EDDY Endang Abedy, 52 tahun, pegawai staf lokal Konjen RI di
Amsterdam, yang meninggal akibat teror RMS adalah orang Bandung.
Selama 12 tahun dinas di negeri kincir angin itu ada 4 kali ia
mudik ke Bandung. Ia anak tunggal Ibu Enti. Mendiang Abedy yang
gemar melukis ini, dulu adalah pejuang kemerdekaan juga.Cuma
setelah RI merdeka ia keluar dari tentara. Namun ia masih
terbilang penembak mahir, seperti dituturkan seorang kenalannya.
Bahkan di Belanda ia menjadi anggota suatu klab menembak.
Solihin ketika masih gubernur Jawa Barat dan menjalani masa
pengobatan di Belanda pernah singgah di kediaman Abedy. Konon
yang memperoleh pelayanan baik sehingga sekembalinya di
Bandung kontan dijanjikan untuk menghadiahkan tanah seluas 2000 mÿFD
"Bila Abedy ingi~n kembali ke Bandung" ujar Mang Ihin seperti
dituturkan Dedy--adik ipar Abedy. Tak diceritakan apa halangannya,
tapi tanah tersebut tak jadi diberikan. Sebagai gantinya Mang
Ihin memberi uang sebesar Rp 207.500 buat keluarga Abedy dan
ditabung di Tabanas. Dedy juga telah memberitahukan Solihin akan
kematian Abedy~ dan Mang Ihin katanya berkomentar~ "Abedi sebetulnya
harus dianggap pahlawan~ karena gugur sedang menunaikan tu~~gas".
Perkara status pahlawan ini tentu berpulang pada putusan
pemerintah. Namun sebegitu jauh keluarga Abedy di Bandung belum
pernah menerima kabar resmi dari Deplu Pejambon tentang
kematian itu. "Bukankah abang kami bekerja di Konjen RI.
Seyogyanya kami keluarganya diberi tahu" ujar Dedy. Sementara
itu bagi ibunda Abedy, Ibu Enti, kepergian anaknya yang semata
wayang itu sungguh bagai mimpi. Seperti dituturkannya kepada
Sunarya Hamid, Pembantu TEMPO di Bandung: "Lebaran yang lalu
Abedy sekeluarga datang, dan ternyata itulah kedatangannya yang
terakhir kali, meski dia pernah menyebut akan datang lagi tahun
1977. Sambil mengingat-ingat Ibu Enti menambahkan "Seperti
memang ada pesan, tapi ibu mendengarnya kurang perhatian, karena
seperti tidak mungkin". Menurut sang ibu, Abedy pernah berkata
"Bila saya mati, sebaiknya dikubur saja di Belanda. Jangan di
Bandung, nanti merepotkan Ibu. Usia "kan bukan merupakan ukuran
siapa yang meninggal Iebih duly". Joan Abedy memang pergi
duluan, dan itu diketahuinya dari tetangganya yang membuat Ibu
Enti pingsan seketika. Dan Ibu Enti tak lagi akan menerima wesel
dari anaknya itu, yang selama 12 tahun ini datang secara teratur
saban bulan. Memang bukan jumlah uang itu benar yang
diharapkan, melainkan seperti kata Ibu Enti, "Kiriman dari
Abedy merupakan tanda kasihnya pada Ibu". Selebihnya Ibu Enti
hidup dari jatah pensiun suaminya, yang telah meninggal 4 tahun
lalu sebagai pensiunan PJKA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini