Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Berita Tempo Plus

Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid: Kami Kooperatif dengan Pengusaha

Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid menjelaskan polemik pagar laut dan penerbitan sertifikat di pesisir utara Tangerang.

16 Februari 2025 | 08.30 WIB

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid setelah diwawancara Tempo di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, 12 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid setelah diwawancara Tempo di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, 12 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid mengklaim telah mencabut lebih dari 50 sertifikat di area pagar laut.

  • Nusron Wahid juga telah melaporkannya kepada Presiden Prabowo Subianto saat membereskan kasus pagar laut.

  • Nusron Wahid menceritakan komunikasinya dengan pengusaha soal sertifikat bodong di laut Tangerang.

PROYEK pagar laut di pesisir utara Tangerang, Banten, membuat Nusron Wahid ketiban sampur pekerjaan yang tak disangka-sangka. Di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten—yang mencakup area pagar laut sepanjang 30 kilometer—telah terbit 263 sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas wilayah laut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dokumen alas hak itu diterbitkan pada 2022-2023, dua tahun sebelum Nusron menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang. “Siap menjadi pejabat artinya mesti siap mengatasi masalah,” kata Nusron di ruang kerjanya di Kementerian Agraria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pemilik HGB di kawasan pagar laut itu adalah PT Intan Agung Makmur, PT Cahaya Inti Sentosa, dan perorangan. Berdasarkan akta perusahaan, PT Intan dan PT Cahaya terhubung dengan PT Agung Sedayu, perusahaan milik Sugianto Kusuma alias Aguan.

Nusron bercerita kepada wartawan Tempo, Sunudyantoro, Riky Ferdianto, Fajar Pebrianto, Mohammad Khory Alfarizi, dan Nandito Putra, bahwa Kementerian Agraria telah mencabut lebih dari 50 sertifikat di kawasan pagar laut Tangerang. “Capek juga setiap hari memeriksa beginian,” ujar politikus Partai Golkar tersebut. Ia mengaku sudah menganulir sertifikat yang terbit di luar garis pantai.

Sore itu, Rabu, 12 Februari 2025, Nusron baru kembali seusai rapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, yang di antaranya mengurusi sektor pertanahan, di Senayan, Jakarta. Selain membicarakan persoalan pagar laut di kawasan pesisir, pertemuan itu membahas pemangkasan anggaran kementerian.

Nusron kini hanya mengelola anggaran sekitar Rp 4,4 triliun setelah dipangkas Rp 2 triliun. Ia memastikan pelayanan pengurusan sertifikat tanah tak terganggu akibat pemotongan bujet.

Setelah tanya-jawab, Nusron mengajak Tempo melihat ruang kerjanya yang seluas separuh lapangan badminton. Mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor itu bercerita soal kebiasaannya di pesantren yang terbawa sampai menjadi pejabat. Ia tetap memakai sarung dan sandal tatkala masih bekerja di kantor bakda menunaikan salat magrib. “Ini bagian dari kebiasaan kami di pesantren,” tuturnya.

Wawancara berakhir karena Nusron mesti bertemu dengan para pegawai yang kantornya dilalap api. Kebakaran pada Sabtu malam, 8 Februari 2025, itu menghanguskan kantor bagian hubungan masyarakat Kementerian Agraria di lantai 1.

Menurut Nusron, ruangan yang terbakar bukan lokasi penyimpanan sertifikat hak milik dan hak guna bangunan. “Pasukan harus diberi motivasi agar tak mengalami demoralisasi,” katanya. Ia ditemani Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria Harison Mocodompis dan tiga stafnya saat diwawancarai.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid melihat peta bidang tanah sertifikat di Pantai Anom, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, 24 Januari 2025. Antara/Putra M. Akbar

Anda langsung menghadapi kontroversi pagar laut di laut utara Tangerang ketika baru tiga bulan menjadi menteri....

Risiko tugas itu biasa. Kalau tidak siap membereskan masalah, jangan menjadi pejabat. Pejabat itu kesatria. Dalam panggung sosial masyarakat Jawa, kesatria menduduki kasta nomor dua. Ia dihidupi negara untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bangsa dan negara.

Anda merasa menjadi kesatria karena kasus pagar laut?

Saya menyelesaikannya. Semua pejabat itu kesatria. Begitu juga para tentara dan polisi. Kalian, para jurnalis, termasuk waisya, ha-ha-ha.... Waisya bekerja secara profesional.

Berapa sertifikat di area pagar laut yang sudah dicabut?

Mungkin lebih dari 50 bidang. Capek juga setiap hari memeriksa beginian.

Perusahaan itu terkait dengan Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma alias Aguan?

Enggak tahu. 

Apakah ada utusan Agung Sedayu yang melobi Anda?

Kalaupun ditelepon, memangnya kenapa? Enggak ngaruh juga.

Pernah ditelepon atau tidak?

Pernah atau tidak pernah, itu tidak penting bagi saya. Panggilan telepon yang masuk ke saya banyak sekali. Kalau berbicara soal pertemuan, saya pernah ketemu dengan Aguan. Namanya manusia, masak enggak bisa ketemu sama manusia? Saya ketemu dengan Anda saja boleh, masak ketemu dengan Aguan enggak boleh? Apakah kebijakan kami bisa diintervensi atau tidak, ya itu hal lain.

Benarkah kasus pagar laut disebut menjadi cara pemerintah menekan oligark?

Saya tidak tahu soal itu. Tugas saya bukan mengurusi itu. Saya bertugas menegakkan aturan dan mengurusi sertifikat. Apakah sertifikat itu benar atau tidak? Jika benar, silakan jalan. Namun saya bisa membatalkan jika keliru. Kalau saya tak bisa membatalkan, dibawa saja ke pengadilan. Kami bekerja untuk rakyat, bukan untuk mendapat apresiasi.

Dari informasi yang kami dapatkan, ada pertemuan antara pemerintah dan oligark untuk membahas pagar laut?

Saya tak boleh menceritakan kepada Anda andaikan saya mendapat cerita itu. Tidak ada kaitannya dengan saya. Mau dekat dengan siapa saja, pasti semua orang punya kedekatan. Kalau aku dapat cerita, ya aku enggak bakal cerita ke kamu. Enggak ada kaitan sama saya. Kamu tanya yang ada kaitan sama aku saja. Jangan kamu tanya hal yang enggak ada kaitannya sama aku.

Apakah Anda mendapat dukungan penuh Prabowo Subianto dalam membereskan pagar laut?

Saya ini Menteri Agraria yang dilantik dan diangkat berdasarkan keputusan Presiden Prabowo. Kalau tidak ada Presiden, saya tidak mungkin menjadi menteri. Saya pembantu presiden. Saya pasti berkoordinasi. Jangankan saat ada masalah, ketika enggak ada masalah pun saya berkoordinasi dengan Presiden.

Apa perintah Prabowo?

Saya melakukan semuanya atas arahan Presiden. Beliau bertanya, “Bagaimana aturannya, Pak Nusron? Tegakkan dan luruskan aturan main dengan cara yang sebenar-benarnya.” Prinsip kami adalah kooperatif dengan pengusaha, asalkan tidak berlebihan. Saya sadar tak ada yang lurus di dunia ini. Yang lurus cuma penggaris baru. Aku juga sadar ada pejabat Kementerian Agraria yang tak lurus, belok-belok. Namun mereka keterlaluan atau tidak. Demikian pun pengusaha. Tak ada pengusaha yang lurus.

Kami mendapat informasi bahwa sertifikat di area pagar laut terbit karena ada perubahan rencana tata ruang wilayah dari zona hijau ke zona kuning yang bisa diperuntukkan buat permukiman. Bagaimana temuan Anda?

Perubahan rencana tata ruang wilayah bukan bagian dari syarat penerbitan sertifikat tanah. Sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (HGB) hanya bisa terbit di daerah permukiman. Intinya, perubahan rencana tata ruang wilayah tak bisa menjadi basis perhitungan memberikan sertifikat kalau bentuk tanahnya saja tidak ada.

Bukankah perubahan status lahan dimungkinkan?

Ambil contoh hutan. Ada perubahan tata ruang dari hutan menjadi bukan hutan. Situasi ini muncul karena di sekitar hutan itu muncul permukiman, kemudian kawasan hijau itu berubah menjadi tempat tinggal. Apakah Menteri Agraria dan Tata Ruang bisa langsung menerbitkan sertifikat hak milik di kawasan hutan itu? Enggak bisa sebelum ada pelepasan hutan dari Kementerian Kehutanan.

Bagaimana dengan laut?

Sebagian juga sama karena mesti ada izin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL) dan sudah terbentuk tanahnya berupa reklamasi. Jika sudah ada itu, sertifikatnya bisa diterbitkan. Pemerintah tak bisa menerbitkan sertifikat jika materialnya tidak ada. Analoginya seperti saya menerbitkan sertifikat untuk meja. Maka meja itu harus ada di depan saya. Sertifikat enggak bisa terbit kalau tidak ada barangnya.

Nusron Wahid

Tempat dan tanggal lahir:

  • Kudus, Jawa Tengah, 12 Oktober 1973

Pendidikan:

  • Sarjana ilmu sejarah Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat
  • Magister ilmu ekonomi Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat

Jabatan publik:

  • Menteri Agraria dan Tata Ruang (Oktober 2024-sekarang)
  • Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (2014-2019)
  • Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (2010-2015)

Laporan harta kekayaan:

  • Rp 21,8 miliar (2025)

Ada yang menyebutkan sertifikat itu merupakan alas tambak dan sawah yang terkena abrasi. Apakah klaim itu valid?

Jika dulu ada tanahnya, terbitkan sertifikatnya pada zaman dulu saja. Sertifikat yang diterbitkan hari ini mesti ada materialnya hari ini. Jangan meminta menerbitkan sertifikat hari ini dengan fakta dan barang lama. Kalau dulu ada barangnya, sertifikatnya pada masa itu saja. Ngopo angel-angel? Hidup ini tidak perlu sulit-sulit.

Bagaimana jika sertifikat HGB itu terbit karena ada pemohon yang mengurus kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR)?

Ada tiga jenis penomoran KKPR, yakni 00, 01, dan 02. Kode 00 diterbitkan pemerintah pusat, 01 dikeluarkan pemerintah provinsi, dan 02 oleh kabupaten/kota.

Berdasarkan investigasi Anda, kode KKPR di kawasan pagar laut itu nomor berapa?

Kode 02 yang diterbitkan pemerintah kabupaten dan kota.

Apakah itu menjadi alasan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang menerbitkan sertifikat di atas laut?

Intinya satu saja, itu salah material. Tidak perlu berpikir jauh-jauh.

Anda sudah memberikan sanksi kepada anak buah Anda?

Ada delapan orang, termasuk satu orang yang sudah pensiun. Mereka adalah mantan pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, tapi sudah pindah. Kantor Pertanahan Bekasi juga akan diberi sanksi.

Apa bentuk sanksinya?

Kalau saya menegur pegawai kantor pertanahan, itu wajar. Wong aku atasannya. Aku menegur anak buah. Kalau anak buah menegur atasannya, itu enggak boleh. Mana boleh anak buah marah kepada atasan. Yang ada anak buah kalau ngomong sama atasan, “Pak, mohon maaf, masukannya seperti ini.” Sedangkan atasan kepada anak buah menegur jika ada yang tidak pas. Pakemnya begitu.

Apa kesalahan mereka?

Kesalahannya tidak proper dan tak prudent dalam menerbitkan sertifikat. Mereka menjalankan tugas tidak hati-hati, tak sesuai dengan prosedur operasi standar, dan tidak sesuai dengan undang-undang.

Anda menemukan ada orang yang memalsukan dokumen?

Pokoknya yang kami cabut adalah sertifikat bidang yang berada di luar garis pantai. Enggak perlu diutak-atik karena ribet. Kami langsung mencabut alas bidang yang berada di luar garis pantai. Jika masih di dalam garis pantai, kami tidak mencabutnya. Parameternya itu saja.

Apa dasar pencabutan?

Kalau di dalam garis pantai, namanya private property. Kalau di luar garis pantai, namanya common property. Kalau common property, berarti wilayah itu tak bisa diprivatisasi. Titik.

Properti bersama tak bisa diprivatisasi sama sekali?

Negara mesti memberi izin dulu jika ingin mengubah properti bersama menjadi milik privat. Bisa memakai skema yang namanya public private partnership. Contohnya pantai. Itu common property, tapi negara enggak punya duit untuk mengembangkan serta merawat pantai dan kawasan tersebut. Pihak swasta kemudian bisa masuk untuk menggantikan posisi negara. Orang boleh masuk, tapi membayar. Ini sama seperti jalan raya. Negara bertanggung jawab menyediakan akses. Kenapa ada jalan tol? Karena tak mampu menyediakan jalan tol, negara bisa memakai skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Perusahaan swasta membangun dan pengendara wajib membayar untuk melewatinya.

Anda sudah membatalkan sertifikat di kawasan pagar laut di Bekasi, Jawa Barat?

Kami kehilangan contrarius actus-nya karena sudah lebih dari lima tahun. Kami dibatasi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Pejabat pembuat keputusan tata usaha negara tidak boleh membatalkan keputusan itu kalau usianya lebih dari lima tahun.

Apakah pagar laut di Bekasi belum dicabut karena ada kaitannya dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat?

Tak ada kaitannya. Saya tidak pernah melihat siapa yang punya. Saya menggunakan filosofi Ali bin Abi Thalib, “Kamu jangan melihat siapa yang berbicara, tapi dengarkan apa yang dibicarakan.” Jangan melihat siapa yang punya, tapi melihat apa yang dilakukan. Begitu saja, Bos.

Dalam kasus di Bekasi, Anda lebih berhati-hati?

Kami mengambil keputusan menjatuhkan sanksi dengan hati-hati. Saya lebih suka memberi maaf orang yang salah ketimbang saya terbukti menghukum orang yang tak bersalah. Kami berupaya berhati-hati sekali.

Anda akan membatalkan sertifikat di area laut lagi?

Prinsipnya sama seperti sebelumnya. Yang dicabut adalah semua bidang di luar garis pantai. Kasus di Tangerang dan Bekasi itu berbeda.

Ada yang ragu terhadap nyali Anda mengusut pagar laut karena ada oligark di belakangnya....

Ya ora popo, apik malah. Aku ini wong ndeso, tidak mengerti apa-apa. Wajar orang underestimate. Ini bukan soal keberanian. Ini berbicara tentang peraturan dan faktanya memang ada. Kalau memang ada peraturannya dan faktanya begitu, ya kami hendak ngomong apa? Kami tidak mungkin berbohong kepada diri sendiri. Kalau memang ada, kami sampaikan apa adanya. Kalau perkara lain mengalir saja. Saya sambil belajar. 

Atasan Anda mengapresiasi cara Anda menangani kasus pagar laut?

Kalau ada yang merasa langkah saya tepat kemudian diapresiasi, ya alhamdulillah. Namun itu bukan tujuan saya. Tujuan saya adalah menjadi abdi negara alias kesatria yang bertanggung jawab atas perintah presiden. Loyalitas saya sebagai satu-satunya tujuan. Biar alam yang menjawab apakah saya orang yang mampu atau tidak dalam bekerja.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Sunu Dyantoro

Sunu Dyantoro

Memulai karier di Tempo sebagai koresponden Surabaya. Alumnus hubungan internasional Universitas Gadjah Mada ini menjadi penanggung jawab rubrik Wawancara dan Investigasi. Ia pernah meraih Anugerah Adiwarta 2011 dan 2102.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus