Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARU tiga bulan bekerja sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak, dan membaca tumpukan berkas pelbagai persoalan yang melibatkan makhluk-makhluk mungil itu, sudah cukup membuat Wanda Hamidah, 29 tahun, mensyukuri masa kecilnya. ”Meskipun pernah dipukul sapu dan belt oleh orang tua, secara umum masa kanak-kanak saya bahagia sekali,” katanya.
Ah, masak, wajah yang menggemaskan seperti itu sampai dipukul sapu? ”Tiga kali,” jawab ibu dua balita itu, sembari mengacungkan tiga jarinya kepada Tempo. ”Semuanya karena nggak pernah mau tidur siang atau pura-pura tidur tapi ketahuan,” jawabnya terkekeh-kekeh. Tapi bendahara DPP PAN ini tak melanjutkan ”tradisi keluarga” itu jika Shalima, 5 tahun, anak tertuanya, melakukan hal yang sama. ”Anak sekarang tak bisa dikerasi seperti dulu, lebih baik mereka diajak diskusi dan dibiasakan mengemukakan pendapat,” katanya.
Kini, selain dua kesibukannya yang cukup menyita waktu itu—plus setahun terakhir Wanda magang bekerja sebagai notaris sambil tetap menjalankan bisnis restoran Jepang di kawasan Kemang, Jakarta—ia sedang mengejar sebuah target pribadi: membuat shelter bagi sebanyak mungkin anak telantar. ”Prioritas saya ada di dua hal, mereka mudah mendapatkan pendidikan dan fasilitas kesehatan.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo