Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
THOMAS Andrews menyaksikan gejolak reformasi di Indonesia pada 1998. Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Hak Asasi Manusia di Myanmar itu sedang berada di Jakarta ketika mahasiswa berdemonstrasi di jalanan. Ia melihat ibu-ibu, nenek-nenek, dan sopir taksi membawakan mereka air minum. “Saya pikir anak-anak muda ini akan menang. Mereka punya dasar dukungan kuat,” katanya di Kantor PBB di Jakarta pada Selasa, 20 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Thomas Andrews melihat fenomena serupa di Myanmar hari-hari ini. Anak-anak muda turun ke jalan melancarkan perlawanan terhadap junta militer pimpinan Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Anak-anak muda itu, Andrews menambahkan, mengambil risiko besar. “Ini memberi saya sedikit harapan," ucapnya. "Tapi mereka membutuhkan bantuan masyarakat internasional.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk itu, Andrews berkeliling dunia menemui berbagai pihak dan mendorong mereka turut mengatasi krisis Myanmar. Selama kunjungan sembilan hari di Indonesia, dia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pejabat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN, dan berbagai organisasi HAM. Dia juga menyambangi para pengungsi Rohingya di Aceh.
Dalam wawancara selama satu jam lebih dengan wartawan Tempo, Iwan Kurniawan, Abdul Manan, dan Daniel Ahmad Fajri, Andrews memaparkan kondisi Myanmar yang memburuk, dilema yang dihadapi pengungsi Rohingya, sikap negara ASEAN, dan keengganan Dewan Keamanan PBB untuk bertindak.
Apa yang Anda lihat pada kondisi Myanmar sekarang?
Ada tiga hal yang membuat junta bertahan, yakni uang, senjata, dan legitimasi. Legitimasi sangat penting dan mereka berusaha menciptakannya. Tujuannya adalah memproyeksikan kepada dunia dan orang-orang di Myanmar bahwa, “Suka atau tidak, kami di sini dan kami adalah perwakilan resmi Myanmar. Kami adalah pemerintah Myanmar yang sah”. Sangat penting bagi komunitas internasional melakukan apa saja untuk menolak kesempatan bagi junta memproyeksikan citra palsu ini.
Karena itu rakyat Myanmar melawan?
Rakyat Myanmar melawan dan mengambil risiko besar untuk mewujudkannya. Saya bertanya kepada anak muda Myanmar mengapa mereka mengambil risiko itu. Saya bilang, “Kamu bisa menjadi bagian dari 19 ribu tahanan politik di Myanmar sekarang. Mengapa kamu melakukan ini?” Dan dia berkata, “Nenek saya, ibu saya, bercerita tentang macam apa kehidupan di sini dulu. Saya lebih memilih merasakan kebebasan untuk mengakses dunia, kebebasan untuk berekspresi, dan berharap masa depan yang lebih cerah. Saya tidak akan kembali ke keadaan masa lalu seperti yang ibu dan nenek saya gambarkan, dan saya akan melakukan segala cara agar tidak kembali ke sana.” Itu dukungan kuat nomor satu untuk menentang junta, untuk mendukung demokrasi, yang dikombinasikan dengan gerakan kaum muda yang 100 persen membuat ini berhasil. Hal ini memberi saya sedikit harapan. Tapi mereka membutuhkan bantuan masyarakat internasional. Mereka membutuhkan kita.
Laporan Anda menyebutkan beberapa negara masih memasok senjata kepada junta. Apa tanggapan negara-negara itu?
Saya menulis dua laporan. Pertama tentang peran negara anggota PBB. Kedua berfokus pada sektor swasta dan peran mereka. Dalam laporan pertama, saya mengidentifikasi tiga sumber senjata untuk junta Myanmar. Itu adalah Rusia, Cina, dan Serbia. Serbia sangat kesal dan berkata, “Ini tidak benar. Laporannya tidak akurat.” Kami mengirimkan bagian kedua laporan tersebut sehingga mereka membaca bahwa laporan itu telah sepenuhnya dipersiapkan dan saya minta jika ada di antara informasi ini yang membutuhkan lebih banyak penjelasan, beri tahu kami dan Anda berhak mengeluarkannya dari laporan. Jika ada kontak atau apa pun yang penting untuk disertakan agar jelas, beri tahu kami dan kami akan mencantumkannya nanti. Kami telah memeriksa ulang laporan itu dan menawari mereka, “Tolong kasih tahu apa yang kami lewatkan atau tunjukkan mana informasi yang tidak akurat dan sumber Anda.” Mereka menanggapinya, tapi tidak memberi bukti apa pun bahwa kami keliru. Sejak laporan itu terbit, Serbia tidak lagi mengirimkan senjata kepada junta. Itu adalah langkah positif.
Jaringan di Rusia, Singapura, dan India juga kabarnya menyediakan senjata....
Saya tidak bisa memberitahukan siapa dan apa yang telah terjadi. Tapi saya dapat memberitahukan Anda bahwa ada pihak pemerintah di sana. Misi kami menghentikan ekspor senjata ini dan kami akan membantu Anda dengan cara apa pun. Saya bekerja sama dengan beberapa pemerintahan dengan memberi mereka informasi. Beberapa memberitahukan saya bahwa mereka memulai penyelidikan. Mereka ingin memeriksa semuanya. Saya akan sepenuhnya bekerja sama dengan mereka. Kami akan menghentikannya dengan segala cara.
Bagaimana dengan Singapura?
Tidak ada bukti Singapura mengirim senjata ke Myanmar dan tidak ada bukti Singapura terlibat. Apa yang kami temukan adalah entitas-entitas perusahaan yang berbasis di Singapura telah mentransfer bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan senjata dan kami dapat menghubungkan bahan tersebut dengan senjata yang khusus diproduksi di Myanmar.
Apa tanggapan Singapura?
Kami ingin laporan ini menjadi sumber bagi semua negara, termasuk yang telah disebutkan namanya, dan kami telah berkomunikasi dengan Singapura karena kami ingin memastikan bahwa mereka tahu bahwa kami ingin menjadi sumber dan membantu mereka.
Berapa banyak wilayah yang dikuasai junta sekarang?
Tidak jelas. Saya dapat mengatakan dengan yakin bahwa junta tidak menguasai seluruh negeri dan sebenarnya ada bukti signifikan bahwa mereka hanya menguasai separuhnya. Kami punya analisis yang berbeda. Maksud saya, kita harus berhati-hati terhadap apa yang kita katakan karena, katakanlah jika junta tidak menguasai suatu wilayah, itu tidak berarti Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) mengendalikan area itu, kan? Apa yang bisa saya katakan adalah, berdasarkan bukti yang saya lihat, junta mengontrol bagian yang signifikan, tapi mereka kehilangan daratan. Akibatnya, mereka mengerahkan kekuatan udara, yang jumlahnya terus meningkat, untuk menyerang desa-desa. Masalahnya, kekuatan udara dapat menyerang tanpa pandang bulu dan membunuh orang yang tidak bersalah. Kita sering berbicara tentang statistik semacam ini, tapi ini soal manusia yang nyata, keluarga yang nyata.
(PDF adalah sayap bersenjata dari Pemerintah Persatuan Nasional [NUG], pemerintah bayangan Myanmar yang dibentuk anggota partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi.)
Apa yang Anda lakukan?
Kami berusaha mendokumentasikan dan melaporkannya kepada Dewan HAM dan Majelis Umum PBB karena ini menjadi krisis yang tidak terlihat. Kami tahu setidaknya 3.600 orang yang tak bersalah telah terbunuh. Ada 19 ribu tahanan politik. Sebanyak 58 ribu rumah, sekolah, dan klinik juga telah dihancurkan oleh junta. Kami tahu hampir separuh negara ini berantakan dan keadaan makin buruk. Kami melacak ini sebaik mungkin dan melaporkannya. Kami berfokus pada dampak langsung dan nyata di belakang angka-angka ini.
Apa tantangan terbesar sebagai pelapor khusus?
Tantangannya bagaimana mendapatkan perhatian dunia terhadap krisis ini. Bagi banyak orang, krisis ini tidak terlihat. Kondisi makin parah di beberapa daerah dan orang-orang tidak menyadarinya. Tantangannya adalah bagaimana membawa keluar informasi ini dan memperlihatkannya agar menjadi sumber daya bagi mereka yang mempertaruhkan segalanya di Myanmar dalam memperjuangkan negara mereka. Yang berikutnya adalah bagaimana membuat komunitas internasional bertindak, dengan mendengar ini, melihat ini, lalu bertindak untuk menghentikannya.
Apa respons PBB setelah menerima laporan Anda?
Dalam laporan, saya menjelaskan tindakan yang telah atau tidak diambil oleh berbagai pihak, termasuk PBB, termasuk entitas PBB. Misalnya, kondisi di kamp Rohingya di Bangladesh sangat buruk. Jatah makanan mereka dipotong. Tahun lalu, Rohingya Humanitarian Crisis Joint Response Plan mengucurkan US$ 322 juta, yang kurang dari jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, yang berarti sedikit makanan untuk keluarga, anak-anak. Akibatnya, 41 persen anak-anak mengalami stunting dan setidaknya 40 persen perempuan menyusui atau hamil menderita anemia. Sebagian besar anak-anak menderita anemia. Saya datang ke kamp dan bertemu dengan para pengungsi. Seorang ibu berkata, “Ini bukan hanya tentang kelaparan dan kekurangan gizi. Ini berdampak nyata bagi masyarakat. Ketegangan meningkat. Kekerasan meningkat. Pengurangan itu membuat keadaan lebih berbahaya bagi kami di sini.” Ini benar-benar bencana. Apa yang dapat saya lakukan adalah menerjemahkannya secara nyata.
Beberapa negara berusaha menggugat junta di bawah yurisdiksi universal. Apakah itu tepat?
Kami mendorong semua negara yang memiliki kapasitas struktural, kerangka hukum, untuk mengadopsi yurisdiksi universal, mengupayakan yurisdiksi universal untuk melakukannya, seperti Argentina dan Jerman. Jika mereka tidak memilikinya, mereka dapat membuat atau mengamendemen undang-undang sehingga dapat melakukannya dan kemudian bergabung dengan Gambia di Mahkamah Internasional (ICJ) dan menggunakan setiap dasar hukum yang tersedia untuk menuntut akuntabilitas. Kami membutuhkan orang-orang yang bersedia memberikan data kepada entitas di PBB yang sedang menyelidiki kejahatan ini dan kemudian menyiapkannya agar dapat disampaikan di pengadilan bila saatnya tiba.
(Gambia, dengan dukungan Organisasi Kerja Sama Islam [OIC] menuntut Myanmar di ICJ dalam kasus genosida terhadap warga etnis Rohingya pada 2019. Meskipun kemudian terjadi kudeta militer di Myanmar pada 2021, ICJ terus melanjutkan pengadilan kasus ini hingga sekarang.)
Demonstrasi menolak kedatangan panglima militer Myanmar di dekat gedung ASEAN di Jakarta, 24 April 2021/Tempo/ M. Taufan Rengganis
Mengapa Dewan Keamanan tidak mengambil tindakan nyata?
Dewan Keamanan telah mengeluarkan resolusi pada Desember tahun lalu dan itu adalah yang pertama tentang Myanmar. Tapi ini bukan Bab 7 Piagam PBB, bukan memanfaatkan kekuatan Dewan Keamanan untuk bertindak. Itu hanyalah resolusi mengenai sentimen, yang membeberkan faktanya dan kemudian sentimen tentang fakta itu. Alasan mereka tidak bertindak adalah susunan Dewan Keamanan. Namun Dewan Keamanan setidaknya dapat mempertimbangkan untuk bertindak, meskipun mungkin ada yang memakai hak veto, kan? Ungkapkan faktanya, lakukan debat terbuka, dan minta negara-negara yang akan memveto ini menjelaskan alasannya, lakukan dengan terang-terangan. Transparansi penuh. Akuntabilitas penuh.
(Resolusi Dewan Keamanan itu menyerukan penghentian segera segala bentuk kekerasan di Myanmar dan mendesak penurunan ketegangan dan pembebasan semua tahanan. Pengerahan pasukan perdamaian PBB dan tindakan lain yang lebih nyata, misalnya, hanya dapat dilakukan dalam kerangka Bab 7 Piagam PBB.)
Seperti Ukraina?
Ya. Tapi, saya pikir, masuk akal tetap mengajukan resolusi dan menuntut mereka meloloskannya. Jika kita tidak bisa, dalam konteks PBB, tidak ada yang bisa menghentikan negara-negara yang percaya pada hak asasi manusia untuk mendukung rakyat Myanmar dan bersedia untuk, misalnya, menolak junta atau menolak apa yang junta butuhkan untuk melegitimasinya. Tidak ada alasan negara-negara tidak dapat berkoalisi, seperti dalam kasus Ukraina, dan bertindak secara terkoordinasi di luar PBB. Saya berharap mereka mengupayakan strategi terkoordinasi bersama dan menghentikan atau setidaknya menekan kapasitas junta untuk melanjutkan keadaan ini.
Bagaimana mendorong negara agar tidak mengirim senjata ke Myanmar?
Ada cara yang bisa kita lakukan. Seperti Serbia, yang telah berhenti memfasilitasi transfer senjata.
Cina?
Saya tidak bisa mengkritik anggota PBB. Tapi saya mendapat tanggapan yang menarik dari delegasi Cina di Dewan HAM beberapa bulan lalu. Dia benar-benar mengkritik dan menuduh saya menjelek-jelekkan perdagangan senjata yang sah ke junta. Saya katakan, yang membuat buruk adalah serangan brutal oleh militer terhadap orang yang tidak bersalah. Saya meminta Anda untuk berhenti mengirim senjata karena kami tahu bagaimana senjata ini digunakan. Kami tahu betul bahwa mereka akan mengebom desa, melakukan apa yang saya yakini sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Jika bukti-bukti yang meyakinkan ini menunjukkan bahwa senjata yang diserahkan ke junta digunakan untuk membunuh orang yang tidak bersalah, mengapa Anda mengirimkannya? Mengapa Anda terus melakukan itu padahal mengetahui bagaimana senjata-senjata itu digunakan?
Ada koordinasi PBB dengan ASEAN?
Itu tergantung negara anggota ASEAN. Tapi membuat ASEAN bertindak secara keseluruhan adalah sebuah tantangan, yang dibuktikan dengan aktivitas di Bangkok. Itu adalah aktivitas yang berusaha mundur dari mekanisme tekanan terhadap junta. Negara anggota ASEAN dapat bertindak apa saja. Tapi koordinasi diperlukan agar tindakan itu benar-benar efektif, seperti mekanisme yang dibentuk oleh negara-negara dalam kasus Ukraina.
(Thailand mengundang junta militer Myanmar ke pertemuan para menteri luar negeri ASEAN pada 29 Juni lalu di Pattaya untuk membahas kemungkinan melibatkan kembali Myanmar sepenuhnya ke dalam ASEAN. Hal ini bertentangan dengan kebijakan ASEAN untuk tidak melibatkan junta dalam pertemuan tingkat tinggi organisasi itu.)
Mengapa Anda menolak repatriasi Rohingya, padahal mereka ingin kembali ke Myanmar?
Benar. There is no place like home. Katakanlah warga Rohingya berada di kamp-kamp. Tapi mereka menghadapi situasi yang mustahil. Ada anak-anak yang sakit, tidak cukup makan, kurang gizi. Ada ketegangan yang meningkat, kekerasan yang meningkat, di tempat yang sangat berbahaya dan makin berbahaya.
Pilihan pertama, tetap tinggal dan menyaksikan keluarga Anda tertelan bahaya ini. Kedua, menyerahkan nyawa keluarga Anda di tangan penyelundup dan naik perahu dan mencoba mencari selamat ke sini atau tempat lain. Ketiga, yang kini sedang diupayakan oleh Bangladesh dan menyenangkan junta, adalah dipulangkan ke Myanmar.
Yang terakhir itu saya tolak karena warga Rohingya tidak akan punya hak kewarganegaraan di Myanmar. Semua masalah mendasar sebelumnya masih ada. Tidak ada hak, tidak ada kewarganegaraan, tidak ada hak untuk bergerak, tidak ada hak untuk mengidentifikasi diri sebagai orang Rohingya. Yang sangat mengkhawatirkan adalah, bila mereka kembali ke perbatasan, keselamatan mereka bergantung pada militer yang sama yang telah melakukan genosida terhadap mereka. Saya tidak menentang orang pulang (ke kampung halaman), tapi saya sangat prihatin. Saya belum melihat (pemecahannya) dalam skema repatriasi.
Thomas Andrews
Tempat dan tanggal lahir:
- Massachusetts, Amerika Serikat, 22 Maret 1953
Kebangsaan:
- Amerika Serikat
Pendidikan:
- Bachelor of Arts in Philosophy, Bowdoin College, Brunswick, Maine, Amerika Serikat, 1971-1976
Pekerjaan:
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Negara Bagian Maine, 1983-1985
- Anggota Senat Negara Bagian Maine, 1985-1990
- Anggota DPR Amerika dari Partai Demokrat, 1991-1995
- Presiden United to End Genocide, 2011-2016
- Direktur Nasional Center for International Policy/Win Without War Coalition, 2002-2011
- Penasihat Senior National Democratic Institute for International Affairs, 1996-2011
- Sekretaris Jenderal Kampanye Nobel Perdamaian untuk Aung San Suu Kyi dan Rakyat Burma, 2001
- Robina Senior Human Rights Fellow Yale Law School, 2020-sekarang
- Associate di Asia Center Harvard University
- Pelapor Khusus Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan HAM di Myanmar, 2020-sekarang
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo