Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Berita Tempo Plus

Davina Veronica: Kami Tidak Menyerang Wisata Halal

Selain menjadi aktivis lingkungan, Davina Veronica aktif mengadvokasi kesejahteraan satwa, khususnya hewan domestik seperti anjing dan kucing. Karena itu, ia begitu sedih ketika melihat video penangkapan anjing bernama Canon di Aceh, yang berujung pada kematian. 

31 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Aktris dan Model Davina Veronica Hariadi saat sesi foto bersama Anjing di Shelter Yayasan Natha Satwa Nusantara, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Aktris dan Model Davina Veronica Hariadi saat sesi foto bersama Anjing di Shelter Yayasan Natha Satwa Nusantara, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Model dan artis Davina Veronica tak hanya dikenal sebagai pegiat lingkungan.

  • Ia mendirikan dan memimpin yayasan yang mengedukasi masyarakat tentang anjing dan kucing.

  • Ia sering mengadvokasi kesejahteraan anjing dan kucing, termasuk kasus matinya anjing Canon di Aceh.

Selain dikenal sebagai pegiat lingkungan dengan menjadi relawan World Wide Fund for Nature (WWF) dan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Davina Veronica aktif mengadvokasi kesejahteraan hewan, khususnya anjing dan kucing. Model dan artis ini juga ikut bersuara lantang ihwal kasus matinya anjing bernama Canon di Pulau Banyak, Aceh Singkil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Canon mati setelah ditangkap petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) karena ada larangan memelihara anjing di lokasi wisata halal. Anjing itu diduga mati karena dimasukkan ke keranjang yang pengap saat akan dibawa ke daratan Singkil. Kasus anjing ini pun viral setelah video penangkapannya diunggah di media sosial. Sejumlah pesohor ikut menyuarakan simpati dan menuntut keadilan bagi si anjing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Namun perbincangan di jagat maya menjadi berkembang tak tentu arah. Salah satunya menyebutkan bahwa suara para pencinta satwa ini mencederai wisata halal di Aceh. “Kami paham ada otonomi daerah, silakan. Kami mendukung. Tapi, soal penanganan hewan, tolong sesuai dengan prosedur kesejahteraan hewan,” kata Davina kepada Dian Yuliastuti dari Tempo melalui sambungan aplikasi pesan, Rabu, 27 Oktober 2010.

Tidak sekadar bersuara, Davina juga mengirim tim dari yayasan Natha Satwa Nusantara yang dipimpinnya ke Aceh. Tim ini tergabung dalam Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia. “Kami datang dan mendorong untuk koreksi penanganannya yang salah.” Davina dan yayasannya memang aktif memberikan penyadaran ihwal perlindungan satwa domestik serta menyediakan shelter untuk hewan telantar dan korban kekerasan.

Davina bercerita ihwal aktivitasnya mengadvokasi berbagai kasus anjing dan kucing, kendala yang dihadapi, hingga kecintaannya kepada hewan domestik itu. Berikut ini petikan wawancaranya.

Dari mana awalnya Anda tahu soal matinya Canon?

Saya tahu dari adik pemilik Canon. Adiknya mengunggah kasus ini dan menge-tag saya di media sosial. Dia menyertakan beberapa bukti. Dari situ kemudian saya unggah lagi. Saya menangis terus setelah melihat video itu, sama sekali tidak ada SOP. Kenapa dia disodok-sodok pakai tongkat? Saya yakin kalau Dinas Peternakan tidak mungkin akan disodok begitu. Binatang kan tidak bisa bersuara, tapi dia punya perasaan. Dengan perlakuan begitu, dia mungkin merasa terancam. Secara naluri dan gesturnya pasti akan langsung membela diri karena merasa terancam. Mengapa tidak menunggu dulu si pemilik? Toh, Canon ada pemiliknya. Kalau SOP-nya benar, bakal ketemulah Canon dengan pemiliknya.

Bagaimana perkembangan kasus Canon ini?

Masih berjalan. Sepertinya masih panjang perjalanan. Kami tidak melibatkan pemiliknya, karena dia mendapat tekanan luar biasa dari masyarakat. Ini kan delik biasa, ya. Tanpa lapor pun bisa diproses. Jadi, kami mencoba mengadvokasi kasus ini tanpa melibatkan pemilik. Kami bergerak bersama dalam Koalisi Perlindungan Hewan Indonesia, yang di dalamnya tergabung sejumlah yayasan dan lembaga pencinta hewan.

Koalisi turun ke lapangan?

Oh, iya. Yayasan saya mengirim tim juga, bergabung bersama tim koalisi dan Doni (Doni Herdaru Tona, pendiri/Ketua Animal Defenders Indonesia). Namun minggu kemarin, dari Aceh Singkil, kami ke Medan dulu. Kami tidak berhasil ke tempat kejadian perkara karena tim kami banyak mendapat persekusi verbal dan dihalang-halangi. Situasinya tidak kondusif. Kami sudah bikin laporan soal kematian anjing ini ke Polres Singkil. Laporan diterima dan sudah dibuatkan BAP.

Aktris dan model Davina Veronica Hariadi saat sesi foto bersama kucing di Shelter Yayasan Natha Satwa Nusantara, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Setelah membuat laporan, apa langkah selanjutnya?

Kami tidak tahu apakah ini bakal diproses atau tidak. Pemilik ditekan, diancam izin kapalnya mau dicabut. Kami berharap pelaku minta maaf dan mengoreksi kesalahan, introspeksi ke depan supaya tidak terulang. Kami menunggu tindak lanjut dari BAP itu. Kami tidak ingin membuat kegaduhan yang merembet ke mana-mana. Justru ini harus dicermati oleh Menteri Pariwisata tentang tindakan dan kebijakan untuk wisata. Silakan diatur kalau anjing tidak boleh di daerah wisata halal. Tapi harus berpikir juga tentang kesejahteraan hewan.

Ada yang menyebut suara keras untuk kasus anjing itu menyerang wisata halal?

Yang perlu digarisbawahi adalah kami tidak mengibarkan bendera perang terkait dengan SARA, menyerang Aceh, atau menolak wisata halal. Ini strickly soal standard operating procedure (SOP) animal welfare tentang evakuasi binatang. Tapi kemudian jadi berkembang ke mana-mana, seperti kami membenci Islam serta menyerang Aceh dan wisata halal.

Lalu?

Kami mempersoalkan anjing Canon diambil bukan oleh dinas terkait. Dinas terkait, dalam hal ini Dinas Peternakan, mempunyai peralatan memadai, seperti kandang, jaring untuk menangkap, dan dokter hewan yang menyertai. Ada aturannya, SOP-nya. Kami menyayangkan kenapa Satpol PP yang turun. Mereka tidak punya kapasitas untuk itu. Ada aturan dan tata tertib memang untuk diikuti, tapi evakuasinya tidak sesuai dengan SOP. Satpol PP tidak punya kapasitas. Buktinya itu anjing mati. Kalau penanganannya benar, mereka mempertimbangkan soal kapasitas kandang, udara, oksigen, dan anjing tidak dehidrasi.

Bagaimana kondisi jasad Canon?

Kami tadinya mau autopsi untuk mengetahui penyebab kematiannya. Tapi kami tidak tahu di mana dia dikuburkan oleh pihak Satpol PP. Itu kan perjalanan panjang, ya. Kalau dikatakan stres, ya, benar. Dia dimasukkan ke keranjang sayur, lalu dilakban, ditutup terpal. Bagaimana dengan oksigen untuk bernapas? Dan dia kepanasan.

Apakah kasus seperti Canon ini sering terjadi?

Kasus semacam ini banyak terjadi di mana-mana di seluruh Indonesia. Tapi kami belum mencatatnya. Penanganan seharusnya diserahkan ke dinas terkait, jangan overlapping. Kasus Canon ini seperti gunung es. Banyak kasus tidak tuntas. Undang-undangnya harus direvisi dan lebih memberikan perlindungan bagi hewan domestik, hewan yang dilindungi, dan hewan liar. Kekerasan tidak boleh dibiarkan, tidak boleh ditoleransi.

Penegakan hukum belum kuat, ya?

Lemahnya penegakan hukum karena masih ada toleransi terhadap kekerasan (terhadap hewan), sehingga belum memberikan efek jera. Kalau pemerintah tegas menegakkan undang-undang, saya yakin masyarakat akan ikut, kok, akan patuh. Indonesia masuk dalam peringkat atas untuk video kekerasan terhadap hewan. Ini memalukan. Pemerintah harus mulai memperhatikan soal kesejahteraan hewan dan tegas menjalankan undang-undang.

Jadi, Anda melakukan itu semua untuk perbaikan penanganan hewan, ya?

Ya, kami datang dan mendorong untuk koreksi penanganannya yang salah. Kami semua dari Koalisi Perlindungan Hewan di Indonesia (KPHI). Bukan untuk yang lain. Kami paham soal aturan, ada otonomi daerah, terserah aturannya bagaimana, silakan. Kami mendukung. Tapi soal penanganan hewan, tolong sesuai dengan prosedur kesejahteraan hewan.

Selama mengadvokasi kasus-kasus hewan, apakah Anda mendapat serangan?

Kalau pro-kontra, pasti ada, ya, tapi saya pribadi tidak meladeni. Saya tidak mau terlalu menguras energi meladeni serangan ini. Capek. Jika ada yang menyerang di medsos, follower saya yang belain. Sudah dibantu oleh follower. Jadi, salah alamat jika mau merundung saya.

Bagaimana dukungan masyarakat serta sesama figur publik dan artis?

Cukup banyak dukungan. Ada beberapa kawan artis yang mendukung, seperti Manohara, Sophia Latjuba, dan Sherina Munaf. Mereka ikut mendukung dan membela kasus ini. Perlu bersuara, memang. Sudah sering, ya, dirundung oleh mereka yang tidak sepemikiran. Kan, susah kalau komunikasi tidak satu frekuensi. Memang harus ada strategi untuk urusan kesejahteraan hewan ini. Saya, kami, tidak mau terpancing oleh yang bukan ranah kami. Kami mengimbau netizen, masyarakat, fokus ke kesejahteraan hewan, bukan soal SARA, wisata halal, dan sebagainya.

Seperti apa strategi untuk mendorong kesejahteraan dan perlindungan hewan?

Kami masih dalam taraf kampanye, bersinergi bersama teman-teman lain mengunggah sesuatu, memberi tahu mana yang boleh dan tidak boleh. Ada shelter juga dan menyalurkan kepada mereka yang ingin adopsi.

Davina Veronica di Pusat Rehabilitasi BOFS, Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Dok Pribadi

Program Natha Satwa Nusantara sendiri seperti apa?

Kami berfokus pada edukasi, penyelamatan, rehabilitasi, dan merumahkan kembali hewan-hewan itu, mencari para adopter. Tapi fokusnya untuk mengedukasi. Kami banyak mendapati kasus hewan korban penelantaran dan penyiksaan. Belakangan ini angka kasusnya semakin meningkat, tidak mereda. Ini karena banyak celah di undang-undang. Pelakunya hanya mendapat hukuman ringan. Hukuman lemah, bayar denda kecil, sehingga belum ada efek jera. Perlu undang-undang yang lebih spesifik supaya angka kasus tidak meningkat.

Anda juga ikut mengadvokasi kasus perdagangan anjing untuk kuliner?

Ya, bersama teman-teman. Ini juga kasus yang masih terjadi di mana-mana. Banyak terjadi di Solo, ini tertinggi di Jawa, lalu Jakarta. Dikenal dengan nama sengsu (tongseng asu). Anjing kan tidak diternakkan untuk dikonsumsi, sehingga tentu saja ini ilegal. Ketika dibawa ke tempat kuliner saja, mereka diperlakukan semena-mena. Ada yang diseret-seret, diikat, dikarungin, dipukul. Oh my God, itu kan namanya penyiksaan.

Bagaimana awalnya Anda terlibat dalam advokasi hewan domestik ini?

Saya terjun menjadi aktivis lingkungan pada 2009. Kalau dengar soal itu, sering. Dan di media luar kan banyak (memberitakan kasusnya), ya, dari Vietnam, Korea Selatan. Ternyata di Indonesia sendiri juga banyak.

Anda sudah lama suka anjing?

Saya sangat akrab dengan anjing sejak kecil. Pelihara ayam juga, tapi bukan untuk dikonsumsi. Dari hewan-hewan ini, saya juga banyak belajar. Mereka juga punya pikiran dan perasaan.

Di rumah ada berapa binatang peliharaan?

Di rumah ada lima anjing. Karakter mereka juga beda-beda. Ada Jowi, Jamal, Summer, Reno, Camply. Semua saya adopsi. Untuk kucing liar, mungkin ada 10 yang tiap hari datang ke rumah minta dikasih makan. Semua kucing sudah steril. Itu juga karakternya beda-beda. Ada yang manja, namanya Zorro. Ada si Silver, Lemon, dan lainnya. Semua juga saya kasih nama.

Ada yang istimewa dari anjing-anjing yang pernah Anda pelihara?

Setiap anjing punya cerita istimewa, lucu semua. Ada anjing Jowi yang selalu minta disuapi. Makanannya pun tidak mau makanan anjing biasanya, kecuali snack stik gitu, dia mau makan sendiri. Ada juga yang lain, suka saya kasih cemilan. Misalnya saya lempar, biasanya dia cuma lihat camilannya, lalu melihat balik ke saya. Itu lucu banget. Kayak dia bilang, “Emangnya saya anjing?” Ha-ha-ha. Maunya ditaruh (di tempat) yang bener.

Ada yang punya kebiasaan unik dan lucu?

Mereka semua tidur di kamarku, ada tempat masing-masing. Sebelum tidur, mereka minta dipeluk-peluk dan dicium dulu. Ada Reno itu suka  pakai piyama gitu, ada yang maunya tidur sama bonekanya. Dari lima, tiga anjing harus ekstra perhatian karena sudah menua.  Satu buta total yang buta total, dua rabun yang menuju kebutaan Jowi dan Camply, dua lainnya sehat itu Jamal dan Summer.

Shelter menampung berapa banyak peliharaan?

Sekarang di shelter ada 80 anjing dan 200 kucing. Dibanding lembaga lain, ini masih sedikit, ya. Sebab, tujuan kami kan sebenarnya mengedukasi. Kami giat berkampanye untuk adopsi, tapi kadang ada musim situasi overload. Kalau sudah begitu, kami umumkan lewat media sosial untuk stop dulu. Kami berusaha untuk seimbang, yang masuk sama yang keluar sama. Maksimal itu kami usahakan 100 hewan.

Berapa biaya bulanan untuk shelter?

Sekitar Rp 150 juta per bulan untuk operasional, tenaga yang merawat, biaya makanan, obat-obat, dan biaya dokter. Itu juga kadang-kadang tidak pasti, bergantung pada situasi hewan. Misalnya, kalau ada yang sakit atau butuh perawatan, kami kadang open donasi untuk penanganan atau perawatan hewan tertentu yang sakit atau butuh operasi. Kami konsultasi ke dokter hewan dulu, tanya biayanya berapa, lalu open donasi. Kalau sudah mencukupi, kami tutup. Kami juga bekerja sama dengan klinik tepercaya.

Dalam tiga hingga lima tahun terakhir ini, bagaimana Anda melihat dukungan dan kesadaran masyarakat soal kesejahteraan hewan?

Banyak perubahan terjadi. Semakin banyak orang peduli pada hewan dan kesejahteraannya. Berarti, edukasi kami dan teman-teman lain berjalan.

Aktris dan Model Davina Veronica Hariadi saat sesi foto di Shelter Yayasan Natha Satwa Nusantara, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Anda masih membantu di WWF dan BOSF?

Masih, sebagai awareness campaigner. Tapi di WWF kegiatan offline-nya lagi berkurang. Kalau di BOSF, masih terus jalan untuk penyadartahuan tentang hutan dan orang utan.

Selain itu, ada kesibukan di mana?

Ada usaha kecil untuk nyambung (hidup) he-he-he. Saya punya clothing line sendiri. Lalu suka ikut bisnis, proyek lepasan teman. Kalau syuting sama modeling, udah lama enggak, enggak prioritas. Modeling juga by demand kalau ada permintaan desainer tertentu. Tapi sudah sama sekali enggak. Sekarang lebih ke aktivis lingkungan dan perlindungan hewan di Indonesia.

Kalau sedang longgar, me time apa saja kegiatan Anda? 

Baca buku dan nonton online, ya. Saya suka buku soal alam, binatang, lingkungan, ya, untuk menambah wawasan. 

Suka ke salon?

Kalau ke salon, enggak sih. Paling perawatan muka saja. Kebetulan saya ikon di salah satu rumah kecantikan untuk facial, pencerah wajah.  

Suka kuliner Italia?

Paling  yang standar saja, seperti spageti pakai saus, tambah tomat dan bawang. Aku vegetarian, enggak usah pakai daging tinggal cemplung tomat seger. Nanti tambah minyak zaitun.

Selama pandemi, ada kegiatan apa?

Paling usaha, bisnis. Kalau urusan berhasil, ya, itu nantilah. Untuk bisnis, saya tertarik urusan tourism, urusan  alam, mempromosikan keindahan alam, dan jadi wisatawan yang bertanggung jawab he-he-he. Jangan buang sampah sembarangan.

Biodata

Nama Lengkap                  : Davina Veronica Hariadi, S.I.Kom.

Pendidikan                      :

-   Juni 1997: lulus SMU St Fransiskus Asisi, Jakarta 

 -  September 2005: lulus Sarjana Strata 1 Ilmu Komunikasi  FISIP Universitas Pelita Harapan, Karawaci,

Riwayat Pekerjaan/Karier : 

1995-2010: model

 2004:  supporter WWF Indonesia

 2009-sekarang: honorary supporter WWF Indonesia

2014-sekarang: co-founder  Garda Satwa Indonesia (GSI)                                               

2014-2018: CEO Yayasan GSI

2015-sekarang: Komisioner Independen Majalah Scuba Diver Indonesia

2016-sekarang: Juru Kampanye Kesadartahuan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF)

2019-sekarang: Co-founder  dan CEO Yayasan Natha Satwa Nusantara (NSN)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus