Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peristiwa tiga pekan lalu itu ibarat homecoming—perjalanan pulang ke rumah—bagi Rudi Rubiandini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencopotnya dari kursi Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, lalu memberinya tugas baru: memimpin Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Rudi pernah dua tahun bekerja di sana sebagai tenaga ahli dan Deputi Pengendalian Operasi—tatkala lembaga ini masih bernama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
Satuan Kerja Khusus Migas dibentuk menggantikan BP Migas. Dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada November lalu dengan alasan inkonstitusional, badan yang sudah tutup buku itu kerap dituding sebagai sarang korupsi, boros, pro-asing, dan gagal mencari sumber cadangan minyak baru. Rudi tak menampik tudingan-tudingan itu. "Korupsi ada di mana saja, bahkan di kelurahan, tak hanya di BP Migas. Yang jadi pertanyaan, mengapa tak pernah ditindak atau ditangkap," ujarnya kepada Tempo.
Alhasil, posisi baru Rudi boleh jadi bakal lebih panas dan lebih sulit daripada Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Rudi Rubiandini sejatinya seorang akademikus. Meraih gelar doktor dari Technische Universitaet Clausthal, Jerman, pada usia 30 tahun, dia menjadi guru besar di kampusnya, Institut Teknologi Bandung, sebelas tahun kemudian.
Bandul kariernya bergerak ke arah birokrasi tinggi—yang membawanya, antara lain, ke dunia baru yang tak dikenalnya: pergaulan lapangan golf. Olahraga yang digemari Rudi memang cuma badminton. Toh, dia membeli stik golf serta belajar memukul bola karena harus menghadiri acara-acara di lingkungan energi dan mineral yang acap dibuka dengan teeing shot—pukulan pertama dalam golf—oleh pejabat kementerian.
Ahad pekan lalu, misalnya, Rudi muncul di rumah dinas Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan, setelah menghadiri ESDM Cup di Lapangan Golf Bogor. Di halaman belakang rumah itu, Rudi memberikan wawancara ini kepada wartawan Tempo Agoeng Wijaya, Hermien Y. Kleden, Purwani Diyah Prabandari, dan Bernadette Christina Munthe—serta fotografer Jacky Rachmansyah.
Boleh jadi ini menjadi dua jam tanya-jawab terakhir Rudi di rumah itu—yang akan segera dia tinggalkan.
Bagaimana rasanya kembali ke kantor bekas BP Migas? Kata orang, kantor itu termewah se-Indonesia.
Oh, bagus, karena itu bukan kantor kami. Itu sewa. Ha-ha-ha….
Apa saja yang akan Anda lakukan di kantor itu agar berbeda dengan BP Migas?
Banyak. Soal manajemen operasi, misalnya. Saya mau membuang cara berpikir mikro. Tak sedikit orang membuat masalah sederhana menjadi sulit. SKK Migas perlu memperkecil area yang harus diawasi, tapi kualitas pengawasannya harus mendalam.
Misalnya?
Ketika lapangan migas dikembangkan, pertimbangan terpenting adalah keuntungan negara. Tidak ada yang boleh dirugikan. Cara berpikir seperti mahasiswa, yang menghitung detail dan beradu argumen tentang metode, tidak perlu lagi.
Mengapa?
Jumlah orang yang ada kan cukup. Tidak terlalu banyak. Kritik soal pembengkakan dan lambatnya birokrasi BP Migas tak perlu terjadi. Itu terjadi karena satu masalah digarap terlalu detail. Bayangkan, persetujuan WPNB (work program and budget) kontraktor bisa dua-tiga bulan kelarnya.
Oke, jadi SKK Migas akan lebih ramping?
Strukturnya tidak menjadi lebih kecil, tapi akan lebih kurus. Asalnya kan empat divisi, menjadi lima. Tapi lebih kurus. Dulu setiap divisi 50 orang, sekarang cuma 20 orang.
Akan ada pengurangan pegawai?
Dengan sendirinya akan berkurang. Selama ini terus bertambah karena setiap merasa butuh, rekrut lagi, pekerjaan enggak pernah selesai. Sekarang, orang akan pensiun sendiri, dan tak perlu diperpanjang. Kemarin-kemarin, karena pekerjaan banyak dan tidak selesai, yang pensiun pun masih banyak yang nempel.
Berapa banyak yang seperti itu?
Kira-kira 5-7 persen dari total 600 pegawai. Biasanya tenaga ahli. Itu yang akan saya persilakan besok lusa bila sudah waktunya mereka istirahat. Kembalilah ke keluarga tercinta. Dan kita berikan kesempatan kepada yang lebih muda.
Apa dampak terbesar pembubaran BP Migas?
Ketidakpercayaan investor untuk masuk ke Indonesia. Itu berat. Sekali kepercayaan hilang, sulit mengembalikannya.
Ada investor yang mengeluh?
Kalau mengeluh, sejak hari pertama (saya ditunjuk menjadi Kepala SKK Migas) semua juga mengeluh. Chevron—35 persen produksi Indonesia dari mereka—sampai berani menuliskan syarat dalam WPNB tahun ini: "Bila ternyata keadaannya dianggap kurang kondusif dan ada ketidakpastian hukum, kami berhak mengurangi perjanjian investasi."
Bagaimana mengembalikan kepercayaan itu?
Saya tidak punya cara khusus. Tapi, dengan mempercepat proses tadi, mereka akan melihat kita serius menolong dan melayani investor dengan baik. Kegiatan akan bertambah. Dan semoga Tuhan memberi penemuan cadangan baru, sehingga anak-cucu kita tenang.
Banyak yang mempersoalkan SKK Migas ini ibarat "ganti kulit" saja dari BP Migas. Komentar Anda?
Peraturan presiden mengikuti persis yang diminta Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan tidak ada cerita bahwa ini harus kembali ke badan usaha milik negara (BUMN). Tidak ada ketentuan tidak boleh menjadi badan hukum milik negara (BHMN). Sekarang digodok orang seolah-olah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk BUMN. Salah!
Jadi, apa perbedaannya dengan BP Migas?
Kualitas lembaga ini setingkat di atas BP Migas. Lebih baik, karena ada Komite Pengawas.
Tapi Anda melapor langsung ke Presiden?
Ya, setiap tiga bulan.
Setara dengan menteri?
Yes. Tapi saya harus tetap melapor ke Komite Pengawas. Ketua dan wakilnya Menteri Energi dan Wakil Menteri Keuangan. Anggotanya Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Wakil Menteri Energi. Fungsinya persis seperti komisaris di BUMN.
Dalam peraturan, kewenangan Komite besar sekali. Anda harus minta persetujuan pergantian kebijakan strategis….
Komite mengatur tata kelola dan penggajian, juga bila saya mengajukan deputi. Dengan demikian, saya bukan kepala seperti yang lalu, ibarat superbodi, karena tak ada yang mengawasi.
Apa mereka berwenang mengatur urusan hulu migas?
Tidak bisa. Satu-satunya buffer urusan kontraktor migas itu dengan SKK Migas. Mereka berkontrak dengan SKK, bukan dengan negara, bukan dengan menteri.
Jadi, status SKK Migas ini apa? Bukan pemerintah, bukan juga BUMN….
Pertamina bentuknya apa? BUMN. Punya siapa? Pemerintah. SKK punya siapa? Sama, pemerintah. BHMN Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia punya siapa? Jadi, BUMN atau BHMN tidak penting. Satu pakai BH, satu pakai BU.
Apakah akan ada amendemen kontrak migas?
Dulu ada Badan Pengelola Kontraktor Asing, yang diganti dengan Badan Pengawas Pengelola Kontraktor Asing, lalu diganti lagi menjadi Direktorat Manajemen Production Sharing, BP Migas, Satuan Kerja Sementara, dan sekarang Satuan Kerja Khusus. Apakah kontrak direvisi? Tidak.
Jadi nanti kerja sama dengan kontraktor migas berbentuk government to government, government to business, atau business to business?
Di latar migas dunia, ketiganya tak ada masalah. Mengapa diributkan? Please deh. Itu hanya diramaikan orang-orang yang ingin ini dikelola BUMN.
Bagaimana kondisi cadangan minyak Indonesia terbaru?
Sekitar empat miliar barel atau cuma setara dengan 0,3 persen cadangan minyak dunia. Kalau diproduksi memakai metode yang ada sekarang, dijamin 12 tahun lagi akan habis. Selesai. Cadangan baru belum bisa bertambah begitu saja, karena kegiatan ada, hasilnya belum ada. Menemukannya juga bukan dari duit atau kepintaran, melainkan dari Tuhan.
Tapi itu tugas Anda. Bagaimana agar produksi migas tahun-tahun mendatang aman?
Sampai 2020, sudah diketahui mana saja yang akan berproduksi, seperti Blok Cepu, Sisi Nubi, Masela, Donggi-Senoro, dan Train-3 Tangguh. Kalau East Natuna itu 2022-2027. Kayak begini yang tidak terukur. Jadi, ada rencana produksi fixed untuk kebutuhan jangka pendek, enhanced oil recovery (EOR) atau pengoptimalan produksi sumur-sumur tua untuk jangka menengah, dan eksplorasi jangka panjang. Dua hal terakhir yang harus diupayakan.
Bukankah tak mudah mengajak investor melakukan EOR dan eksplorasi?
Itu karena selama ini tak ada terobosan. Medco baru saya resmikan sepuluh hari lalu. Setelah 12 tahun riset, mereka baru memutuskan mau EOR. Hasilnya 12 tahun kemudian baru menetes. Chevron 13 tahun. Nah, saya ingin 3-5 tahun (minyak) sudah menetes.
Apa cara Anda membuat terobosan itu?
Dengan konsep no cure no pay. Selama ini, kontraktor takut gagal dan negara khawatir rugi kalau itu gagal karena cost recovery. Maka, dalam no cure no pay, EOR menggunakan pihak ketiga. Swasta nasional atau asing boleh-boleh saja. Siapa punya duit, dan mau berisiko, silakan ambil sepotong lapangan milik kontraktor sebagai pilot. Kalau berhasil, biayanya diganti, dan seluruh lapangan diberikan pengelolaannya. Kalau tidak, bisa pulang pakai celana kolor.
Sudah ada yang mau?
Belum. Baru akan dibuat.
Hampir semua bawahan Anda nanti adalah bekas orang BP Migas, lembaga yang sering dituding korup….
Betul, saya tahu ini berat. Makanya saya mau ketika negara meminta saya menduduki tempat itu dengan segala kesulitannya.
Jadi, betul ada praktek korupsi di BP Migas?
Kalau di sisi hulu minyak sampai ke pipa, lalu ke tanker, keluar surat, kapal jalan, uangnya masuk ke negara, ke kas Kementerian Keuangan. Jadi clear. Yang jadi masalah adalah saat surat ditandatangani untuk mengatakan betul sekian ton, masih ada airnya atau enggak. Di sini masalah mulai muncul. Ketika mau ekspor, perlu waktu tiga atau lima hari, dipercepat jadi satu hari, mulai jadi masalah. Saya tidak membantah itu. Seharusnya ini yang dibereskan, bukan ngutek-ngutek undang-undang.
Anda tahu kasus apa saja?
Saya tahu banyak kasus. Jadi, silakan Komisi Pemberantasan Korupsi membereskannya. Kerangkeng itu orang-orang yang memang terbukti melakukan korupsi. Kalau mereka dipelihara, ya, seolah-olah semua yang bekerja di industri migas seperti itu. Industri ini seolah-olah rampok.
Sanggupkah Anda memberantasnya?
Itu bukan tugas saya. Bahwa itu ada, yes. Tapi, kalau untuk mencegah, yang utama adalah menaruh the right man on the right place. Itu nanti ketika reorganisasi. Juga dalam pengadaan, jangan ada orang yang bertahun-tahun jadi langganan pihak tertentu. Selama ini biasa. Tidak bisa lagi, putus setahun, dua tahun, putar orangnya.
Di antara deputi yang ada sekarang, adakah yang perlu digeser?
Belum. Kan, saya baru bekerja? Tenang saja dulu. Kita lihat nanti.
Mengapa Anda selalu berbeda pendapat dengan Menteri Jero Wacik? Soal kenaikan harga minyak, misalnya, Anda bilang harus, Menteri bilang belum….
Masak? Saya berpikir apa yang benar itu yang saya lakukan. Selesai. Sebagai contoh, 15 Desember 2012, dua hari setelah putusan Mahkamah Konstitusi, saya berdiri di depan karyawan BP Migas. Itu seperti revolusi. Untuk bisa keluar dan saya membacakan, memang gampang? Enggak!
Tapi Menteri Jero yang mengusulkan Anda kepada Presiden untuk menjadi Kepala SKK Migas.
Yes, itu administrasi. Tidak mungkin dong tiba-tiba Presiden datang dan bilang, "Panggil Rudi."
Mana yang lebih Anda senangi: menjadi wakil menteri atau kepala SKK Migas?
Kedudukan saya yang baru.
Kenapa?
Banyak hal. Saya datang dari lingkungan migas. Sebagai wakil menteri, saya mengurus semuanya. Kedua, tantangan. Di sektor migas ini banyak yang dibereskan. Ketiga, saya menangis ketika BP Migas dibubarkan.
Mengapa Anda menangis?
Karena ada orang membubarkan sesuatu yang begitu penting untuk bangsa ini. Saya ingin menunjukkan, dengan masuk SKK Migas, cerita inefisiensi selesai. Akan saya tunjukkan lembaga ini bisa memberikan kesejahteraan dan pelayanan kepada rakyat.
Perlu waktu berapa lama?
Tergantung kondisi, supaya apa yang saya lakukan, orang Sunda bilang meunang laukna herang caina, dapat ikannya tapi airnya tetap jernih.
Apa kelemahan Anda?
Saya itu takut kepada diri sendiri, karena kalau ada pekerjaan yang tidak selesai oleh siapa pun, akan saya kerjakan sendiri. Dan itu bisa membuat saya hancur. Selama menjadi wakil menteri, saya turun empat kilogram.
Kok bisa?
Karena banyak hal yang sebetulnya bukan tugas saya, tapi saya merasa ini penting untuk negeri saya, ya, saya kerjakan.
Anda masih muda. Tidak ingin jadi Menteri Energi saja?
Ha-ha-ha…. Kalau saya boleh memilih, saya ingin kembali ke kampus dan mengajar.
Rudi Rubiandini R.S. Tempat dan tanggal lahir: Tasikmalaya, 9 Februari 1962 Pendidikan: Technische Universitaet Clausthal, Jerman, lulus 1991 n Institut Teknologi Bandung, Teknik Perminyakan, lulus 1985 Karier: Direktur Operasi dan Keuangan PT LAPI ITB (2007-2010) Penasihat ahli Kepala BP Migas (2009-2010) Wakil Ketua TP3M Kementerian ESDM (2010) Corporate Secretary BP Migas (2010-2011) Deputi Pengendalian Operasi BP Migas (2011-2012) Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2012-2013) Kepala SKK Migas (mulai Januari 2013) |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo