Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Ikhtiar Menjadi Kota Nol Sampah

Kota Bandung dan Pulau Bali berambisi mewujudkan kawasan bebas sampah atau zero waste city. Dimulai dengan pemilahan sampah dari sumbernya. 

8 Januari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejak 2013, inisiasi mewujudkan Kota Bandung bebas sampah dijalankan, tapi belum maksimal.

  • Menitikberatkan pemilahan di tingkat rumah tangga dan pengolahan sampah di tingkat kawasan untuk mengurangi residu yang dibawa ke TPA.

  • Di Bali, Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar mengandalkan regulasi-regulasi.

SEJAK Oktober 2016, Kelurahan Neglasari, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota Bandung, menerapkan pengumpulan sampah dengan pemilahan. Program ini bermula ketika Neglasari ditunjuk menjadi model kawasan bebas sampah pada 2015. Pengurus kelurahan langsung berdialog dengan pengurus rukun warga untuk merumuskan pengelolaan sampah secara mandiri sesuai dengan kemampuan masyarakat. “Awalnya hanya satu RW yang konsisten menerapkan pengumpulan sampah dengan pemilahan,” kata Lurah Neglasari, Indra Bayu Kamajaya, Kamis, 5 Januari lalu.

Lambat laun, Indra menambahkan, kegiatan pemilahan sampah meluas hingga mencakup delapan RW dan 39 rukun tetangga. "Kegiatan ini bisa kami jalankan. Kuncinya konsisten, karena mengubah kebiasaan memilah sampah sejak dari rumah tidak bisa terjadi secara instan," tuturnya. Hingga 2022, pengumpulan sampah dengan pemilahan di tingkat rumah tangga ini diklaim telah menurunkan jumlah sampah yang dibawa ke tempat pemrosesan akhir (TPA) hingga 67 persen.

Indra memilih pendekatan dengan menertibkan semua pengurus organisasi atau lembaga di Neglasari. Ia mengharuskan pengurus RT dan RW, dasawisma, pembinaan kesejahteraan keluarga, pos pelayanan terpadu, juga karang taruna berdisiplin memilah sampah sejak dari rumah. Setelah para pengurus terbiasa, Indra mewajibkan mereka menularkan kebiasaan tersebut kepada tetangga-tetangga dan memberikan informasi pemilahan sampah yang baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Partisipasi salah satu wargadalam operasional pengumpulan sampah terpilah dengan mengumpulkan sampah organiknya pada wadah khusus organik, di Kelurahan Cihaurgeulis, Bandung, Jawa Barat, September 2018/Dok CS NERF

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sampah-sampah yang terpilah kemudian diangkut petugas dengan proses masing-masing. Sampah organik akan diolah di kawasan menjadi kompos. Sedangkan sampah residu atau yang tidak bisa diolah atau didaur ulang diangkut ke TPA. Sampah-sampah yang bernilai ekonomi, seperti plastik dan karton, dapat dijual kembali oleh petugas pengambil sampah sebagai tambahan penghasilan.

Indra mengatakan ada tiga metode pengelolaan sampah organik yang cocok diterapkan di Neglasari, yaitu melalui bata terawang, budi daya maggot atau belatung, dan lubang kompos. Bata terawang adalah wadah pengomposan sampah organik menggunakan bata berbentuk kubus yang disusun berongga sebagai aliran oksigen yang akan membantu pengomposan. Sementara itu, budi daya belatung sukses dilakukan karena mendatangkan manfaat sebagai alternatif pakan burung, ikan, dan ayam ternak.

Upaya Neglasari memanfaatkan sampah organik sempat membuat heran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung. "Kami biasanya rutin memberikan sampah organik ke DLH. Karena sampah sudah habis diolah di kawasan, DLH malah bingung, kok, tidak pernah setor lagi," kata Indra, tertawa kecil. Ikhtiar Neglasari menjadi contoh pelaksanaan program Kang Pisman, akronim dari Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan.

Kang Pisman adalah salah satu inisiatif Pemerintah Kota Bandung yang diluncurkan pada 2018 untuk mengatasi masalah sampah. Berbeda dengan di dua kelurahan lain, Sukamiskin dan Cihargeulis, yang dikembangkan penuh oleh DLH Kota Bandung, Kang Pisman di Neglasari murni inisiatif pengurus kelurahan. Untuk memuluskan pengelolaan sampah, Indra membuat dua kelompok petugas. Pertama, petugas pendamping di RW yang memastikan pemilahan berjalan sambil mengedukasi masyarakat. Kedua, petugas pengolah sampah di kawasan.

Model pemilahan sampah dari rumah tangga juga dijalankan di Kelurahan Antapani Tengah, Kecamatan Antapani. Lurah Teguh Haris Pathon mengatakan kelurahannya melaksanakan Kang Pisman sejak 2019. "Awalnya iseng-iseng berhadiah, mengadakan pelatihan pengolahan sampah di RW, lalu membentuk 20 kader di setiap RW dan melihat masyarakat yang paling antusias," ujarnya. Ia melihat warga RW 19 yang paling bersemangat melaksanakan Kang Pisman.

Program pun dilaksanakan di RW 19 sebagai proyek percontohan. Pengelolaan dimulai dengan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, lalu mengumpulkannya di satu titik kumpul di setiap RT. Sampah-sampah itu lalu dikelola di Taman Jasmine. Di taman yang dikenal sebagai Jasmine Integrated Farming itu telah terbangun sarana pembuatan kompos dan lahan penyemaian yang terintegrasi.

Menurut Teguh, keberhasilan di RW 19 ini sedang ditularkan ke RW lain di Antapani Tengah. Atas inisiatif yang dilakukan di RW 19 itu, dia menambahkan, dukungan dari pelbagai pihak mengalir. "Kami sekarang memiliki rumah pengelolaan sampah organik, mesin pencacah plastik dan sampah organik, dan sepeda motor sampah dari pelbagai badan usaha yang ingin terlibat memfasilitasi Kang Pisman di Antapani Tengah," tuturnya.

Agar program berjalan dengan sistematis dan terukur, Teguh membuat rencana teknis pengelolaan sampah (RTPS) pada 2020. Sama dengan Teguh, Indra Bayu membuat RTPS pada 2019. "Pengelolaannya jadi lebih sistematis, metodenya disesuaikan dengan kondisi lingkungannya, dan lebih terukur kebutuhan pendanaannya. RTPS membuat penyelenggaraan lebih efektif," ujar Indra.

Kedua lurah itu mendapat pendampingan dari Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) dalam pembuatan RTPS. Menurut Direktur Eksekutif YPBB David Sutasurya, RTPS adalah rencana induk yang bersifat detail mengenai sistem pengelolaan, sumber daya yang ada, target yang dicanangkan, serta kebutuhan pembiayaan dan strategi pelibatan masyarakat. Menurut David, idealnya RTPS dipandang sebagai produk formal yang memiliki landasan hukum.

Perjalanan Kota Bandung menuju zero waste city (ZWC) alias kawasan bebas sampah tak dapat dilepaskan dari upaya bersama YPBB dan kelompok Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS). Pada 2013, YPBB merintis ZWC di Kelurahan Sukaluyu, Kecamatan Cibeunying Kaler; dan Kelurahan Babakan Sari, Kecamatan Kiara Condong. Setelah itu, konsep ini dijalankan di Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik; dan Kelurahan Cihargeulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, dengan model pendampingan penuh dari pemerintah daerah dan Neglasari yang didampingi YPBB tanpa pengawalan DLH.

Pada 2018, Pemerintah Kota Bandung meluncurkan Kang Pisman dan memprioritaskan pelaksanaan ZWC di delapan kelurahan. Selain itu, terbit Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah yang ditetapkan pada 16 Oktober 2018. Peraturan daerah ini menguatkan kerja-kerja rintisan YPBB dan BJBS dengan menegaskan penanganan sampah adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemilahan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.

Tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, dan recycle (TPS3R) di Desa Lebih, Gianyar, Bali, November 2022/Tempo/Dini Pramita

Untuk membuat pengelolaan sampah menjadi sistem dan terlembagakan secara kokoh di Indonesia, kata David, masih ada ganjalan dari pemerintah pusat. Salah satunya kebijakan pendanaan yang membuat pemerintah daerah tak berani menganggarkan dana pengelolaan sampah dalam jumlah besar. Aturan yang menghambat antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

David mengatakan saat ini YPBB tengah melakukan advokasi agar pengelolaan sampah dapat dianggap setara dengan layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. "Kami sedang mengadvokasi agar anggaran pengelolaan sampah minimal 4 persen," tuturnya. Jumlah ini pun, menurut David, masih jauh dari rata-rata anggaran pengelolaan sampah di negara berkembang, yaitu 11 persen. Hal lain yang mesti diadvokasi di level pemerintah pusat, menurut dia, adalah standar pengawasan, pelaporan, dan penegakan hukum.

•••

LAIN Bandung, lain Bali dalam ikhtiar menjadi zero waste city. Usaha mewujudkan kota nol sampah itu dimulai dari kampung, sekolah, dan pasar tradisional. Di Pasar Sindu di Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, penggunaan kantong plastik sekali pakai diminimalkan untuk mengurangi timbulan sampah plastik. Inisiasi ini dijalankan dengan melibatkan pemuda yang tergabung dalam komunitas Sobat Pasar.

Inisiator Sobat Pasar, Nyoman Gde Riky, 24 tahun, mengatakan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai ini sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Strategi yang diterapkan adalah menertibkan pedagang di dalam pasar dulu. Setelah itu, mensosialisasi larangan penggunaan plastik besar bergagang kepada konsumen sejak di pintu masuk pasar.

Program Pasar Bebas Plastik di Pasar Sindu dimulai pada 10 Januari 2022 dengan melibatkan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali dan Gerakan Diet Kantong Plastik dengan dukungan Canada Fund serta Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bali. Berdasarkan data PPLH Bali, rata-rata penggunaan kresek di Pasar Sindu sebanyak 2.969 lembar per hari. Sejak itu, menurut Nyoman, tingkat penggunaan kantong plastik besar bergagang menurun drastis dan rata-rata penurunan penggunaan kantong plastik mencapai 40 persen.

Gerakan serupa diimplementasikan di Pasar Seni Guwang Sukawati, Gianyar, dengan melarang penggunaan kantong plastik mulai 27 November 2022. Pelarangan itu bertepatan dengan hari ulang tahun pasar seni tersebut yang ke-21. Kepala Pasar Seni Guwang, Ketut Buda, mengatakan pasar seni itu dikelola oleh desa adat sehingga ada aturan adat yang dirancang untuk memaksa pedagang mengikuti aturan tersebut.

Aturan dasarnya adalah melarang pedagang menyediakan kantong plastik. "Dendanya berupa denda adat. Setiap pelanggaran akan dihitung dengan sejumlah beras yang harus dibayarkan," ucap Ketut. Aturan itu juga mengikat konsumen. Konsumen wajib membawa kantong belanja sendiri atau membeli kantong belanja yang dapat dipakai ulang dari pedagang, layaknya di pasar swalayan.

Potret Sampah Indonesia/Tempo

Di tingkat rumah tangga, menurut Direktur PPLH Bali Catur Yudha Hariani, pengumpulan sampah dengan pemilahan sudah dilakukan di Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Timbulan sampah tidak hanya datang dari konsumsi sehari-hari, tapi juga dari peribadatan setiap bulan yang membutuhkan sesajen. Dari kegiatan tersebut, 70 persen timbulan sampah berjenis organik dan sisanya anorganik. Karena itu, penanganan sampah organik menjadi kebutuhan utama masyarakat di desa tersebut.

Pada awal Januari 2022, tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, dan recycle (TPS3R) di Desa Lebih diresmikan. Setelah peresmian TPS3R ini, dibuat kesepakatan bahwa petugas tidak akan mengangkut sampah dari warga yang tidak melakukan pemilahan. Untuk mengefektifkan pemilahan sampah dari sumber, di tiap dusun ditempatkan lima kader yang akan memonitor pemilahan oleh masyarakat sekaligus memberikan edukasi dari rumah ke rumah.

Pemilahan sampah ini dipermanenkan melalui peraturan desa sehingga memiliki landasan hukum kuat. Kegiatan itu juga mengimplementasikan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Saat ini Gianyar memiliki 34 TPS3R dan jumlahnya akan terus diperbanyak.

DINI PRAMITA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus