AWAL Maret tahun lalu, Sastrawan Trisno Yuwono, 62 tahun, diundang ke Istana Negara bersama sejumlah seniman tua. Dalam kesempatan ngobrol dengan Presiden Soeharto, pengarang novel Laki-Laki dan Mesiu ini main tembak langsung, minta parasut. "Lho, seniman kok minta parasut. 'Kan tidak relevan," kata Pak Harto waktu itu, seperti yang ditirukan Trisno. Setelah ia menjelaskan kegemarannya, Presiden memanggil ajudan agar permintaan itu dicatat. Rabu pekan lalu, parasut itu diterimanya lewat G. Dwipayana, Asisten Menteri Penerangan bidang dokumentasi dan media massa. Ini, katanya, betul-betul payung idaman. "Sudah 30 tahun saya terjun, lebih dari seribu kali terjun bebas dan ratusan kali terjun statik, sungguh mati saya nggak punya payung," kata Trisno dengan serius. Padahal, ia pelopor terjun payung di kalangan sipil di negeri ini. "Sebagai pendiri kelompok terjun payung AVES, tapi tak punya payung apa nggak memalukan." Selama ini, kalau ingin terjun ia sabet payung milik siapa saja. "Kadang-kadang memakai payung penerjun yang tak jadi terjun lantaran takut," kata Trisno sambil tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini