Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Mochammad Afifuddin: Ada Defisit Kepercayaan kepada KPU

Ketua KPU Mochammad Afifuddin menjelaskan turbulensi di institusi setelah pemecatan Hasyim Asy'ari dan putusan MK soal pilkada.

20 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOCHAMMAD Afifuddin mewarisi krisis ketika terpilih menjadi Ketua Komisi Pemilihan Umum pada 28 Juli 2024. Ia menggantikan Hasyim Asy’ari yang dipecat karena terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri Den Haag, Belanda. Pemberhentian Hasyim itu merupakan sanksi keempat yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu kepada pemimpin KPU sepanjang 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mahkamah Konstitusi kemudian membacakan putusan tentang syarat pencalonan kepala daerah ketika Afifuddin belum genap sebulan memimpin KPU. Putusan itu menghapus syarat minimal 20 persen kursi di dewan perwakilan rakyat daerah atau 25 persen suara sah untuk mengusung calon. Mahkamah Konstitusi menyandarkan persentase ambang batas pada jumlah pemilih di daerah, bukan lagi jumlah kursi di DPRD. Mahkamah Konstitusi juga memutuskan syarat umur calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun saat penetapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putusan Mahkamah Konstitusi itu membuat sejumlah skenario berantakan. Dari manuver membentuk koalisi gemuk seperti yang dilakukan Koalisi Indonesia Maju plus—gabungan partai pendukung Prabowo Subianto—sampai rencana anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang waktu itu disebut-sebut akan bertarung dalam pemilihan kepala daerah. Kaesang—kini Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia—belum cukup umur pada saat tahap penetapan calon.

KPU saat itu dicurigai tak akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi. Afifuddin bercerita, ia sampai harus membocorkan beberapa isi rapat konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan menggelar konferensi pers berkali-kali dalam sehari untuk meyakinkan publik. “Ini menyita dan menggerus emosi,” tuturnya di kantor KPU di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, pada Senin, 30 September 2024.

Pada hari-hari kritis itu, tak terhitung jumlah unjuk rasa di depan kantor KPU. Sebagian di antaranya meminta Afifuddin dan kawan-kawan meneken surat pernyataan untuk mundur jika tak menaati putusan Mahkamah Konstitusi. Waktu tidurnya pun tinggal tiga jam dalam sehari karena mengikuti berbagai rapat maraton untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi. “Suara saya di tenggorokan sampai hilang gara-gara mengurus suara orang,” katanya, lalu terkekeh.

Sekitar sebulan lagi, tahapan pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah 2024 akan berlangsung. Menurut pria asal Sidoarjo, Jawa Timur, itu, pemilu yang berlangsung serentak pada tahun ini membuat KPU kesulitan mengevaluasi performa dan memperbaiki kekurangan menjelang pilkada 2024. “Tidak ada cukup waktu untuk menghela napas,” ujarnya kepada wartawan Tempo, Raymundus Rikang, Sunudyantoro, dan Yosea Arga Pramudita. Dalam wawancara selama lebih dari sejam, mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum itu juga menjelaskan dugaan intervensi pemerintah dalam penyelenggaraan pemilu.

Seberapa siap KPU menghadapi pemungutan suara dalam pilkada 2024?

Tantangan kelembagaan ini adalah tak ada jeda sama sekali antara pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah. Ini eksperimen pertama pemilihan serentak. Kami sudah memikirkan prosesnya, tapi tak membayangkan akan serumit ini.

Apa persoalannya?

Kami baru mengevaluasi pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, tapi pada saat yang sama tahap pemilihan kepala daerah sudah berjalan. Tidak ada cukup waktu untuk menghela napas. Kami mesti menghadapi berbagai putusan hukum, seperti praperadilan, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi, yang waktunya berimpitan dengan tahapan pelaksanaan pemilu.

Tentang putusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan dan syarat umur calon gubernur, Anda melihat lembaga ini tak dipercaya lagi?

Ada defisit kepercayaan kepada KPU. Kami harus menggelar rapat dan konferensi pers setiap hari untuk menjelaskan materi yang sama sampai lebih dari dua kali. Saya membocorkan semua bahan rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat mengenai persyaratan pencalonan untuk meyakinkan publik. Ini sudah enggak masuk akal.

Anda sampai mengamati survei kepuasan publik terhadap lembaga ini?

Kami belum melakukannya secara khusus. Namun kami melihat hasil survei Litbang Kompas pada September 2024 masih tinggi, sekitar 63 persen. Survei itu dilakukan setelah terbit putusan MK. Kalau sebelumnya, lebih tinggi. Putusan MK menjadi titik balik sehingga kepercayaan publik turun.

Anda risau terhadap situasi itu?

Kami ngos-ngosan. Padahal sikap KPU sama seperti ketika MK memutuskan syarat umur calon presiden dan wakil presiden. Kami dalam situasi serba sulit. Kami harus melakukan harmonisasi dan konsultasi dengan DPR, tapi publik tak percaya pada kata "konsultasi". Sementara itu, kami bisa mendapat peringatan keras jika tak melakukan harmonisasi dan konsultasi.

Selain soal urusan pemilu, ada perkara yang menjerat Hasyim Asy’ari yang dihadapi KPU. Bagaimana dampaknya pada lembaga ini?

Saya berterima kasih atas setiap masukan dan mohon maaf jika ada kekurangan. Saya enggak ada beban sama sekali untuk ngomong begitu. Mesti diakui bahwa ada dampaknya pada lembaga. Dua pekan pertama menjadi Ketua KPU, saya dibombardir kritik. Seolah-olah yang kami kerjakan itu salah. Itu tantangan kami karena punya kewenangan luar biasa. KPU menentukan siapa presiden dan anggota DPR terpilih. Dengan tanggung jawab dan kewenangan sebesar itu, kami sadar kontrol publik juga begitu besar.

Bagaimana Anda memulihkan kepercayaan publik kepada KPU?

Saat ada demonstrasi di depan kantor KPU, ya kami terima di kantor. Mereka meminta kami menandatangani surat pengunduran diri jika tak mematuhi putusan MK. Saya tahu sebenarnya urusan mengakomodasi putusan itu adalah ranah DPR, tapi saya tetap menekennya. Ini menyita dan menggerus emosi.

Apakah perspektif publik terhadap KPU dipengaruhi oleh putusan MK soal batas umur calon presiden dan wakil presiden yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka? Seberapa dalam efeknya?

Sangat mempengaruhi. Kami punya pengalaman dengan putusan MK sehingga mendapat peringatan keras. Akhirnya putusan MK menyangkut pemilihan kepala daerah itu membikin kami jungkir balik membuat peraturan sebelum pendaftaran.

Ada tekanan untuk memuluskan jalan anak Presiden dalam pemilihan kepala daerah?

Saya tak mendapat tekanan sama sekali. Orang ramai hanya overthinking terhadap putusan MK soal pemilihan kepala daerah. Orang dari luar membaca bahwa KPU diintervensi, diancam, atau ditekan, padahal tidak sama sekali. Namun pembacaan dimensi politiknya enggak mungkin bisa dilepaskan.

Bagaimana pembacaan Anda?

Apakah ada seseorang yang menekan atau tidak, biarlah kami menjadi teks yang dibaca para pihak, ha-ha-ha....

Tak ada lobi?

Tidak ada. Mungkin ada di Senayan.

Politisasi lembaga penyelenggara pemilu paling kentara pada era Anda....

Saya melihat di setiap periode pemilu ada tantangan berbeda. Apakah nuansa politik hari ini kental dan penuh intrik, saya tak dalam posisi memberi komentar soal itu. Kami pelaku penderita atas semua putusan, tentu dalam konotasi yang baik. Kami harus mengeksekusi semua putusan. Jika tidak, keputusan dan kebijakan kami dianggap cacat hukum.

Anda meminta pendapat Joko Widodo?

Pak Jokowi mengatakan intinya mengikuti aturan dan undang-undang yang berlaku. Kami pernah meminta audiensi untuk memastikan.

KPU juga digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta soal penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Bagaimana prediksi hasilnya?

Kami sudah mengikuti semua persidangan yang digelar di PTUN sebanyak 18 kali. Semua jawaban dan keterangan sudah kami berikan.

Apa mitigasi Anda jika pengadilan mengabulkan permohonan gugatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang meminta penetapan hasil pemilihan presiden ditunda?

Kami tidak berandai-andai, tapi prinsip dasar kami sebagai penyelenggara adalah menghormati proses dan putusan lembaga peradilan.


Mochammad Afifuddin

Tempat dan tanggal lahir:

  • Sidoarjo, Jawa Timur, 1 Februari 1980

Pendidikan:

  • Sarjana ilmu hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan
  • Magister manajemen komunikasi politik Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat

Jabatan publik:

  • Ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum (2022-2027)
  • Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (2017-2022)

Laporan harta kekayaan:

  • Rp 5,89 miliar



Kembali ke soal pilkada. Apakah ada potensi konflik di daerah yang pertarungannya sengit?

Jakarta masih lancar, meski saya melihat kompetisinya hangat. Begitu juga di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Penyebabnya adalah aktor atau kandidat yang bertarung di sana karena menyangkut rivalitas dan gengsi daerah.

Ada persoalan di lapangan?

Dari faktor peserta, kami menghitung ada 37 daerah yang diisi calon tunggal. Soal anggaran juga belum ada masalah berarti. Kami hanya mengantisipasi daerah yang mungkin "meledak" karena potensi adanya sengketa.

Bagaimana Anda melihat maraknya calon tunggal dalam pilkada 2024?

Ini tantangan bagi penyelenggara dan peserta pemilu. Ruang yang bisa dipakai untuk maju sebagai calon independen sudah dibuka. Ada 43 calon perseorangan. Namun, jika ruang itu tak terisi semua, ada jalur kotak kosong. Faktornya macam-macam, di antaranya popularitas dan elektabilitas kandidat yang terlalu tinggi sehingga tak ada yang berani melawan.

Liputan kami menemukan beberapa fenomena calon tunggal terjadi karena lobi politik….

Kita overthinking seakan-akan kondisi itu terjadi karena rekayasa untuk memunculkan satu calon saja. Namun saya tak mengatakan tidak ada pengkondisian. Sebab, memang ada daerah yang kandidatnya begitu powerful.

Di sisi lain, kampanye untuk kotak kosong tak kalah masif. Fenomena apa ini?

Ada beberapa titik. Ini bisa jadi sebagai bentuk perlawanan, aspirasi yang tak tertampung dalam diri kandidat yang mencalonkan diri. Saya menganalogikan pemimpin harus mendendangkan lagu yang sedang disenangi rakyat. Jika rakyat suka lagu dangdut, jangan memutar musik pop. Rakyat menginginkan calon A, tapi yang maju calon B. Akhirnya muncul situasi seperti itu. Toh, kesempatan menjadi calon perseorangan sudah dibuka. Jika ada orang yang merasa populer dan layak tapi tak mau lewat partai, bisa lewat jalur independen.

Jalur independen pun punya persoalan. Di Jakarta, banyak orang protes karena kartu tanda penduduknya dicatut Dharma Pongrekun. Mengapa KPU tidak bertindak?

Kami pernah dipersoalkan karena ada orang yang tiba-tiba terdaftar sebagai anggota partai sehingga kesulitan mengurus administrasi publik. Padahal kami tidak mencatut, melainkan menerima data dari partai. Kalau ada pihak yang ingin mengeluarkan namanya dari daftar anggota partai, pengurus partai yang bersurat ke kami. Sama seperti kasus dukungan calon independen yang mengumpulkan salinan KTP.

Itu tak adil bagi pemilih yang tak pernah menyerahkan datanya, tapi diklaim sebagai pendukung calon independen. KPU tak memverifikasi ulang semua syarat calon?

Bisa jadi ada kesalahan. Karena itu, ada dugaan pelanggaran dan dilaporkan ke Bawaslu.

Ketua KPU Mochammad Afifuddin (kiri) berjabat tangan dengan Anggota KPU Provinsi Lampung usai Pelantikan Anggota KPU Provinsi Lampung Periode 2024-2029 di gedung KPU Pusat, Jakarta, 15 Oktober 2024/Antara/Muhammad Adimaja

Anda tak membentuk tim investigasi untuk menelusuri kejanggalan itu?

Tidak. Beban tahapan sudah rumit dan berat sekali. Kami tahu dinamika dan kekecewaan itu ada.

Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) akan dipakai lagi dalam pilkada 2024. Tak takut membuat gaduh lagi?

Kami awalnya melihat ada tren yang mengerikan karena memicu percepatan emosi orang, khususnya bagi pihak yang kalah. Karena itu, kami berupaya mematangkan dan memperbaiki sistemnya.

Apa perbaikan paling menonjol pada Sirekap?

Khususnya dalam hal tampilan karena itu paling cepat memprovokasi publik. Kami juga menyederhanakan proses bisnisnya.

Gaya hidup komisioner KPU sekarang disorot, dari penggunaan jet pribadi, kendaraan dinas, hingga fasilitas rumah tinggal. Apa tanggapan Anda?

Kantor ini pernah direnovasi sehingga KPU menyewa apartemen yang dipakai sebagai kantor. Saya sudah memerintahkan Sekretariat Jenderal KPU menghentikan kegiatannya. KPU juga menyewa dua mobil, tapi sekarang satu saja setelah masa sewa habis. Saya enggak tahu kalau itu dianggap mewah.

Mengapa sampai menyewa jet pribadi?

Kami berhadapan dengan situasi ketika kami tak ada masalah jika ada yang bisa menggantikan. Maksudnya, kami berkeliling Papua dalam dua hari untuk mengunjungi beberapa provinsi. Situasinya ialah ada daerah yang sulit dijangkau. Namun kami menerima semua masukan dan kritik terhadap KPU.

Komisioner sekarang juga paling sering mendapat sanksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu….

Dulu lebih banyak. Sekarang jumlahnya meledak karena ada putusan Mahkamah Konstitusi dan masalah pribadi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus