Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Boediono: Tutup Semua Rekening Liar

2 Juli 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertumbuhan ekonomi meningkat, rupiah menguat, begitu pula indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta. Di masa Boediono Menteri Koordinator Perekonomian ini, ekonomi kita bergerak maju. Majalah BusinessWeek di Amerika Serikat mengakui prestasinya—tak terkecuali sewaktu ia menjabat Menteri Keuangan pada Kabinet Gotong Royong-nya Megawati. Ia disebut sebagai salah satu dari 25 orang paling berpengaruh yang membawa perubahan di Asia.

Kebijakan Boediono, 64 tahun, konservatif dan ketat. Ya, sejumlah indikator ekonomi membaik begitu ia memangku jabatan penting. Tapi tingkat pertumbuhan ekonomi tak secepat yang diharapkan. Dan dari situlah perbedaan-perbedaan antara dia dan Wakil Presiden Jusuf Kalla merekah dan diberitakan menjadi konflik.

Indonesia punya seribu satu masalah. Termasuk soal rekening liar yang dikemukakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution. Berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat 2004, jumlahnya 957 rekening senilai Rp 20,55 triliun. ”Malah ini dicatat atas nama pribadi pejabat Departemen Keuangan yang sudah lama meninggal,” kata lelaki kelahiran Blitar, Jawa Timur, ini.

Rabu pagi pekan lalu, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang terkenal santun itu menerima tim Tempo di kantornya, di Lapangan Banteng. Mengenakan batik merah muda berlengan pendek, dia bercerita dari soal paket ekonomi yang baru diluncurkan, rekening liar, pajak ekspor crude palm oil, sampai hubungannya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sesekali salah seorang anggota staf ahlinya, Jannes Hutagalung, menjelaskan sesuatu yang lebih teknis, terutama soal monitoring pelaksanaan paket ekonomi itu. Berikut ini petikan wawancaranya.

Kenapa masih ada rekening yang tidak jelas, termasuk di kantor Kementerian Perekonomian?

Kebanyakan memang yang masa lampau tapi belum ditutup. Dulu ada memang rekening untuk talangan. Itu banyak sekali. Itu yang perlu ditertibkan. Nah, sedangkan yang baru-baru ini, saya kira, sudah mulai dilaporkan. Kadang kala memang ada proyek yang memerlukan rekening tertentu, makanya dibuka dan masih harus ada, akan dipertahankan setelah didaftarkan ke Departemen Keuangan.

Bagaimana keseriusan pemerintah menertibkan rekening liar itu?

Menteri-menteri sudah membuat kesepakatan bersama untuk menertibkan rekening-rekening liar itu, beserta sanksinya.

Kalau yang di Kementerian Perekonomian bagaimana?

Sudah saya perintahkan, tutup semua rekening yang tidak jelas itu.

Selain soal rekening ”liar” itu, Menteri Koordinator Perekonomian mengeluarkan paket kebijakan ekonomi baru, yakni beleid yang memuat kebijakan perbaikan iklim investasi, reformasi sektor keuangan, percepatan pembangunan infrastruktur, serta pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Keempat paket tersebut merupakan kelanjutan dari empat paket sebelumnya: Paket Insentif (Oktober 2005), Paket Kebijakan Infrastruktur (Februari 2006), Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi (Februari 2006), dan Paket Kebijakan Sektor Keuangan (Juli 2006).

Ke mana arah paket kebijakan yang baru ini?

Paket ini fokusnya pada perbaikan iklim investasi, meningkatkan ekspor, juga upaya kita mendorong percepatan pembangunan infrastruktur. Ini merupakan kelanjutan dari diterapkannya paket perbaikan iklim investasi yang lalu. Sifatnya komplementer, bukan saling mengganti.

Apa bukan koreksi dari kebijakan yang lalu?

Memang ada koreksi. Misalnya, pada paket kebijakan yang lalu kan belum ada amendemen Undang-Undang Perburuhan. Makanya, dalam paket kebijakan yang baru, kami tak memakai itu, tak mau mengubah undang-undang. Kami cari yang merupakan titik temu. Antara lain adanya opsi asuransi, yang sekarang masih kami hitung. Yang terbaru, dalam paket kebijakan kali ini, intinya adalah perbaikan yang menjadi komplain dari para pelaku ekonomi, yang pada paket kebijakan lalu belum kami tangkap. Sekarang kami masukkan. Dalam bidang usaha kecil-menengah, misalnya, ini sebenarnya sesuatu yang berkelanjutan.

Kelanjutan maksudnya? Apa karena tahun lalu tak tercapai?

Dulu memang ada target-target yang belum tercapai. Tapi, berdasarkan angka-angka yang ada, 85 persen target tercapai. Ada 15 persen yang belum, tapi merupakan masalah penting, misalnya setelah ada UU Penanaman Modal dan UU Perpajakan yang baru.

Jelasnya dalam bidang usaha kecil-menengah itu apa?

Kami mendapat masukan soal sulitnya akses para pengusaha kecil dan menengah mendapat kredit dari pusat-pusat pembiayaan dan bank. Nah, paket kebijakan ini antara lain juga mengurangi beban mereka pada akses itu. Sebenarnya UKM sudah lama ditangani instansi-instansi pemerintah. Nah, sekarang, kami ingin menyinkronkan langkah-langkah dan fokus yang jelas. Instansi mana yang bertanggung jawab menangani ini. Agar mudah ke akses financing, misalnya, penjamin kredit itu tersebar di mana-mana. Sedang kami garap, membentuk biro kredit di daerah-daerah. Sebab, UKM itu kan paling banyak di daerah.

Sebenarnya kan persoalannya di birokrasi yang menghambat?

Akan kami perbaiki. Memang ini faktanya, birokrasi yang menghambat. Kritik ini kami terima saja, tapi sekarang kami juga akan bypass untuk perbaikan itu.

Soal agunan yang sering dikeluhkan UKM, sehingga kredit sulit dikucurkan?

Kami perkuat lembaga penjaminannya. Sudah kami tunjuk Askrindo (Asuransi Kredit Indonesia) dan Perum Sarana Pengembangan Usaha.

Di negara maju, pinjaman ke perusahaan besar bunganya rendah. Tapi, di Indonesia, untuk pinjaman UKM yang risikonya rendah, bunganya tinggi. Sebaliknya, bunga kredit korporasi malah rendah. Kenapa?

Ada elemen lain. Dengan kredit yang jumlahnya 100 kali lipat, memang lebih mudah. Dengan pinjaman yang rendah, overhead cost-nya tinggi, sehingga bunganya juga tinggi. Sedangkan jika pinjaman tinggi, kan, overhead-nya tidak 100 kali lipatnya.

Kalau biaya overhead dikeluarkan, hanya melihat tingkat risikonya. Logikanya bagaimana?

Memang kalau dilihat seperti itu. Kami mengatur saja agar jangan terlalu njomplang. Rumit memang, tapi harus dilakukan. Makin banyak institusi yang menyuplai kredit, makin baik. Itu kan kompetisi.

Tapi ada bank yang bisa melakukannya, misalnya Danamon?

Memang, rasio kredit macet (NPL) yang paling kecil itu di BRI, Danamon.

Kenapa nggak diatur banknya saja?

Kalau kami ngatur-ngatur bank, susah. Bank Indonesia saja punya limit untuk ngatur-ngatur bank. Apalagi pemerintah.

Bagaimana mengawasi pelaksanaan paket kebijakan ini?

Dulu, sewaktu melaksanakan paket 2006, kami mendapat masukan cukup banyak seputar implementasi. Ada tiga macam hambatan. Pertama, karena di antara instansi pemerintah ada yang tidak optimal dan tidak menyelesaikannya tepat waktu, jadi mundur. Kedua, ada action atau langkah melalui proses politik undang-undang harus mundur. Itu di luar jangkauan pemerintah, harus dibicarakan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Ketiga, kami terima input dari pelaku ekonomi, surat keputusan menteri tak sampai di lapangan, ada gap. SK keluar hari ini, dua bulan kami cek belum ada pelaksanaannya. Karena itu, akan kami perkuat eksternal dan internal kami. Karena itu, diperlukan feedback. Untuk melakukan perbaikan dari perbaikan, kalau belum juga, kami tanya pada tim monitoring dari universitas dan Kadin (Kamar Dagang dan Industri).

Kenapa tak dikasih insentif proyek saja untuk memudahkan monitor?

Kami harapkan, dengan upaya di atas, publik bisa memonitor. Kalau ada hal-hal yang terlambat atau lelet, ini tugas menteri, dirjen, untuk turun tangan segera.

Tapi sering kali kemauan dengan birokrasi dan implementasi di level bawah tak nyambung?

Kalau soal kemauan, nggak perlu dipertanyakan. Prinsipnya, ini ada kebijakan atau aturan, ya, harus diimplementasikan. Memang, birokrasi kita belum optimal.

Apa nggak ada sanksinya?

Ada, kalau lelet. Ada sanksi pada kenaikan pangkat dan sebagainya.

Lalu soal investasi?

Kuartal pertama 2007, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, tinggi sekali. Jumlah aplikasi atau approval penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri meningkat. Sekarang fokus kita adalah mempercepat realisasi, masa pemberian izin pelayanan satu atap, dan sebagainya. Supaya aplikasi yang sudah menumpuk ini bisa segera direalisasi.

Peningkatan investasi itu apakah dampak dari paket-paket yang diluncurkan atau…?

Tentunya juga karena situasi atau kondisi politik dalam negeri, yang stabil, seperti keamanan, dan lain-lainnya.

Apa ini juga untuk menaikkan peringkat investasi Indonesia dari nomor 135 ke 75? Kan, jauh sekali?

Ya, itu, perintah Wakil Presiden. Kami lakukan.

(Menteri Boediono menengok ke sebelah kanan. Jannes Hutagalung, anggota staf khusus bidang monitoring kebijakan ekonomi, yang duduk di sebelahnya, langsung menyambar jawaban: Ada masalah perizinan, perpajakan, perburuhan. Ada beberapa hal yang bisa kami percepat untuk itu, misalnya mengenai proses izin PT, amanah inpres pemberian insentif, pelayanan atau administrasi pajak, pelayanan pelabuhan, yang juga sudah lebih baik. Yang belum nanti kami perbaiki. Dengan begitu, nanti beberapa aspek akan meningkat.)

Melampaui peringkat beberapa negara, apa nggak sulit?

Ya, memang sulit, dan mereka maju terus, tidak mandek. Kalau mereka mandek, mungkin kita lebih mudah melampauinya. Makanya, kita terus berusaha, bergerak terus.

Bicara soal bantuan langsung tunai untuk masyarakat miskin yang dihentikan, kenapa? Sedangkan subsidi bahan bakar minyak untuk orang kaya masih berlanjut. Kayaknya alergi pemerintah membantu orang miskin?

Bantuan langsung tunai diganti dengan bantuan langsung bersyarat. Kami tidak lagi memberikan uang begitu saja. Kami ingin memberi bila ada keperluan, misalnya untuk pendidikan dan kesehatan.

Upaya untuk menangani kemiskinan memang banyak instrumennya. Antara lain, itulah, mengubah bantuan langsung tunai menjadi bantuan langsung bersyarat. Ada juga dana yang kami siapkan untuk program yang lain. Jumlah dana yang kami siapkan lebih banyak. Tahun 2008 nanti, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat langsung ke kecamatan, lebih banyak dua kali lipat.

Maksud adanya bantuan langsung tunai merupakan kompensasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak. Sekarang, harga BBM nggak turun, tapi kompensasi dihilangkan. Pembenaran moralnya di mana?

Ya, itu, untuk mengurangi beban kenaikan harga BBM, diberi bantuan. Tapi, dalam perjalanannya, ada perubahan berdasarkan hasil evaluasi. Bantuan langsung tunai bersyarat itu turunannya. Semua itu untuk mengurangi beban masyarakat. Dengan perjalanan waktu, semuanya berjalan normal, pertumbuhan ekonomi meningkat, ada dampaknya pada pendapatan masyarakat. Jadi pada suatu saat tidak ada lagi subsidi untuk BBM. Namun kami tetap akan membantu.

Ini soal lain. Bagaimana kabar ketegangan Anda dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla?

(Boediono diam, menarik napas sejenak.) Itu kan yang diangkat Tempo. Saya jadi kikuk karena itu. Saya dengan Wakil Presiden baik-baik saja.

Apa masuknya Wakil Presiden ke proyek infrastruktur dan skema penjaminan itu yang melatarbelakangi ketegangan?

Begini, ya. Komitmen beliau (Wakil Presiden) untuk memajukan atau mengatasi ketertinggalan, di sektor infrastruktur khususnya, luar biasa. Saya salut. Bukan hanya setuju, saya mendukung itu. Ide-ide beliau brilian. Jadi saya kira itu akan saya dukung. Begitulah kalau orang dengan background berbeda, perjalanan karier berbeda, apalagi ketemu sudah tua. Umur kami kan nggak jauh beda. Tentu kalau 100 persen cocok, ya, saya kira tidak. Saya kira beberapa hal itu kami cocok. Saya dengan menteri lain pun tidak ada masalah.

Kabarnya, Anda juga berencana mundur dari kabinet karena hal itu?

Belum pernah saya mengajukan pengunduran diri. Begini, ya, dalam proses pengambilan keputusan di kabinet, terjadi pandangan bermacam-macam. Perbedaan itu kan terjadi. Kalau sudah diputuskan oleh Presiden, ya, harus dilakukan, karena ini kan komitmen bersama. Sebab, saya kan pembantu Presiden. Kalau suatu saat, tapi ini belum terjadi, ada keputusan yang bertentangan dengan hati nurani saya, ya, saya harus tahu diri dan saya harus minggir. Sebab, sekali lagi, saya pembantu Presiden, membantu dan bekerja sama melakukan keputusannya.

Kali ini jawabannya clear sekali.

He-he-he…, ya, daripada saya ditanyain terus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus