat ia nampak pantas dalam pentas Wah di antara maling-maling. Hanya beberapa orang penonton yang tahu bahwa itu akal-akalanBunga Surawijala
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini