Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenakan sarung agar tak melorot ternyata merupakan masalah besar bagi Wimar Witoelar, 61 tahun. Bagi Wimar, ini bisa lebih menyulitkan dibanding saat menjadi juru bicara presiden di era Gus Dur.
Lihat pengalamannya menjadi MC ketika belum lama ini Rachmat Witoelar, sang abang, menikahkan salah seorang anaknya dalam adat Bugis. Pria tambun ini senang. ”Turun pangkat dari jubir presiden menjadi jubir keluarga sih tak masalah,” ucapnya. Tapi yang membuatnya deg-degan, ia diharuskan mengenakan sarung.
Seluruh prosesi acara pernikahan yang berlangsung di keluarga besan berlangsung gayeng berkat humor-humornya. Ayah dua anak ini pun lega karena si sarung tetap bertengger manis di tempatnya. Tinggallah acara terakhir: makan-makan.
Ia pun antre, dan sukses membawa soto di tangan kanan serta es krim di tangan kiri. ”Baru beberapa langkah berjalan, orang-orang di ruangan itu menjerit dan terpingkal-pingkal,” katanya. Wimar melirik ke arah dengkulnya yang mendadak terasa dingin. Hell yeah!... sarung Bugis itu sudah teronggok dengan anggunnya di atas sepatu. ”Untung sudah saya antisipasi dengan memakai celana sepak bola,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo