Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font size=2 color=#990000>M.S. Hidayat:</font><br />Kenaikan Tarif Listrik Mesti Bertahap

26 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kenaikan tarif dasar listrik kali ini seperti menyetrum kalangan pengusaha. Pemerintah memang sudah menetapkan kenaikan tarif bagi pelanggan industri maksimal 15 persen. Cara penghitungan tarif itu tercantum dalam peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang tarif dasar listrik.

Ketika sejumlah pengusaha melakukan simulasi tagihan listrik Juni dengan tarif baru itu, hasilnya membuat mereka kelojotan. Dengan pola penghitungan awal, ternyata biaya listrik bisa naik dua kali lipat. Rata-rata kenaikan memang masih berada di kisaran 15 persen. Tapi, jika golongan daya dipecah berdasarkan karakteristik industri, beberapa kelompok pelanggan mengalami kenaikan tagihan 35 sampai 40 persen.

Cara penghitungan kenaikan tarif listrik itu juga terasa kurang disosialisasikan kepada pelaku industri. ”Ini salah satu yang menyebabkan terjadinya ke gaduhan di kalangan dunia usaha,” kata Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, 66 tahun.

Kenaikan tarif dasar listrik memang tak terelakkan. Undang-Undang Perubahan Anggaran 2010 yang disepakati bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada Mei lalu hanya mengalokasikan subsidi listrik Rp 55,1 triliun. Padahal pendapatan PLN belum bisa menutupi biaya penyediaan listrik. Pemerintah dan Dewan menyepakati kekurangan itu ditambal dengan kenaikan tarif dasar listrik rata-rata 10 persen.

Kamis pekan lalu, Hidayat menerima Nugroho Dewanto, Yandi M. Rofiyandi, Kartika Chandra, dan fotografer Suryo Wibowo dari Tempo di ruang kerjanya, Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Dia menjelaskan harapan para pelaku industri dalam sengkarut tarif listrik. Bekas Ketua Kadin Indonesia ini juga memaparkan rencana kementerian dalam merevitalisasi industri sawit, pupuk, dan sebagainya.

Sebelum wawancara dimulai, Hidayat mengganti baju dinas safari lengan panjangnya dengan batik cokelat. ”Supaya lebih santai.”

Bagaimana sikap Kementerian Perindustrian terhadap kontroversi kenaikan tarif dasar listrik di kalangan pengusaha?

Kenaikan tarif dasar listrik merupakan upaya pemerintah yang ingin mengurangi subsidi PLN. Kebutuhan PLN setahun sekitar Rp 155 triliun dengan pendapatan Rp 95 triliun lebih. Pemerintah memberikan subsidi dan masih kurang kira-kira Rp 5 triliun. Menurut saya, ada baiknya tarif dinaikkan karena subsidi kepada industri selama ini juga cukup besar. Tapi kenaikan tarif itu mesti bertahap sehingga kalangan bisnis tak merasa terbebani.

Kalangan pengusaha meminta pemerintah mengubah formula penghitungan....

Prinsipnya, pemerintah dan dunia usaha sudah sepakat berbagi beban. Menteri Energi dan Sumber Daya Mi neral (ESDM), dalam dialog dengan dunia usaha dan asosiasi, menyatakan kenaikannya hanya 10 persen. Tapi timbul masalah ketika dalam pertemuan terakhir PLN mengemukakan kenaikan tarif dasar listrik dengan cara penghitungan versi sendiri. Ketika pengu saha menghitung ulang, ternyata besarnya tak sesuai dengan yang telah disepakati.

Sebelumnya tak ada sosialisasi penghitungan tarif?

Iya. Itu salah satu yang menyebabkan terjadinya kegaduhan di kalangan dunia usaha.

Bagaimana membuat formula yang tak memberatkan pengusaha?

Sekitar 25 perwakilan asosiasi datang ke sini dua minggu lalu. Mereka minta saya turun tangan karena sektor industri terkena dampaknya. Kami membuat exercise di sini. Ternyata ada dua versi penghitungan. Saya berkesimpulan, tak bisa ada dua versi penghitungan.

Jadi Kementerian Perindustrian baru dilibatkan setelah muncul sengketa?

Secara langsung saya memang tak terlibat karena mungkin ini dianggap kenaikan reguler seperti tahun-tahun sebelumnya. Yang menambah rumit masalah ini adalah pemerintah dan DPR menyepakati bahwa kenaikan 10-15 persen itu dengan catatan pengguna 450-900 VA tak boleh naik. Pelanggan golongan ini jumlahnya kira-kira 30 juta dari 40 juta pelanggan, sehingga beban tergeser ke kelompok lebih kecil, termasuk dunia usaha. Jadi ada subsidi silang. Tapi harus dijaga agar yang menanggung biaya sekelompok masyarakat itu jangan sampai berlebihan.

Ada ide agar PLN membuat sistem yang mengakomodasi orang kaya yang tak mau menerima subsidi tarif listrik....

Itu mesti dipikirkan. Karena akhirnya masalah subsidi itu menyangkut fairness. Jangan sampai yang mampu disubsidi karena prinsipnya harus ada asas keadilan. Subsidi harus betul-betul diberikan kepada kelompok masyarakat yang memang membutuhkan.

Bagaimana tanggapan Menteri Koordinator Perekonomian serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap tuntutan pengusaha?

Setelah pertemuan dengan asosiasi, saya menelepon Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Saya menyatakan kalangan industri setuju ta rif naik, tapi penghitungannya harus sama. Semangatnya mendukung dan tak memberikan beban lebih di atas kemampuan pelaku industri. Jadi industri bisa tumbuh dalam persaingan ketat ini. Pak Hatta setuju, lalu menggelar rapat terbatas dengan menteri terkait serta PLN di Lapangan Banteng. Kami berdialog hingga dua jam kemudian diteruskan eselon I dan direksi PLN sampai sore. Baru dirumuskan formula baru.

Seperti apa formula baru itu?

Jadi rata-rata 10-15 persen, tapi satu-dua sektor ada kemungkinan lebih, sampai 18 persen. Industri yang mengalami kenaikan negatif juga kita patok sampai 18 persen. Artinya, kalau nanti tagihan mereka bulan Agustus naik, misalnya 25 persen, PLN akan mendiskon menjadi 18 persen.

Bagaimana pembagian kategori industri untuk tarif listrik ini?

Ada puluhan jenis sektor industri dari kira-kira 8.000 industri kelas menengah dan besar. Dalam hal ini, kita membuat kategori seperti industri lahap energi, kurang lahap, dan tidak lahap. Saya hanya berharap ketika diterapkan pada Agustus nanti bisa berjalan.

Apa tanggapan kalangan pengusaha dengan formula baru itu?

Dalam rapat eselon I dengan direksi PLN, saya berdialog dengan Sofjan Wanandi di televisi. Di situ saya dan Pak Sofjan sepakat bahwa sepanjang formula penghitungan sama dan tak melebihi 15 persen, pengusaha bisa menerima. Jadi, kalau proporsional, mereka setuju. Saya bilang, hitungan kita sama meskipun saya sudah menjadi menteri. Saya juga berpesan kepada pengusaha untuk mencegah kaum buruh ikut terlibat karena ini masalah dunia usaha.

Kementerian Keuangan juga bisa menerima formula baru itu?

Kementerian Keuangan dalam rapat itu mengatakan bahwa pemerintah tak punya ruang lagi untuk memberikan subsidi. Jadi, diminta agar PLN dengan kementerian, yakni Perindustrian dan ESDM, merumuskan formula sehingga pengurangan subsidi terlaksana. Tadinya memang ada exercise kalau memang Kementerian Keuangan tak bisa, PLN ikut berkorban. Jadi jangan di alihkan ke pengusaha semua. Tapi tak terjadi seperti itu.

Kenaikan tarif dasar listrik ini memang akan membuat ongkos produksi naik, tapi apakah amat mempengaruhi daya saing?

Pada prinsipnya kenaikan tarif dasar listrik itu ada dampaknya kepada kenaikan production cost, tapi tak signifikan. Saya sudah menghitung, misalnya, kenaikan tarif 18 persen, secara pukul rata, dampaknya kepada kenaik an biaya produksi 0,6 sampai 2 persen. Kalau yang lahap energi seperti baja mungkin 2,5 persen.

Jadi daya saing tak terganggu?

Iya. Tapi jangan lupa, dunia usaha khawatir kenaikan sedikit saja bisa digunakan oleh subsektor lain, seperti vendor, untuk menaikkan harga. Sering kali begitu secara psikologis. Itu yang akan kita cegah. Kita sedang menghadapi persaingan ketat untuk menguasai pasar domestik. Jangan sampai ini menjadi faktor yang menghambat efektivitas dan efisiensi pasar domestik. Jadi secara psikologis kita memerangi masalah ini supaya tak mempengaruhi daya saing.

Mengapa formula baru akan efektif pada Agustus?

Karena dampaknya terhadap anggaran. Makin lama anggaran subsidinya akan bertambah. Saya kira pelaku industri sepakat. Saya juga menjembatani kepentingan pemerintah. Saya mengetahui posisi pemerintah dari aspek bujet dan prioritas kebutuhan subsidi. Saya tadi mengikuti rapat APBN. Sekarang ini subsidi APBN mencapai Rp 201 triliun dari total Rp 1.000 triliun lebih. Jadi saya setuju kalau ada langkah penekanan tapi jangan sampai membebani secara berlebihan.

Sejumlah pihak mempertanyakan dasar kenaikan tarif listrik yang hanya menggunakan peraturan menteri?

Kenaikan tarif dasar listrik tahun lalu menggunakan keputusan presiden. Sekarang ada tuntutan dari DPR agar menggunakan keputusan presiden lagi. Sementara itu, kebijakan kantor menteri koordinator kemarin memang itu kewenangan pemerintah tapi sudah didelegasikan ke Menteri Energi. Silang pendapat ini saya kira bisa diselesaikan. Pada 2004, tarif dasar listrik dikeluarkan melalui keputusan presiden. Bisa juga dibuat revisi keputusan presiden yang lalu.

Bagaimana pemerintah mengatasi gejala deindustrialisasi di Tanah Air?

Harus diakui bahwa sejak lima tahun lalu memang terjadi deindustrialisasi. Penurunan pertumbuhan sektor industri secara umum, meski beberapa sektor tak terlalu drastis. Tapi pada kuartal pertama tahun ini sudah mengalami pertumbuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan pertumbuhan industri nonmigas meningkat 4,05 persen dari sebelumnya 1,8 persen.

Berapa target pertumbuhan industri untuk tahun ini?

Pada kuartal kedua ini diharapkan bisa mendekati 5 persen. Pada 2004, harus diakui, pertumbuhan industri nasional kita jauh melampaui tingkat pertumbuhan ekonomi. Dulu bisa sampai 14 persen. Jadi tugas saya dalam lima tahun ini mengangkat kembali dan melampaui pertumbuhan yang konon akan mencapai tujuh persen.

Bagaimana cara meningkatkan pertumbuhan industri?

Saya sedang melakukan penyesuaian terhadap sektor industri. Kita sudah menetapkan sektor unggulan dari industri yang memiliki prospek untuk dimajukan. Lalu saya akan mengembangkan value added industry, misalnya industri berbasis agro.

Bagaimana meningkatkan nilai tambah di industri kelapa sawit?

Sekarang ini kelapa sawit hampir 21 juta ton per tahun dan diproyeksikan pada 2020 akan mencapai 43 juta ton. Saya sudah dua kali bertemu dengan para pemain agroindustri. Saya juga mengundang Kadin yang ahli mengenai pajak untuk meminta masukan. Kita ingin mengalahkan Malaysia yang sudah membuat pengolahan. Itu yang saya sebut value added industry.

Kapan bisa terealisasi?

Dalam 10 tahun ke depan secara bertahap akan ada downstream dari CPO masuk di proses industri pengolahan. Jadi, kalau nanti sampai 2020 ada 43 juta ton kelapa sawit yang kita produksi menjadi CPO, kira-kira 70 persen diminta menyuplai industri pengolahan. Jadi industri itu akan dinikmati di Indonesia. Sekarang ini kita suplai ke Eropa atau Malaysia. Mereka membuat barang jadi, lalu produk akhirnya kembali ke Indonesia dengan harga berli pat. Ada kira-kira 21 produk turunan.

Bagaimana supaya perusahaan mau membangun industri pengolahan?

Tak mudah mengajak mereka masuk ke industri ini karena bersifat padat modal dan belum ada perusahaan yang memiliki merek yang dikenal konsu men. Untuk itu, perlu investor luar dan insentif pajak. Bulan depan saya akan melakukan presentasi di depan Menteri Keuangan, bersama Kepala BKPM Gita Wiryawan. Kami sudah bertemu informal. Sepertinya Menteri Keuang an mendukung proses hilirisasi agroindustri ini.

Bagaimana pemerintah mengatasi resis tansi aktivis lingkungan terhadap industri sawit dan pengolahan kertas?

Memang, kalau kita bicara tentang pulp and paper dan kelapa sawit serta argroindustri umumnya semua itu mengalami masalah riwayat penanaman yang berkaitan dengan lingkungan. Ada standar internasional yang harus dipenuhi negara produsen. Menurut saya, hal itu masih bisa diperdebatkan karena belum tentu seratus persen salah. Jadi, kalau ada proses yang kemudian terjadi ketidaksempurnaan, jangan jadikan semua produk ditolak. Saya melihat, kalau tak diselesaikan, akan ada bias. Banyak pesaing takut terhadap invasi kelapa sawit dari Indonesia, yang pasar nya sangat menjanjikan.

Perlu ada advokasi internasional buat agroindustri....

Saya mengajak semua pengusaha membuat tim advokasi yang benar. Memang memakan ongkos tapi akan menjamin masa depan produk Indonesia. Kalau dibiarkan dan tak dilawan dengan prosedur benar dan sesuai dengan aturan, saya takut tuduhan itu menjadi fakta. Itu akan merugikan Indonesia secara nasional.

Mohammad Sulaiman Hidayat

Tempat dan tanggal lahir: Jombang, Jawa Timur, 2 Desember 1944

Pendidikan: Sarjana Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung

Pekerjaan:

  • Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jawa Barat, 1980-1983
  • Ketua Kadin Jawa Barat, 1985-1993
  • Ketua Umum Real Estat Indonesia, 1989-1999
  • Anggota DPR RI, 1999
  • Ketua Umum Kadin Indonesia, 2004-2008 dan 2008-2012
  • Menteri Perindustrian, 2000-sekarang
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus