S UDJIWO Tedjo, 40 tahun, membeli kritik seharga Rp 50 juta. Tentu saja seniman ini tak berbelanja kritik di pasar. Ia mengeluarkan uang sejumlah itu untuk menggandakan rekaman pementasan teaternya yang pernah ditampilkan di sejumlah sekolah dasar.
Namun, ending pementasan yang mengangkat cerita-cerita legenda tersebut dibuat melenceng dari pakem. Misalnya, dalam cerita Malin Kundang, mestinya si anak durhaka yang dihukum. Eh, dalam versi Djiwo, malah ibu Malin Kundang yang dipersalahkan karena ter-lalu memanjakan anaknya.
Djiwo juga memelintir cerita Rama-Sinta, Sangkuriang, serta dongeng rakyat lainnya. "Aku sadar pasti akan muncul kritikan pedas," kata bekas wartawan ini. Padahal, Djiwo mengakui, pembelokan cerita tersebut karena kemauan penontonnya yang murid-murid SD itu.
Djiwo juga yakin, rekaman dalam bentuk keping cakram (VCD) yang akan beredar Juni nanti itu akan membuat penontonnya berpikir alternatif, bebas berontak, dan tak lagi menjadi generasi pengekor. Kalau ada yang tak paham? "Biar saja," jawab Djiwo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini