Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INDONESIA mengalami triple dip La Niña, siklus 23 tahun ketika musim hujan berlangsung terus-menerus selama tiga tahun. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), triple dip dimulai pada 2020 sehingga musim hujan akan berakhir pada 2022. Keuntungan bagi Indonesia: kebakaran hutan dan lahan berkurang serta emisi gas rumah kaca pun bisa ditekan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun hujan yang turun terus-menerus menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor. “Iklim dan cuaca Indonesia itu kompleks,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Sebagai negara khatulistiwa berbentuk kepulauan yang diapit dua benua besar dan dua samudra, wilayah Indonesia menjadi perlintasan suhu dingin disertai angin dan awan dalam waktu bersamaan. Akibatnya, curah hujan menjadi ekstrem.
Fenomena alam ini menjadi tidak normal karena pengaruh krisis iklim dan pemanasan global. Kenaikan suhu permukaan bumi 1,2 derajat Celsius dibanding masa praindustri 1800-1850 telah menyelewengkan musim. Jarak La Niña (kemarau basah) ke El Niño (musim kering) menjadi lebih pendek dari lima-tujuh tahun menjadi dua-tiga tahun.
Menurut Dwikorita, La Niña akan melemah memasuki 2023. Tapi akibatnya suhu Indonesia akan kembali seperti 2015-2016 atau 2019, yakni kekeringan berkepanjangan. Akibat lain adalah potensi kebakaran hutan dan lahan yang meningkat. Pada tahun-tahun itu, kebakaran menjadi yang terluas dalam satu dekade. Produksi emisi gas rumah kaca yang terlepas ke atmosfer pun mencapai rekor.
Kepada wartawan Tempo, Abdul Manan dan Zacharias Wuragil, pada Selasa, 27 Desember 2022, Dwikorita menjelaskan fenomena cuaca yang kian tak menentu akibat krisis iklim, ancaman gempa yang tak terprediksi, hingga komunikasi bencana dan penanganannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jadi cuaca 2023 seperti apa?
La Niña masih ada, tapi melemah. Tahun ini menjadi netral. Cuaca akan kembali seperti 2019.
Apa akibatnya?
Tidak ada peningkatan curah hujan. Bahkan ada tren kenaikan suhu sehingga akan mengembalikan potensi kebakaran hutan dan lahan. Kemarin, karena La Niña, kebakaran berkurang, tapi banjir dan tanah longsor terjadi di mana-mana.
Tahun ini sudah masuk El Niño?
Belum. Memang siklusnya biasanya setelah La Niña akan menjadi El Niño. Tapi tidak seketika.
Apa beda keduanya?
El Niño adalah kekeringan berkepanjangan seperti 2015-2016. Tahun itu kebakaran hutan dan lahan terjadi di mana-mana. Jadi 2015-2016 itu El Niño, lalu 2020-2022 La Niña.
Sampai kapan musim hujan berlangsung?
Desember 2022 hingga Januari 2023 hujan turun di sebagian wilayah Indonesia. Januari puncak hujan.
Pada 2022 sering terjadi hujan lebat hingga banjir. Tapi tidak merata di tiap wilayah. Apa penyebabnya?
Mungkin curah hujannya di tempat yang banjir tidak selebat di tempat yang tidak banjir. Misalnya di Jawa Barat belum selebat di Kalimantan, tapi Jawa Barat sudah mengalami banjir. Itu karena kondisi kerusakan lahan. Kalau lahannya sudah rusak, resapan air terganggu. Jawa Barat ini istimewa.
Apa istimewanya?
Curah hujan tertinggi itu di Jawa Barat karena topografinya dan sirkulasi angin. Jawa Barat tidak pernah mengalami musim kemarau, terutama Bogor. Tanahnya menjadi jenuh. Akibatnya, Bogor mengalami banjir meski hujannya enggak lebat. Sisa pori penyimpan air sedikit.
Kenapa Jakarta mengalami banjir. Apakah solusinya sumur resapan?
Sumur resapan efektif diterapkan kalau jumlahnya masif dan tersebar luas. Masalahnya tanah di Jakarta itu tanah liat. Air sulit tembus. Kalau di Yogyakarta atau di wilayah endapan gunung api, air hujan bisa langsung meresap karena tanahnya pasir halus.
Jadi apa solusi paling pas mengendalikan banjir Jakarta?
Kolam retensi diperbanyak. Kanal-kanal dan bantaran diperbanyak. Itu kan haknya air lewat di situ dan meresap di situ.
Cuaca makin tak menentu. Karena krisis iklim?
Betul. Itu fenomena global. Siklus La Niña ke El Niño makin pendek. Badai tropis Seroja seharusnya tidak terjadi di wilayah khatulistiwa. Di khatulistiwa jari-jari buminya paling panjang sehingga kecepatan rotasi bumi di khatulistiwa tinggi. Kecepatan rotasi bumi mengakibatkan gaya coriolis, gaya yang membuat zona khatulistiwa tidak bisa ditembus badai tropis. Badai tropis di belahan bumi selatan atau utara jika mendekati khatulistiwa pasti membelok karena pusarannya sangat cepat.
Faktanya badai Seroja masuk Indonesia.
Ini salah satu dampak perubahan iklim global karena bumi makin panas. Sebelum 2020 hujan ekstrem tidak pernah mencapai 377 milimeter dalam 24 jam. Pada 2020 terjadi rekor di Jakarta.
Itu yang membuat Jakarta mengalami banjir?
Ya. Kami berikan peringatan dini sepuluh hari sebelumnya. Saya ingat sekali Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengundang semua pihak, termasuk BMKG, memaparkan potensi ekstrem pada 29 Januari 2022. Kejadiannya tanggal 31 Januari 2022.
Omong-omong, berapa lama BMKG bisa memprediksi cuaca?
Enam bulan sebelumnya. Misalnya La Niña atau El Niño. Enam bulan sebelumnya kami bisa tahu. Kemudian diperbarui setiap bulan, setiap sepuluh hari, lalu ada update setiap pekan. Kalau sudah sepekan sebelumnya, resolusi dari prediksinya sudah tingkat kecamatan.
Kalau enam bulan prediksinya pada level apa?
Makro Indonesia dan provinsi. Makin dekat, resolusinya makin tinggi. Tiga hari sebelumnya diulangi lagi. Sampai tiga jam sebelumnya, lalu terakhir 30 menit sebelumnya. Kenapa diulang-ulang? Karena fenomena iklim dan cuaca di Indonesia sangat kompleks, sangat dinamis. Beda dengan cuaca dan iklim di Amerika.
Apa penyebabnya?
Karena letak Indonesia di antara dua benua besar, dua samudra besar, dan negara ini kepulauan. Udara dingin dari dataran tinggi Tibet masuk melalui Selat Malaka mengakibatkan naiknya kecepatan angin. Angin membawa uap air sehingga curah hujan naik dan itu bersamaan dengan menguatnya muson Asia. Ada juga kumpulan awan hujan dari arah Samudra Hindia sebelah timur Afrika. Pergerakannya menuju Samudra Pasifik. Indonesia di antaranya. Jadi kelewatan terus. Itu terjadi dalam waktu bersamaan sehingga kondisinya menjadi ekstrem.
Prediksi BMKG disampaikan kepada siapa saja?
Ke pemerintah daerah dan lembaga terkait. Pertama ke BNPB, lalu ke publik melalui konferensi pers, aplikasi, media sosial, website. Kami juga bersurat langsung ke gubernur, bahkan ke presiden.
Infonya realtime?
Kalau informasi realtime gempa bumi paling lama lima menit setelah kejadian.
Kalau penanganan lamban itu karena apa?
Info BMKG masuknya melalui pemerintah daerah, dalam hal ini badan penanggulangan bencana daerah. Kami memahami berbagai kendala jaringan komunikasi, keterbatasan sarana-prasarana. Indonesia kan luas dan gap cukup besar. Ada daerah yang sarana-prasarananya sangat terbatas. Memahami itu, kami menyebarkan langsung ke masyarakat melalui telepon seluler mereka.
Peringatan BMKG tak pernah meleset, ya?
Akurasinya 90 persen. Berarti 10 persen bisa meleset.
Karena apa jika meleset?
Misalnya di Kemayoran turun hujan, kami bilang hujan terjadi di dekat Kemayoran. Meleset di situ. Kemayoran malah tidak kena hujan. Kami mewaspadai itu. Makanya diulang-ulang peringatannya.
Saat badai Seroja terjadi, berapa hari sebelumnya BMKG mengetahui ada ancaman itu?
Sekitar tiga hari. Kejadiannya pukul 1-2 dinihari. Peringatan dini terakhir pukul 9 malam. Saat itu kami keluarkan peringatan dini sampai menjelang pukul 12. Tapi perhatian publik di media sosial turun karena kalah oleh informasi Atta Halilintar akan menikah.
Krisis iklim ini fenomena global. Bagaimana kerja sama BMKG dengan lembaga internasional?
Kami diawasi dan dikendalikan oleh badan meteorologi dunia. Ada kelemahan dan keterbatasan teknologi. Sebenarnya teknologinya tidak terbatas kalau datanya cukup.
Data apa yang terbatas?
Lautan. Data cuaca relatif lebih banyak karena terbuka. Tapi data ocean, setiap negara mempunyai rahasia. Itu soal kedaulatan.
Artinya tidak banyak data lautan bisa dibagi?
Tidak semua negara mengizinkan datanya diakses. Padahal perubahan iklim akan efektif ditangani kalau data ocean tersedia dengan memadai.
Dwikorita Karnawati
Tempat dan tanggal lahir:
- Yogyakarta, 6 Juni 1964
Pendidikan:
- Ph.D. dalam Earth Sciences dari Leeds University, Inggris, 1996
- Program post doctoral di Tokyo University, Jepang 1997
Karier:
- Rektor Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014-2017
- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, 2017-sekarang
Penghargaan:
- Profesor Leverhulme dari The Institute for Advanced Studies, Bristol University, Inggris, 2003
- Ketua The Intergovernmental Coordination Group of Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System, 2019
Untuk pemantauan lautan, BMKG memakai apa?
Permodelan matematis. Ada juga peralatan stasiun melalui automatic weather station radar. Kemudian juga kami melepas drifter. Alat yang dilepas, biarpun hanya satu, selama hanyut mengumpulkan data suhu, tekanan, salinitas, dan berbagai parameter itu. Tapi masih relatif sangat terbatas dibanding data cuaca. Untuk mengetahui dampak perubahan iklim di Indonesia kita butuh data dari negara lain. Sebaliknya, dunia luar Indonesia juga membutuhkan data dari Indonesia sehingga ada resolusi badan meteorologi dunia pada 2021 menyatakan open data policy.
Praktiknya apakah terbuka?
Susah. Di dunia ini data laut dikumpulkan dari data buoy. Buoy banyak dimiliki Amerika Serikat dan negara maju. Indonesia kayaknya enggak punya. Tapi kita malah ditunjuk sebagai ketua organisasi pengelola buoy.
Apa akibat tak punya buoy?
Kita jadi enggak punya data, enggak bisa analisis. BMKG sedang menyiapkan alat mirip buoy. Kami bekerja sama dengan negara lain merawat buoy dan mengambil data dari buoy milik negara lain di Samudra Hindia.
(Pada 2019, Indonesia meluncurkan InaBuoy buatan PT PAL Indonesia dan disebar di banyak laut rawan tsunami. Buoy menjadi bagian dari Peringatan Dini Tsunami (Ina-TEWS) yang BMKG buat pada November 2008).
Soal gempa, apakah sama sekali tidak bisa diprediksi?
Teorinya, sudah ada ilmu yang memperkirakan gempa. BMKG melakukannya sejak lima tahun lalu.
Hasilnya?
Tidak berani mengeluarkan. Beberapa kali cocok. Tapi banyak tidak cocoknya. Akurasinya kurang dari 60 persen. Itu bukan prediksi. Itu kebetulan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat melihat layar pantauan cuaca di Kantor Pusat BMKG, Jakarta, 28 Desember 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Jadi gempa di Cianjur tak bisa diprediksi?
Kalau perkiraan tempatnya, bisa. Gempa di Cianjur sudah bisa diprediksi karena rawan gempa. Bandung dan DKI Jakarta juga. Tapi kalau ditanya kapan, kami enggak tahu. Kadang memakai pendekatan periode ulang. Misalnya gempa di Cianjur terakhir terjadi pada 2000. Sebelumnya 1982. Berarti 20 tahunan. Sekarang 2022. Tapi itu bisa meleset juga. Gempa di Palu sudah diprediksi pada 1970-an akan terjadi pada 2000. Faktanya terjadi pada 2018. Meleset 18 tahun.
Artinya, bisa diantisipasi?
Untuk daerah rawan gempa, rumah penduduk harus mengikuti standar bangunan tahan gempa. Edukasi masyarakat penting agar mereka bisa otomatis melindungi diri.
Berapa lama gempa bisa diketahui BMKG?
Kami tahu itu dalam dua menit. Tapi disampaikan ke publik maksimum lima menit.
Apakah peralatan pendeteksi gempa kita cukup memadai?
Saat kita dihajar gempa Lombok, lalu gempa Palu, peralatannya belum memadai. Kejadiannya 2018. Dari audit, kami tahu peralatan tak memadai. Makanya kami mengajukan proposal untuk menambah peralatan. Tapi pengajuan permohonannya dilakukan pada Desember, sudah terlambat. Saya baru masuk BMKG pada November.
Pengadaannya dipercepat?
Ya. Pada 2019 kami menambah banyak peralatan. Alat itu dipasang di seluruh wilayah Indonesia untuk mencatat gempa, memprediksi tsunami. Lalu yang penting alat penerima informasi dan peringatan dini. Itu baru dilengkapi setelah 2020. Alat-alat itu diserahkan ke pemerintah daerah agar mereka bisa menerima peringatan dini secara cepat. Ternyata banyak yang ditaruh di pojok, tak pernah dibersihkan, tak pernah dinyalakan. Kami kaget.
Solusinya apa?
Mulai Januari 2023 kami yang akan pelihara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, wawancara ini terbit di bawah judul "Januari Puncak Hujan, Setelah Itu Suhu Naik"