Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Radius Melangkah Ke Sabang

Sejak Sabang dikukuhkan sebagai pelabuhan bebas 10 thn yang lalu, tempat tersebut cenderung menjadi saluran penyelundupan dengan memanfaatkan para pedagang cangkingan. (dh)

13 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYELUNDUPAN mendorong Pangdam I/Iskandar Muda, Brigjen R.A. Saleh, melancarkan Operasi Jaring, menjerat pedagang cangkingan atau jengek yang mondar-mandir antara Sabang-Ulee Lheue. Setiap hari memang ada sekitar 400 orang aktif membawa barang yang nilainya antara Rp 20 ribu sampai Rp 75 ribu. Dengan alasan Sabang merupakan pelabuhan bebas--berdasarkan UU No 3 dan 4/1970--para jengek enggan di tarik bea masuk. Menurut pihak Bea dall Cukai, bea masuk dari sektor Sabang selama tahun ini saja mestinya bisa mencapai Rp 4,5 milyar. Tapi, nyatanya, yang resmi masuk kas negara cuma Rp 15 juta saja. Itulah sebabnya pengawasan di situ sekarang diperketat. Sehingga, kesibukan Sabang sampai akhir pekan lalu surut. Di Balohan, pelabuhan fery di Sabang, nampak beberapa petugas POMABRI mengawasi lalu-lintas barang. Dua pekan lalu sebuah thn Opstibpus juga mrun ke sana. Di gudang KP4BS (Komando Pelaksana Pembangunan Proyek Pelabuhan Sabang) bertumpuk 1.000 ton barang berbagai jenis --hasil tangkapan dari tangan pedagang. Tak Sebanding Pihak Bea dan Cukai di Sabang juga melakukan pengetatan. Dengan tindakan anak-buahnya itu Dirjen Bea dan Cukai, Thahir, tidak bermaksud menghalangi Sabang sebagai daerah dan pelabuhan bebas. "Tapi membendung mengalirnya barang selundupan," katanya. Barang yang diangkut dari Singapura ke Sabang, katanya lagi, rata-rata seminggu dua kali. "Itu banyak dan sangat berlebihan untuk penduduk Sabang yang cuma 20.000 jiwa." Jadi, yang dicurigai ialah banyaknya barang yang keluar, sedangkan pemasukan bea tak sebanding. Panglima Saleh juga punya maksud begitu. "Saya tidak bermaksud menjegal Sabang sebagai daerah dan pelabuhan bebas. Tapi saya melihat ada yang memanfaatkan kawasan itu sebagai saluran penyelundupan," katanya. Memang terbukti, misalnya dengan terungkapnya kapal M.V. Accress (TEMPO, 7 Juni). Nakoda dan cincu (purser) kapal,Ahmad bin Othman dan Po kye Sun keduanya berkebangsaan Malaysia), 4 Desember lalu oleh pengadilan masing-masing divonis 8 bulan penjara. Pengadilan Negeri Medan masih menambah hukuman lagi masing-masing didenda Rp 1,5 juta dan 3 bulan kurungan. Selain kapalnya disita, 112 ton barang berbagai jenis yang tak tercantum dalam manifes, dirampas pula. Sedang 194 ton lainnya, yang tercantum dalam manifes, dikembalikan kepada pemilik. Yang menarik ada sebagian muatan -- yang jenisnya tak sesuai dengan yang tercantum dalam manifes -- ternyata milik PT Pembangunan Pulau Weh. Yaitu, 14 buah pesawat tv berwarna berbagai merk, yang dicantumkan sebagai glass st. PT Pembangunan Pulau Weh adalah anak perusahaan KP4 BS dan yang duduk di dalamnya tentu saja para pejabat pelabuhan Sabang. Sekretaris KP4BS, Ramli Ridwan SH, sempat menjadi saksi dalam pengadilan Accress tersebut. Sekarang ia ditahan luar oleh Laksusda Aceh dan dilarang meninggalkan Sabang atau Banda Aceh. Penahanannya semula lantaran ada dugaan ia terlibat penyelundupan. Belakangan dugaan berkembang Ramli terlibat hilangnya uang jaminan impor sebanyak Rp 271 juta. Dikutip 2% dari nilai impor barang (sejak 1977), dan yang dimaksud untuk menyeleksi importir dan merupakan kebijaksanaan KP4BS sendiri, mula mula disepakati untuk membangun industri rotan. Tapi gagal. Belakangan PT Pembangunan Pulau Weh membeli pabrik karet bongkah di Meulaboh dan menyalurkan barang-barang impor. Penertiban di Sabang berjalan terus. Terutama setelah Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro--dengan Keppres 60/1980, 13 Oktober lalu -menggantikan Prof. Widjojo Nitisastro sebagai Ketua Dewan Pembina Daerah Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang. Pertengahan bulan lalu Radius ke Sabang "mengumpulkan berbagai masalah untuk menyusun peraturan pelaksanaan ." Selama ini peraturan pelaksanaan UU No. 3 dan 4/1970 memang belum ada. akibatnya setiap instansi berjalan berdasarkan ketentuan atasan masing-masing. Sehingga bisa dimaklum, ada kebijaksanaan yang tumpang-tindih. Gubernur Aceh Madjid Ibrahim sendiri mengakui hal itu. "Dalam peraturan pelaksanaan, hal-hal semacam itu akan diperjelas," katanya. Untuk itu, pulang dari Sabang minggu lalu, Radius langsung memanggil anggota timnya yang terdiri para pejabat tinggi Departemen Perindustrian, Keuangan, Perhubungan, Dalam Negeri, Perdagangan dan Bank Indonesia. Langkah pertama Radius ialah menyesuaikan peraturan atas peraturan dan perundangan yang sudah ada. Dan dalam 6 bulan ini diharapkan urusan di Sabang lebih terurus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus