PENYELUNDUPAN mendorong Pangdam I/Iskandar Muda, Brigjen
R.A. Saleh, melancarkan Operasi Jaring, menjerat pedagang
cangkingan atau jengek yang mondar-mandir antara Sabang-Ulee
Lheue. Setiap hari memang ada sekitar 400 orang aktif membawa
barang yang nilainya antara Rp 20 ribu sampai Rp 75 ribu.
Dengan alasan Sabang merupakan pelabuhan bebas--berdasarkan
UU No 3 dan 4/1970--para jengek enggan di tarik bea masuk.
Menurut pihak Bea dall Cukai, bea masuk dari sektor Sabang
selama tahun ini saja mestinya bisa mencapai Rp 4,5 milyar.
Tapi, nyatanya, yang resmi masuk kas negara cuma Rp 15 juta
saja. Itulah sebabnya pengawasan di situ sekarang diperketat.
Sehingga, kesibukan Sabang sampai akhir pekan lalu surut.
Di Balohan, pelabuhan fery di Sabang, nampak beberapa
petugas POMABRI mengawasi lalu-lintas barang. Dua pekan lalu
sebuah thn Opstibpus juga mrun ke sana. Di gudang KP4BS (Komando
Pelaksana Pembangunan Proyek Pelabuhan Sabang) bertumpuk 1.000
ton barang berbagai jenis --hasil tangkapan dari tangan
pedagang.
Tak Sebanding
Pihak Bea dan Cukai di Sabang juga melakukan pengetatan.
Dengan tindakan anak-buahnya itu Dirjen Bea dan Cukai, Thahir,
tidak bermaksud menghalangi Sabang sebagai daerah dan pelabuhan
bebas. "Tapi membendung mengalirnya barang selundupan," katanya.
Barang yang diangkut dari Singapura ke Sabang, katanya lagi,
rata-rata seminggu dua kali. "Itu banyak dan sangat berlebihan
untuk penduduk Sabang yang cuma 20.000 jiwa." Jadi, yang
dicurigai ialah banyaknya barang yang keluar, sedangkan
pemasukan bea tak sebanding.
Panglima Saleh juga punya maksud begitu. "Saya tidak
bermaksud menjegal Sabang sebagai daerah dan pelabuhan bebas.
Tapi saya melihat ada yang memanfaatkan kawasan itu sebagai
saluran penyelundupan," katanya. Memang terbukti, misalnya
dengan terungkapnya kapal M.V. Accress (TEMPO, 7 Juni).
Nakoda dan cincu (purser) kapal,Ahmad bin Othman dan Po kye
Sun keduanya berkebangsaan Malaysia), 4 Desember lalu oleh
pengadilan masing-masing divonis 8 bulan penjara. Pengadilan
Negeri Medan masih menambah hukuman lagi masing-masing didenda
Rp 1,5 juta dan 3 bulan kurungan. Selain kapalnya disita, 112
ton barang berbagai jenis yang tak tercantum dalam manifes,
dirampas pula. Sedang 194 ton lainnya, yang tercantum dalam
manifes, dikembalikan kepada pemilik.
Yang menarik ada sebagian muatan -- yang jenisnya tak
sesuai dengan yang tercantum dalam manifes -- ternyata milik PT
Pembangunan Pulau Weh. Yaitu, 14 buah pesawat tv berwarna
berbagai merk, yang dicantumkan sebagai glass st. PT Pembangunan
Pulau Weh adalah anak perusahaan KP4 BS dan yang duduk di
dalamnya tentu saja para pejabat pelabuhan Sabang.
Sekretaris KP4BS, Ramli Ridwan SH, sempat menjadi saksi
dalam pengadilan Accress tersebut. Sekarang ia ditahan luar oleh
Laksusda Aceh dan dilarang meninggalkan Sabang atau Banda Aceh.
Penahanannya semula lantaran ada dugaan ia terlibat
penyelundupan. Belakangan dugaan berkembang Ramli terlibat
hilangnya uang jaminan impor sebanyak Rp 271 juta.
Dikutip 2% dari nilai impor barang (sejak 1977), dan yang
dimaksud untuk menyeleksi importir dan merupakan kebijaksanaan
KP4BS sendiri, mula mula disepakati untuk membangun industri
rotan. Tapi gagal. Belakangan PT Pembangunan Pulau Weh membeli
pabrik karet bongkah di Meulaboh dan menyalurkan barang-barang
impor.
Penertiban di Sabang berjalan terus. Terutama setelah
Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro--dengan Keppres
60/1980, 13 Oktober lalu -menggantikan Prof. Widjojo Nitisastro
sebagai Ketua Dewan Pembina Daerah Perdagangan dan Pelabuhan
Bebas Sabang. Pertengahan bulan lalu Radius ke Sabang
"mengumpulkan berbagai masalah untuk menyusun peraturan
pelaksanaan ."
Selama ini peraturan pelaksanaan UU No. 3 dan 4/1970 memang
belum ada. akibatnya setiap instansi berjalan berdasarkan
ketentuan atasan masing-masing. Sehingga bisa dimaklum, ada
kebijaksanaan yang tumpang-tindih. Gubernur Aceh Madjid Ibrahim
sendiri mengakui hal itu. "Dalam peraturan pelaksanaan, hal-hal
semacam itu akan diperjelas," katanya.
Untuk itu, pulang dari Sabang minggu lalu, Radius langsung
memanggil anggota timnya yang terdiri para pejabat tinggi
Departemen Perindustrian, Keuangan, Perhubungan, Dalam Negeri,
Perdagangan dan Bank Indonesia. Langkah pertama Radius ialah
menyesuaikan peraturan atas peraturan dan perundangan yang sudah
ada. Dan dalam 6 bulan ini diharapkan urusan di Sabang lebih
terurus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini