Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Berita Tempo Plus

Jika Konservasi Minim Anggaran

Pemangkasan anggaran Kementerian Kehutanan Rp 1,21 triliun mengancam konservasi. Patroli dan pemantauan satwa liar berkurang.

16 Februari 2025 | 08.30 WIB

Sejumlah 'keeper' mengajak bermain harimau Sumatera di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 2 Mei 2015. Dok.Tempo/Lazyra Amadea Hidayat
Perbesar
Sejumlah 'keeper' mengajak bermain harimau Sumatera di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 2 Mei 2015. Dok.Tempo/Lazyra Amadea Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Kementerian Kehutanan mewajibkan BKSDA Sumatera Barat memangkas anggaran menjadi Rp 17 miliar dari usulan di DIPA Rp 24 miliar.

  • Pemangkasan berdampak pada berkurangnya anggaran konservasi, seperti untuk patroli satwa liar.

  • Terdapat 50-80 kasus konflik satwa dengan manusia tiap tahun akibat wilayah jelajah satwa menyusut.

MENINGKATNYA populasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) beberapa tahun belakangan semestinya menjadi kabar gembira bagi Lugi Hartanto. Namun Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat tersebut justru waswas naiknya jumlah individu si belang itu bakal memicu konflik dengan manusia dan meningkatkan ancaman perburuan. Wajar dia cemas karena pemangkasan anggaran untuk patroli satwa liar dan pemantauan habitat tengah berlaku melalui program efisiensi pemerintahan Prabowo Subianto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Anggaran di tahun-tahun sebelumnya saja sebenarnya kurang, apalagi sekarang dipangkas,” kata Lugi ketika ditemui Tempo di kantornya di Jalan Khatib Sulaiman, Kota Padang, pada Rabu, 12 Februari 2025. Walhasil, dia harus menyisir pos-pos anggaran yang bisa disunat, seperti alokasi untuk kegiatan seremonial, belanja alat tulis kantor dan peralatan listrik, serta perjalanan dinas untuk koordinasi penataan kawasan konservasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pemangkasan tidak bisa dilakukan pada belanja gaji dan tunjangan pegawai. Jadi pilihannya adalah memotong anggaran kegiatan atau belanja modal, seperti kegiatan patroli atau pemantauan satwa liar. Intinya, Kementerian Kehutanan mewajibkan BKSDA Sumatera Barat memangkas anggaran menjadi Rp 17 miliar dari usulan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran sebesar Rp 24 miliar.

Pemotongan anggaran belanja negara ini didasari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Aturan itu memerintahkan pemangkasan anggaran sebesar Rp 306,69 triliun dari total belanja senilai Rp 3.621,3 triliun. Bujet hampir semua kementerian dan lembaga dipangkas, tak terkecuali Kementerian Kehutanan yang bertanggung jawab atas kelestarian harimau sumatera.

Anggaran Kementerian Kehutanan 2025 dipangkas Rp 1,21 triliun—berkurang dibanding usulan awal sebesar Rp 1,51 triliun. Besaran pemangkasan itu mencapai 23,4 persen dari pagu anggaran Rp 5,15 triliun. Pemotongan anggaran ini berlaku di semua unsur pelaksana kementerian di pusat hingga unit pelaksana teknis di daerah. Tak terkecuali di BKSDA Sumatera Barat yang mengelola kawasan hutan seluas 2,6 juta hektare.

Lugi Hartanto masih bersyukur pemangkasan anggaran di instansinya tidak lebih dari 29 persen atau sekitar Rp 7 miliar. Jadi masih ada alokasi untuk uang saku bagi tim yang bekerja di lapangan. Setidaknya terdapat Rp 3 miliar yang dialokasikan untuk belanja modal atau kegiatan patroli. Adapun sisa Rp 14 miliar tidak bisa diganggu gugat karena untuk belanja pegawai.

Lugi menyiasati kekurangan anggaran untuk kegiatan lapangan dengan menggaet dana hibah dari mitra organisasi masyarakat sipil. Di antaranya Centre for Orangutan Protection, Yayasan Sintas Indonesia, dan World Wide Fund for Nature Indonesia. Kolaborasi tersebut membantu lembaganya agar bisa membeli peralatan seperti kamera jebak serta membiayai pendataan dan pemantauan satwa. BKSDA Sumatera Barat turut membangun kelompok masyarakat untuk membantu pengawasan kawasan hutan.

Cara-cara itu perlu dilakukan lantaran wilayah kerja BKSDA Sumatera Barat mencakup 22 wilayah konservasi, membentang seluas 247.669 hektare di lokasi-lokasi yang berbeda. Apalagi di Sumatera Barat makin banyak kasus konflik satwa dengan masyarakat. Lugi  Hartanto mencatat 50-80 kasus konflik terjadi tiap tahun. Hal ini terjadi karena wilayah jelajah satwa yang kian menyusut lantaran perambahan hutan dan perluasan ladang masyarakat.

Sejumlah pejabat Kementerian Kehutanan yang ditemui Tempo bercerita, gagasan pemangkasan anggaran memang mencuat sejak Oktober 2024—sesaat selepas Prabowo Subianto dilantik sebagai presiden menggantikan pendahulunya, Joko Widodo. Kasak-kusuk makin menguat karena semua unit pelaksana teknis di pusat hingga daerah mendapat tugas membuat simulasi penghematan.

“Kami diminta untuk exercise potensi mana saja yang patut diefisienkan,” ujar seorang pejabat yang bertugas di Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem pada Selasa, 11 Februari 2025.

Dia menjelaskan, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengarahkan agar menghemat belanja modal. Fokusnya memangkas 90 persen belanja alat tulis kantor dan 60 persen biaya perjalanan dinas. Persoalan muncul karena hampir semua perjalanan dinas yang anggarannya akan dipangkas sebetulnya merupakan kegiatan patroli pengamanan kawasan hutan hingga pemantauan satwa liar.

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, 3 Februari 2025. Antara/Galih Pradipta

Selain menghadapi pemangkasan belanja, Kementerian Kehutanan memiliki masalah tersendatnya pencairan alokasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau DIPA dari Kementerian Keuangan. Sejak Januari 2025, pencairan anggaran hanya dilakukan pada belanja operasional pegawai. Mereka pun mendengar kabar mengenai penghapusan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara. Yang paling sial, alokasi untuk belanja modal atau kegiatan pengelolaan kehutanan tak kunjung tampak tanda-tandanya hingga pertengahan Februari 2025.

Masalah tersebut tidak hanya terjadi di kantor pusat, tapi juga merembet ke unit pelaksana teknis yang berada di tiap BKSDA dan taman nasional. Mereka harus menyiasati kekosongan anggaran dengan menggunakan dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau Silpa 2024. “Untuk mengurangi beban, kami sejak akhir tahun telah memindahkan satwa-satwa transit, hasil sitaan, atau rehabilitasi ke tempat-tempat penitipan seperti kebun binatang,” tutur seorang pejabat BKSDA di wilayah Sumatera pada Selasa, 11 Februari 2025.

Pejabat tersebut mengatakan semua BKSDA dan taman nasional dikabarkan menghadapi penyunatan anggaran. Besarannya Rp 3-5 miliar atau bergantung pada besar-kecilnya pagu anggaran tiap unit. Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu peningkatan konflik satwa dengan masyarakat serta potensi kebakaran hutan dan lahan.

Tempo berupaya meminta penjelasan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni ihwal pemangkasan anggaran di kementeriannya, apalagi efisiensi berpotensi menghentikan kegiatan konservasi. Namun, hingga laporan ini dipublikasikan, ia tak kunjung merespons pesan yang dikirim ke nomor telepon selulernya. Seorang staf khusus Kementerian Kehutanan juga menolak diwawancarai dengan alasan tidak mengetahui detail rencana pemangkasan anggaran.

Sebelumnya, dalam paparan rapat kerja dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan, Menteri Antoni menjelaskan, efisiensi yang dilakukan mencapai Rp 1,21 triliun. Pemangkasan tersebut terdiri atas Rp 427,9 miliar pada dukungan manajemen, Rp 742,49 miliar pada pengelolaan hutan berkelanjutan, serta Rp 46,55 miliar pada pendidikan dan pelatihan vokasi.

“Perjalanan dinas, baik dalam maupun luar negeri, akan dilakukan secara selektif,” ujar Antoni dalam rapat kerja pada Kamis, 13 Februari 2025. Perjalanan dinas hanya dilakukan untuk kegiatan pemangkuan kawasan hutan dengan meniadakan komponen uang saku. Pemerintah juga menyiasati pengurangan anggaran dengan integrasi program di antara unit kerja eselon I.

•••

GUNAWAN Alza pusing tujuh keliling karena patroli-patroli pengamanan Balai Taman Nasional Siberut di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, sudah tak optimal. Biasanya dia sebagai kepala balai taman nasional itu bisa mengirim tim secara berkala untuk memantau keamanan kawasan konservasi seluas 177.599 hektare tersebut. “Sekarang frekuensi patrolinya berkurang dari biasanya enam-delapan kali menjadi empat-lima kali per tahun,” kata Gunawan pada Kamis, 13 Februari 2025.

Masalah tersebut muncul karena anggaran lembaganya dipangkas dari Rp 13 miliar menjadi Rp 11 miliar per tahun. Praktis hal itu menyebabkan kekurangan tenaga dan pembayaran biaya untuk memantau belasan resor yang menjadi area konservasi taman nasional. Padahal kasus pembunuhan terhadap empat spesies primata endemis—joja, simakobu, bilou, dan bokoi—di wilayah itu sering terjadi.

Gunawan tak bisa berpangku tangan membiarkan potensi jumlah konflik dan perburuan satwa bakal meningkat. Kini ia sedang melobi mitra kerja yang bersedia diajak kolaborasi. Namun bukan perkara mudah untuk mencari dana hibah yang bersedia melakukan kerja-kerja konservasi, terutama di wilayah kepulauan.

Seekor komodo melintas di depan pemandu wisata di Pulau Rinca, kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, 14 Oktober 2018. Tempo/Tony Hartawan

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan Satyawan Pudyatmoko tak memungkiri kabar bahwa hampir semua unit pelaksana teknis sedang menghadapi masalah efisiensi anggaran. Beruntung, tahun lalu, pemerintah sudah berhasil merombak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. “Sekarang ada satu bab yang mencantumkan sumber pendanaan konservasi,” ucap Satyawan pada Jumat, 14 Februari 2025.

Munculnya pasal pendanaan dimaksudkan untuk membuka peluang pembiayaan kegiatan konservasi di luar sumber anggaran negara. Hal ini memungkinkan Satyawan membuka peluang program hibah dari pihak swasta. Misalnya program One Company One Species melalui mekanisme konsolidasi dana publik—strategi untuk melindungi satwa terancam punah seperti macan tutul dan elang jawa.

Dia juga menyadari efisiensi turut menyasar belanja alat seperti pembelian kamera jebak atau kendaraan pemantauan, tak terkecuali kapal patroli. Satyawan juga akan membuka peluang dana hibah sebesar-besarnya dari organisasi masyarakat sipil. Dia mengungkapkan, sudah ada banyak organisasi global yang menjajaki peluang bermitra untuk kerja konservasi.

Pemerintah juga tengah mengoptimalkan pendanaan global melalui skema reduksi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan atau REDD+. Satyawan menjelaskan, sejak tahun lalu, semua provinsi mendapat kucuran dana dari sejumlah program berbasis kontribusi kinerja atau result based payment atau RBP. Cara-cara ini dianggap efektif memulihkan kawasan konservasi yang terdegradasi di tengah cekaknya suntikan anggaran negara.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Satyawan Pudyatmoko. ppid.menlhk.go.id

Peneliti spesies Yayasan Auriga Nusantara, Riszki Is Hardiyanto, justru melihat masalah pemangkasan anggaran pemerintah bukan satu-satunya hal yang mengancam satwa dan habitat. Masalah utamanya adalah ketiadaan komitmen pemerintah dalam upaya melindungi satwa yang terancam punah. “Contohnya masih banyak satwa yang sudah masuk Daftar Merah Spesies yang Terancam IUCN (Uni Internasional untuk Konservasi Alam atau International Union for Conservation of Nature) tapi tidak masuk daftar satwa dilindungi oleh pemerintah,” ucapnya.

Riszki pernah mendata 21 spesies yang masuk kategori kritis di Daftar Merah IUCN tapi tidak dilindungi oleh negara. Contohnya adalah kanguru pohon wondiwoi, kanguru pohon, tikus besar biak, kuskus mata biru biak, lutung simakobu, lutung belang sumatera timur, surili kalimantan, kerbau, tikus bukit surgawi, dan owa kelempiau utara. Satwa-satwa tersebut sedang mengalami penyusutan populasi dengan persentase laju penurunan mencapai 80 persen.

Tren penurunan populasi juga sedang dihadapi spesies mamalia besar yang berstatus terancam punah, seperti harimau, orang utan, badak, duyung, dan gajah. Musababnya adalah rusaknya wilayah habitat dan konflik satwa yang selama ini tak bisa diselesaikan oleh pemerintah. Laju penurunan populasi ini diprediksi akan makin cepat karena pemerintah justru memangkas anggaran konservasi.

Selain masalah itu, Yayasan Auriga Nusantara memotret masifnya deforestasi di kawasan konservasi. Pada 2024, mereka menemukan 7.681 hektare hutan alam rata dengan tanah akibat perambahan. Meski luasnya menurun ketimbang pada 2023 yang mencapai 12,4 ribu hektare, tren deforestasi terus terjadi tanpa penanganan pemerintah.

Satyawan Pudyatmoko tak menampik kabar terjadinya deforestasi di wilayah konservasi. Dia menerangkan, pihaknya sudah berupaya menangani masalah ini dengan menggandeng mitra kerja untuk memulihkan hutan. Warta teranyar, Satyawan menggagas rencana untuk memberi konsesi kepada perusahaan atau organisasi masyarakat sipil melalui skema restorasi ekosistem. “Ini skema reboisasi untuk mengundang investor melalui mekanisme restorasi ekosistem.”

Fachri Hamzah dari Padang, Sumatera Barat berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Pangkas Anggaran, Satwa Liar Terancam

Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus