"MASYARAKAT kita nggak pernah siap dengan sikap budaya yang
baik. Agaknya setiap ada ide besar, yang polemistis, selalu
dilarang dulu dengan segala macam alasan," ujar Sjuman Djaya
kesal.
Diketahui, dalam acara dengar pendapat di DPR, 18 November,
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Buya Hamka tetap menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap pembuatan film Walisanga -kalau
semata-mata didasarkan atas "dawuh". Bahkan Buya menegaskan
"Saya akan melawan dengan propaganda jika hal itu diteruskan."
Sjuman, yang akan menulis skenario dan menyutradarainya,
penasaran. "Pokoknya baca dulu skenarionya, nanti," katanya.
"Sesudah mempelajari skenarionya barulah orang bisa menilai.
Apakah saya berkufur-kuJur atau berasio-rasio," sambungnya.
"Kalau saya bablul, sebutlah saya bahlul. Tapi sebaliknya,
kalau baik sebut juga bahwa Sjuman baik." Kufur artinya sikap
kafir, sedang bahlul itu goblok.
Ia sendiri menyatakan tak berkeberatan kalau skenarionya
dibaca MUI dulu--atau seandainya MUI memasukkan beberapa
tambahan. "Asal saja jangan menyuruh saya bikin film yang
berkhutbah."
Toh Sjuman mengatakan sendiri, bahwa yang berwenang
meneliti skenario hanyalah Deppen. "Apakah Deppen akan
konsultasi dcngan MUI, itu urusan Deppen. Kalau ditolak, maka
yang menolak adalah Deppen," katanya. "Saya keberatan kalau
skenario harus disensur MUI.
Namun, skenario itu ternyata belum juga dibikin. Malah ia
tengah sibuk mempersiapkan film lain, Bukan Sandiwara, tentang
inseminasi buatan, katanya. "Inseminasi buatan merupakan shock
-hingga kalau secara budaya kita belum siap, bahaya sekali itu,"
ungkapnya. Lalu kapan Walisanga digarap? "Saya belum tahu.
Selama masyarakat masih diliputi penyakit prasangka, saya lebih
baik diam dulu," dalihnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini