Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyarankan pemerintah mengutamakan menjaga daya beli masyarakat.
Saran DEN lain, pemerintah perlu membelanjakan anggaran dengan lebih efektif dan efisien.
Yang paling penting adalah pemerintah menjaga kebijakan secara konsisten.
SATU dasawarsa lamanya Mari Elka Pangestu berjarak dari pemerintahan dan birokrasi di Indonesia. Ia terakhir kali berada di pemerintahan ketika menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di era Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014. Selama tiga tahun sejak 2020, Mari berkantor di Washington, DC, sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tatkala Presiden Prabowo Subianto mulai memimpin pemerintahan pada 20 Oktober 2024, Mari kembali mendekat ke kekuasaan. Prabowo memberinya dua tugas sekaligus. Mula-mula mantan Menteri Perdagangan itu diminta menjadi Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerja Sama Multilateral. Ia dilantik pada Selasa, 22 Oktober 2024, di Istana Negara, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua pekan berselang atau Selasa, 5 November 2024, Mari dipanggil lagi ke Istana. Doktor ekonomi lulusan University of California, Davis, Amerika Serikat, itu didapuk Prabowo menjadi Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Mari, 68 tahun, mendampingi mantan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang ditunjuk sebagai ketua lembaga penasihat kebijakan ekonomi pemerintah itu.
Anggota DEN, kata Mari, punya jadwal berdiskusi rutin dengan Prabowo. Mereka juga mengirim berita dan analisis ekonomi secara ajek ke meja kerja Presiden. “Kami bisa menelepon dan mengirim pesan jika ada isu khusus yang hendak disampaikan,” ucapnya.
Menjadi penasihat Presiden di bidang ekonomi, Mari dan koleganya di DEN menghadapi tugas tak gampang. Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada era kepemimpinannya. Menurut Mari, pemerintah perlu mencermati daya beli masyarakat dan jumlah kelas menengah yang sedang turun jika ingin pertumbuhan ekonomi naik. “Daya beli dan jumlah kelas menengah penting untuk dijaga kalau ingin mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi,” ujarnya.
Selama hampir satu jam, Mari menerima wartawan Tempo, Praga Utama dan Yosea Arga Pramudita, yang mewawancarainya di kantor DEN, yang masih bergabung dengan kantor Luhut ketika menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman, di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Mari didampingi Direktur Eksekutif DEN Mochamad Firman Hidayat, yang sesekali ikut memberikan penjelasan.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen. Apakah itu realistis?
Kalau berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi, hal pertama yang perlu kita lihat adalah tingkat konsumsi masyarakat sebagai penyumbang terbesar. Dalam pertemuan pertama dengan Presiden Prabowo, kami menyampaikan perhatian soal pelemahan daya beli masyarakat, terutama dari kelas menengah. Jumlah kelas menengah juga menurun. Daya beli dan jumlah kelas menengah penting untuk dijaga kalau ingin mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi.
Apa saran Anda?
Kami mengusulkan stimulus bagi kelas menengah. Makanya pada awal masa pemerintahan ini lahir beberapa kebijakan, seperti diskon tarif listrik rumah tangga dengan daya di bawah 2.200 volt-ampere.
Pemerintahan Joko Widodo sebelumnya menggelontorkan bantuan sosial, tapi daya beli tetap lemah. Bagaimana penjelasannya?
Bantuan sosial memang hanya membantu masyarakat di lapisan bawah, tapi tidak berdampak pada masyarakat di lapisan menengah. Makanya kami menyarankan harus ada bantuan untuk kelas menengah.
Apa penyebab daya beli masyarakat kelas menengah melemah?
Daya beli dan jumlah kelas menengah kita turun, bahkan sejak sebelum masa pandemi Covid-19. Faktor utamanya adalah kenaikan harga pangan dan energi. Survei Sosial Ekonomi Nasional menunjukkan pengeluaran masyarakat kelas menengah untuk belanja bahan pokok naik, tapi penghasilan mereka tak bertambah. Sedangkan pada masyarakat di lapisan bawah tetap stabil.
Mengapa penghasilan kelas menengah stagnan?
Kita bisa melihat data penyerapan tenaga kerja. Dalam empat-lima tahun terakhir, penciptaan lapangan kerja lebih banyak di sektor informal. Akibatnya, penghasilan masyarakat lebih rendah. Jadi pendapatannya juga terpengaruh. Dengan demikian, penting bagi pemerintah mendorong penciptaan lapangan pekerjaan di sektor formal dan menggenjot investasi.
Pemerintah malah hendak menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN)....
Makanya kami merekomendasikan pemerintah memberikan stimulus untuk masyarakat lebih dulu sebelum menaikkan tarif pajak. Paket stimulus tetap diterbitkan meski tarif PPN tidak jadi naik.
Pemerintah tampak gagap merespons kritik terhadap rencana kenaikan tarif PPN. Informasinya simpang-siur dan keputusan Presiden diambil di detik terakhir. Apa yang terjadi?
Ini pemerintahan baru dan kita harus memberi waktu yang cukup untuk menilai kinerja pemerintah. Kami sebagai anggota Dewan Ekonomi Nasional juga memberikan masukan agar pemerintah menjaga konsistensi kebijakan dan memperbaiki koordinasi. Pada akhirnya pemerintah membuat keputusan dan harus kita dukung.
Bagaimana Anda memproyeksikan perekonomian Indonesia pada 2025 dengan begitu banyaknya tantangan?
Saya pikir tahun ini relatif aman kalau targetnya menjaga pertumbuhan di kisaran 5 persen. Apalagi dengan berbagai program stimulus yang diberikan kepada masyarakat. Namun jangan lupa bahwa pemerintah harus menjaga iklim investasi dan konsistensi kebijakan agar investasi dari dalam dan luar negeri kembali bergerak serta menyumbang pertumbuhan. Target pertumbuhan 8 persen sulit tercapai jika investasi tak meningkat. Saat ini memang ada lag atau penundaan dalam hal dampak investasi terhadap pertumbuhan. Tapi, kalau kita bisa memperbaikinya, mudah-mudahan pertumbuhan akan lebih baik pada 2026.
Hal apa yang bisa menjaga perekonomian kita stabil?
Belanja pemerintah harus efisien dan tepat sasaran agar menciptakan multiplier effect. Salah satu hal yang bisa diharapkan adalah program makan bergizi gratis. Kalau ini berjalan baik, multiplier effect-nya akan besar, terutama terhadap ekonomi lokal. Memang program ini baru mulai, tapi kami mendorong agar dilaksanakan dengan baik.
Bagaimana mungkin belanja bisa efektif ketika pemerintah punya sederet proyek, misalnya makan bergizi gratis, di tengah keterbatasan anggaran?
Salah satu pendorong pertumbuhan adalah belanja pemerintah. Namun, kalau mau belanja pemerintah naik, penerimaan juga harus meningkat dengan tidak menambah utang. Utang tetap ada, tapi sewajarnya saja. Secara paralel, pemerintah harus meningkatkan pendapatan. Makanya kami merekomendasikan upaya peningkatan penerimaan melalui pajak. Pekan lalu, kami menyampaikan kepada Presiden Prabowo soal pentingnya transformasi digital dalam perpajakan.
Dewan Ekonomi Nasional tak sekalian menyarankan penghematan anggaran?
Selain upaya menggenjot penerimaan, tentu harus ada efisiensi anggaran. Karena itu, belanja pemerintah harus diperbaiki agar berkualitas. Caranya, menjalankan e-procurement dengan baik. Selain itu, pemerintah harus memprioritaskan penggunaan produk lokal. Makanya ketentuan tingkat komponen dalam negeri itu penting. Tapi harus dipastikan juga bahwa barangnya ada di sini. Kalau ini berjalan, industri dalam negeri juga bisa bertumbuh.
Ada variabel lain yang bisa mendorong pertumbuhan?
Realokasi anggaran. Presiden sudah berkali-kali menegaskan bahwa subsidi, termasuk bantuan sosial dan subsidi bahan bakar minyak, harus tepat sasaran. Kalau tepat sasaran, mungkin pengeluaran untuk subsidi akan berkurang. Anggarannya bisa dialokasikan untuk infrastruktur. Data penerima subsidi harus diperbaiki agar programnya tepat sasaran.
Berbicara soal infrastruktur, Prabowo seperti tak menunjukkan fokusnya pada sektor itu ketimbang Jokowi. Apakah sektor infrastruktur tak diprioritaskan pada periode ini?
Menurut saya, itu bukan berarti pembangunan infrastruktur dinomorduakan. Pak Prabowo justru ingin meningkatkan konektivitas. Jadi infrastruktur yang ada sekarang ditingkatkan dulu konektivitasnya. Terkait dengan prioritas di bidang pangan, infrastruktur pendukung seperti irigasi mesti diperbaiki untuk mencapai swasembada pangan.
Apakah Dewan Ekonomi Nasional sudah memegang catatan evaluasi soal makan bergizi gratis?
Makan bergizi gratis bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi lokal. Program ini berpotensi menciptakan perputaran uang. Proyeksi ini dapat tercapai kalau ekosistem pertanian dan pangan di tingkat lokal terbangun.
Mari Elka Pangestu (kanan) bersama Haryanto Adikoesoemo (kiri) bersiap dilantik menjadi Wakil Ketua dan anggota Dewan Ekonomi Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, 5 November 2024. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Bagaimana ekosistem yang ideal itu?
Misalnya badan usaha milik desa dijadikan pemasok bahan baku dan bahan pokok untuk kebutuhan makan bergizi gratis. Dengan begitu, petani dan peternak ikut diberdayakan. Memang perlu waktu, tapi ini harus dijalankan bertahap. Pemerintah harus terus belajar dan memperbaiki kekurangan agar dalam waktu lima tahun program makan bergizi gratis menyumbang pertumbuhan.
Apa yang masih perlu diperbaiki dalam program makan bergizi gratis?
Yang pertama, standar gizi makanan harus memenuhi berbagai komponen, seperti karbohidrat, protein, dan vitamin. Soal menu, terserah vendor. Perlu ada pihak yang mengevaluasi standar itu terpenuhi atau tidak. Yang kedua, harus ada sistem pertanggungjawaban yang baik karena program ini menggunakan anggaran negara. Yang ketiga, aspek ekonomi lokal. Program ini harus bisa mendorong perekonomian lokal. Saya pikir ini lebih ke masalah implementasinya yang harus terus disempurnakan. Kalau dari ide, menurut kami dan berkaca pada negara lain, dampaknya akan positif bagi perekonomian lokal ataupun untuk perbaikan gizi anak.
Berbagai kritik dan kesemrawutan proyek makan bergizi gratis muncul saat diluncurkan. Apa komentar Anda?
Media berperan ikut memantau pelaksanaannya di lapangan.
Negara mana yang bisa menjadi patokan proyek serupa?
Di India dan Cina bagus, meski modelnya berbeda-beda.
Benarkah Cina akan terlibat dalam program ini?
Setahu saya, berdasarkan cerita Presiden Prabowo sewaktu mengikuti retret di Magelang, Jawa Tengah, mereka akan memberikan bantuan berupa sharing pengalaman. Kita memang perlu belajar dari pengalaman negara lain. Tapi tentu saja pemerintah harus melihat dulu kondisi di setiap daerah di Indonesia. Saat ini kita masih dalam tahap belajar, jangan dinilai sekarang karena terlalu awal. Kita harus memberikan waktu karena nanti pasti ada penyesuaian lagi.
Dari kacamata ekonom, proyek makan bergizi layak secara bisnis atau tidak?
Salah satu potensinya adalah investasi di sektor pertanian dan pengolahan pangan. Program ini akan menarik bagi produsen makanan dan minuman memproduksi makanan bergizi dengan harga terjangkau. Peluang lain adalah pengembangan produk makanan dan minuman sehat yang sesuai dengan potensi lokal.
Anda pernah diminta Presiden mencarikan investor untuk proyek makan bergizi?
Enggak sampai ke situ. Namun Dewan Ekonomi Nasional meminta advis kepada para ahli dan lembaga riset yang berfokus pada program makan bergizi. Salah satunya Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab yang didirikan pemenang Hadiah Nobel Ekonomi 2019, Esther Duflo dan Abhijit Banerjee. Kami akan mencoba menggunakan metodologi mereka untuk mengevaluasi dan memonitor program makan bergizi gratis. Evaluasinya harus berbasis evidence.
Mari Elka PangestuTempat dan tanggal lahir:
Pendidikan:
Jabatan publik:
Laporan harta kekayaan:
|
Berbicara soal kerja sama luar negeri, Indonesia baru saja bergabung dengan blok ekonomi BRICS. Apa yang bisa kita manfaatkan dari kerja sama ini?
Kalau dari segi ekonomi, tentu soal peningkatan perdagangan dan investasi. BRICS yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan merupakan kelompok negara yang sedang berkembang. Kita memang harus bergabung dengan negara lain yang juga sedang berkembang yang like-minded atau punya interest sama untuk memperjuangkan isu tertentu. Indonesia jadi punya kawan. Sebab, kalau sendirian, posisi kita enggak akan kuat.
Apa urgensinya? Toh, kita sudah bergabung dalam G20?
Negara-negara di BRICS juga anggota G20. Tapi BRICS menjadi semacam pengimbang kekuatan antara negara maju dan negara sedang berkembang. Lalu bentuk konkretnya apa? Memang beberapa isu masih berupa wacana, tapi satu hal yang sudah jadi barang adalah New Development Bank, bank pembangunan bagi negara-negara anggota BRICS.
Apa untungnya buat Indonesia?
New Development Bank, meski kapitalnya masih rendah dibanding Bank Dunia, berfokus memberi pinjaman untuk proyek-proyek hijau, seperti pembangunan energi terbarukan. Siapa tahu kita bisa mendapat pinjaman dari sana. Yang kedua, hal yang masih berupa wacana adalah rencana mengurangi penggunaan dolar atau dedolarisasi.
Wacana dedolarisasi sudah berkali-kali muncul dan Indonesia telah mengimplementasikannya dengan beberapa negara....
Bagi Rusia dan Cina, isu ini penting karena mereka terkena sanksi perdagangan. Memang bukan prioritas kita. Tapi, buat Indonesia, ini juga penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar. Nanti perdagangan kita dengan negara lain bisa menggunakan mata uang lokal.
Mengapa Indonesia tak berfokus saja memperkuat kerja sama perdagangan di tingkat regional? Asia Tenggara, misalnya....
Bukannya kita tidak berfokus ke Asia Tenggara, tapi belum, ha-ha-ha.... Kita memang perlu membangun kerja sama multilateral dan perdagangan internasional di tengah kondisi geopolitik yang sangat tidak menentu. Saat ini juga kita sudah punya banyak perjanjian dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti ASEAN Plus One. Itu semua bisa menjadi kekuatan kita untuk membangun rantai pasok agar dapat bertahan menghadapi konflik global.
Pemerintah pun baru saja menaikkan upah minimum regional. Apakah itu rekomendasi Dewan Ekonomi Nasional?
Kami merekomendasikan adanya kepastian dalam penentuan upah minimum karena berkaitan dengan kepastian investasi. Saran kami adalah harus ada keseimbangan antara kepentingan buruh dan dunia usaha.
Industri manufaktur kita juga berguguran sehingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi. Apa saran Anda untuk membereskan situasi itu?
Kita harus melihat dari sektor industri. Bagi industri padat karya, penentuan upah jelas penting karena 20-40 persen komponen biaya mereka untuk upah. Tapi mungkin di sektor industri lain upah tidak terlalu signifikan. Jadi kita harus memilah untuk melihat masalah utamanya apa. Pemerintah mesti meningkatkan investasi agar tercipta lapangan pekerjaan. Pemerintah pun harus memperhatikan masalah yang dihadapi industri. Harus dilihat apakah PHK terjadi karena perusahaan tutup atau faktor lain, seperti peralihan teknologi yang membuat kebutuhan tenaga kerja berkurang.
Investasi di sektor apa yang mesti ditingkatkan untuk membuka lapangan kerja?
Jangan hanya berfokus pada sektor manufaktur untuk jangka menengah. Sektor jasa juga sebetulnya menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, tapi sektor jasa yang modern. Sektor jasa kita harus lebih modern dan berbasis digital. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo