Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Status pahlawan

Eddy endang abedy, 52, meninggal akibat teror rms. telah 12 th tugas di amsterdam. deplu belum memberi kabar resmi kepada ibunya di bandung. seharusnya dia dianggap pahlawan karena gugur dalam tugas.

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EDDY Endang Abedy, 52 tahun, pegawai staf lokal Konjen RI di Amsterdam, yang meninggal akibat teror RMS adalah orang Bandung. Selama 12 tahun dinas di negeri kincir angin itu ada 4 kali ia mudik ke Bandung. Ia anak tunggal Ibu Enti. Mendiang Abedy yang gemar melukis ini, dulu adalah pejuang kemerdekaan juga.Cuma setelah RI merdeka ia keluar dari tentara. Namun ia masih terbilang penembak mahir, seperti dituturkan seorang kenalannya. Bahkan di Belanda ia menjadi anggota suatu klab menembak. Solihin ketika masih gubernur Jawa Barat dan menjalani masa pengobatan di Belanda pernah singgah di kediaman Abedy. Konon yang memperoleh pelayanan baik sehingga sekembalinya di Bandung kontan dijanjikan untuk menghadiahkan tanah seluas 2000 mÿFD "Bila Abedy ingi~n kembali ke Bandung" ujar Mang Ihin seperti dituturkan Dedy--adik ipar Abedy. Tak diceritakan apa halangannya, tapi tanah tersebut tak jadi diberikan. Sebagai gantinya Mang Ihin memberi uang sebesar Rp 207.500 buat keluarga Abedy dan ditabung di Tabanas. Dedy juga telah memberitahukan Solihin akan kematian Abedy~ dan Mang Ihin katanya berkomentar~ "Abedi sebetulnya harus dianggap pahlawan~ karena gugur sedang menunaikan tu~~gas". Perkara status pahlawan ini tentu berpulang pada putusan pemerintah. Namun sebegitu jauh keluarga Abedy di Bandung belum pernah menerima kabar resmi dari Deplu Pejambon tentang kematian itu. "Bukankah abang kami bekerja di Konjen RI. Seyogyanya kami keluarganya diberi tahu" ujar Dedy. Sementara itu bagi ibunda Abedy, Ibu Enti, kepergian anaknya yang semata wayang itu sungguh bagai mimpi. Seperti dituturkannya kepada Sunarya Hamid, Pembantu TEMPO di Bandung: "Lebaran yang lalu Abedy sekeluarga datang, dan ternyata itulah kedatangannya yang terakhir kali, meski dia pernah menyebut akan datang lagi tahun 1977. Sambil mengingat-ingat Ibu Enti menambahkan "Seperti memang ada pesan, tapi ibu mendengarnya kurang perhatian, karena seperti tidak mungkin". Menurut sang ibu, Abedy pernah berkata "Bila saya mati, sebaiknya dikubur saja di Belanda. Jangan di Bandung, nanti merepotkan Ibu. Usia "kan bukan merupakan ukuran siapa yang meninggal Iebih duly". Joan Abedy memang pergi duluan, dan itu diketahuinya dari tetangganya yang membuat Ibu Enti pingsan seketika. Dan Ibu Enti tak lagi akan menerima wesel dari anaknya itu, yang selama 12 tahun ini datang secara teratur saban bulan. Memang bukan jumlah uang itu benar yang diharapkan, melainkan seperti kata Ibu Enti, "Kiriman dari Abedy merupakan tanda kasihnya pada Ibu". Selebihnya Ibu Enti hidup dari jatah pensiun suaminya, yang telah meninggal 4 tahun lalu sebagai pensiunan PJKA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus