Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sri Mulyani tak menduga kasus Rafael Alun Trisambodo merembet ke mana-mana.
Setiap tahun LHKPN pegawai Kementerian Keuangan selalu 100 persen.
Sri memulai reformasi dengan remunerasi atau imbalan atas prestasi.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak membayangkan kasus penganiayaan oleh Mario Dandy Satriyo, putra Rafael Alun Trisambodo, Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II, merembet ke mana-mana. Melalui akun Instagram-nya, dia mengecam penganiayaan itu dan sikap bermewah-mewah pegawai pajak dan keluarganya pada Rabu, 22 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eskalasi kasus ini meningkat setelah kondisi David Latumahina, korban penganiayaan, kritis dan video kekerasan itu juga tersebar luas. Sri mencopot Rafael dari jabatannya pada Jumat, 24 Februari lalu. Ia juga meminta klub sepeda motor gede Belasting Rijder DJP di Direktorat Jenderal Pajak dibubarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan Menteri Sri itu ternyata tak segera bisa meredam dampak luas kasus ini. Beberapa hari kemudian muncul ajakan untuk memboikot pembayaran pajak. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj, menyatakan akan menyerukan tak membayar pajak jika terbukti ada penyelewengan. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mendatangi Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf pada Kamis, 2 Maret lalu. Malam harinya, Sri bertemu dengan sejumlah aktivis antikorupsi untuk meminta masukan.
Sri Mulyani menjawab sejumlah pertanyaan dari tim Tempo di kantor Kementerian Keuangan di Jakarta pada Jumat, 3 Maret lalu. Dia didampingi Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo.
Penganiayaan oleh anak Rafael Alun Trisambodo membuat Anda beberapa kali muncul di Instagram merespons kasus ini. Anda menduga dampaknya akan seperti ini?
Kejadiannya cepat banget. Waktu peristiwa itu terjadi, Pak Prastowo memberi tahu saya. Saya baru pulang dari Eropa, mendarat semalam dan besoknya berangkat ke pertemuan G20 di Bangalore, India. Begitu saya baca beberapa headline media, semuanya menggunakan label "anaknya orang pajak", makanya posting pertama saya di Instagram soal penganiayaannya. Pakai alasan apa pun, itu tidak dibenarkan. Saya mengecam. Kedua, yang menganiaya itu pamer harta kekayaannya. Tanpa prasangka apa pun, itu saja sudah menciprati kami. Maka saya mengecam. Saya juga dikecam warganet, "Kenapa cuma mengecam?" Ya, karena saya tahu dia hedonis. Ketiga, saya meminta Inspektorat Jenderal (Irjen) melihat orang ini. Itu sebelum saya berangkat ke India. Sampai di India, setelah perjalanan sekitar empat jam, ngantuk, dan sudah banyak pertemuan bilateral, alarm makin kencang karena kondisi David kritis. Gus Yaqut (Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama) ke rumah sakit, Gerakan Pemuda Ansor muncul. Foto atau video penyiksaan mulai beredar. Ini kayak api tiba-tiba membesar.
Apa data yang didapatkan soal Rafael?
Irjen mendeteksi risiko staf melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Zaman dulu belum ada LHKPN. Saya pulang pada 2016 dan LHKPN harus diserahkan pada 2017. Waktu itu saya tanya ke Irjen soal kepatuhan di Kementerian Keuangan. "Saya mengimbau saja, Bu," kata Irjen saat itu. Saya bilang, "Enggak ada mengimbau. Instruksikan!" Maka saya keluarkan instruksi. Undang-undang menyebutkan secara eksplisit siapa-siapa saja yang harus menyerahkan laporan. Dari 78.600 pegawai Kementerian Keuangan, hanya 32-33 ribu yang wajib. Saya bilang, "Suruh semuanya mengisi LHKPN." Maka kami mengembangkan sistem di Kementerian bahwa yang tidak wajib LHKPN harus tetap melaporkan harta kekayaan dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajaknya ke ALPHA. Setiap tahun LHKPN-nya selalu 100 persen. Meskipun LHKPN compliance (dipatuhi), kan kami lihat isinya juga. Irjen kemudian analisis. Di Irjen muncullah grafik warna. Pegawai yang disebut berisiko tinggi berwarna merah, kuning risiko sedang, hijau risiko rendah.
(ALPHA adalah aplikasi khusus yang digunakan pegawai Kementerian Keuangan untuk melaporkan harta kekayaan dan pajak pribadi.)
Berapa jumlah yang ditandai oleh Irjen?
Jumlahnya yang risiko tinggi itu 69, terutama eselon II dan III.
Apa tindakan Irjen?
Kalau tinggi eksaminasi, dianalisis, diverifikasi, bekerja sama dengan penegak hukum. Untuk kasus RAT ini, dia melakukan klarifikasi hartanya. Sebelumnya pada 2019.
Berapa jumlah hartanya waktu itu?
Aku enggak tahu. Tapi, kalau untuk membuktikan seseorang salah atau tidak, Anda harus datang dengan bukti formal. Misalnya transaksi mencurigakan, frekuensinya, jumlahnya. Dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) disampaikan ke kami. Begitu Pak Mahfud (Mahfud Md., Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan) kirim WhatsApp ke saya bahwa data sudah dari 2012, saya tanya ke Irjen. "Enggak ada, Bu. Kita terima dari 2016." Dari 2016 sampai sekarang data dari PPATK dieksaminaasi, diteliti. Tapi semua bisa dijawab. Artinya justified. Sehingga, kalau harus melakukan investigasi lebih banyak, pasti membutuhkan usaha lebih banyak. Sesungguhnya ada masalah teknis pencarian data yang harus cukup memadai. Kalau kami sampai ada kesalahan, yang menyebabkan ada sanksi disiplin dan yang lain-lain, kan harus disebut penyelewengannya. Dia itu dari sisi investigasi fraud belum masuk.
Rafael pernah menjadi saksi kasus pajak 2016. Apakah data seperti itu juga diperiksa?
Sekarang kami mengerucut pada apakah ada harta yang tidak disampaikan.
Kabarnya Rafael bersama beberapa pejabat pajak sering berkongsi bisnis. Terdeteksi Irjen?
Kalau ngomongin gerombolan itu, saya belum pernah dengar. Kalau kami ketemu, saya tanya, kalian lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)? "Iya." Satu angkatan? "Iya." Masuknya sama-sama? "Iya." Nah, itu menunjukkan pola. Tapi tidak berarti suuzan bahwa kalau kayak gitu terus digebyah uyah (semua sama). Kalau ketangkap fraud atau dia ada masalah, ditanya angkatan tahun berapa, temannya siapa, atau kalau kejadian seperti Angin Prayitno Aji. Poin utama saya adalah keterbukaan media sosial dan masukan-masukan publik buat saya sangat membantu kami. Tapi, untuk sampai menjadi alat pembuktian, itu berbeda. Pencopotan terhadap orang-orang ini, kami harus mencari pasal karena enggak boleh kalau saya kesal saya copot hari ini. Bahkan, meski saya menteri, juga terikat dengan undang-undang dan aturan mengenai aparatur sipil negara. Apalagi saya di Kementerian Keuangan mengunggulkan nilai mengenai fairness. Di satu sisi, saya memahami perasaan masyarakat. Di sisi lain, saya memimpin institusi mereka kelompok yang baik juga banyak. Ini harus dijaga semangatnya, bahwa mereka itu tidak dizalimi oleh sekelompok lain yang tidak baik ini.
(Angin Prayitno Aji, bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak, didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang.)
Kekayaan Rafael yang Rp 56 miliar itu wajar?
Wajar atau enggak wajar, ya, tadi saya sebutkan. Kalau murni kerja, cuma ditambah jumlah gaji dan tunjangan kinerja. Bahkan, kalau dari tabungannya dia bisa investasi dan beli jin dan jinnya memberikan itu, kami kan enggak tahu. Di Indonesia bisa beli tuyul juga kali. Artinya, kalau ngomong level yang disebut proper atau tidak proper itu, mengutip Pak Pahala Nainggolan (Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi), bukan masalah hartanya, tapi penjelasan dari mana harta itu.
Apakah arus kas perusahaan Rafael juga jadi obyek pemeriksaan Irjen?
Kasus ini sekarang sudah jadi perhatian KPK. Kami kerja sama dengan PPATK. Sumber informasinya dari mana saja, akan kami investigasi. Termasuk beberapa hal yang ternyata tidak dilaporkan sebagai hartanya.
Bagaimana soal promosi pejabat pajak tergantung siapa mentornya?
Reformasi Kementerian Keuangan sejak 2006 itu terdiri atas tiga: organisasi, proses bisnis, sumber daya manusia. Saya masuk Kementerian di akhir 2005. Kementerian, ya, kayak hutan belantara. Semua orang menganggap menjadi jujur itu enggak mungkin. Korupsi itu menjadi kebutuhan karena gaji tidak memungkinkan untuk menghidupi mereka untuk satu bulan. Pertama kali perbincangan saya dengan eselon I waktu itu, saya menanyakan, "Bisa enggak kita memperbaiki Kementerian?" Para eselon I mengatakan, "Wah, ini rumit sekali masalahnya. Ada masalah gaji, struktur, dan lain-lain. Kementerian Keuangan itu kayak gini. Ibu enggak bakalan bisa benerin karena ini terlalu rumit, terlalu mendasar, terlalu ruwet, terlalu struktur, terlalu segala macam."
Singkatnya, hari ini struktur kami benahi. Organisasi, proses bisnis, hampir semuanya sekarang menggunakan sistem teknologi informasi. Kami bikin pulau integritas. Jangan sampai ada interaksi antara wajib pajak dan pegawai. Kalau dulu mau mencairkan anggaran, ada namanya Direktur Jenderal Perbendaharaan. Sekarang enggak pernah dengar ada korupsi. Itu karena tadinya 15 ribu karyawan, sekarang tinggal 6.000. Dulu kalau mau masuk mencairkan anggaran, tergantung map Anda nomor berapa dan harus ada amplopnya. Jadi, yang disebut calo anggaran itu betul-betul calo secara fisik. Sekarang enggak ada. Jadi, banyak perbaikan dan orang-orang ini sekarang punya harga diri.
Reformasi birokrasi Anda diawali dengan remunerasi. Anda yakin remunerasi bisa mengatasi korupsi?
Waktu itu gaji yang tidak cukup menjadi alasan. Mereka mengatakan, "Kami semua berjemaah melakukan korupsi. Yang enggak korupsi malah outlier." Saya dulu akademikus Universitas Indonesia. Saya mengatakan, kalau seseorang harus bekerja demi negara dengan deskripsi tugas seperti ini, sebetulnya gaji yang layak itu seperti apa? Makanya, dalam reformasi, saya mengundang konsultan. Saya masih ingat dulu di Kementerian yang pelaksana itu overpaid. Tapi, begitu sampai level eselon VI, bahkan sebelum eselon IV, mulai masuk manajerial, itu underpaid. Kami lakukan perubahan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers secara daring terkait penanganan internal Kementerian Keuangan atas kasus Rafael Alun Trisambodo di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, 24 Februari 2023. Antara/Galih Pradipta
Apakah gaji besar menjamin orang tidak melakukan korupsi?
Di dunia ini ada CEO bank yang gajinya sampai dua kali remunerasi, dia tetap melakukan korupsi. Poin saya, integritas harus kita bangun dan jaga. Kalau ketidakcukupan gaji selalu dijadikan alasan permanen untuk tidak berintegritas, ya salah. Aku enggak akan bisa meminta mereka menjadi jujur. Aku enggak punya kuasa moral minta mereka kerja kalau kebutuhan perut saja tidak cukup.
Waktu mau mulai reformasi, kami omong dengan KPK. Kata KPK, kalau mau menaikkan remunerasi, gaji yang tadinya Rp 5 juta dinaikkan menjadi Rp 15 juta, itu dibanding setiap kali entah importir entah wajib pajak yang punya kewajiban pajak Rp 10 miliar dan bilang, "Mas, kita bikin aja yuk Rp 100 juta atau Rp 200 juta. Sisanya saya kasih kamu untuk hadiah." Kalau saya naikkan dari Rp 5 juta menjadi Rp 50 juta, 10 kali lipat, enggak akan bisa menutupi godaan itu. Jadi, jangan pernah membayangkan tunjangan kinerja menghilangkan godaan ini. Godaan itu tak terhingga, tak terbatas.
Berapa orang yang pernah Anda pecat?
Tahun 2021, ada satu kasus, dua orang yang diserahkan ke aparat penegak hukum (APH). Tahun 2022 satu kasus, tiga orang diserahkan ke APH. Pada 2019, satu kasus diserahkan ke APH. Pada 2018, dua kasus, tiga orang diserahkan ke APH. Kalau hukuman disiplin, kalau bisa saya pecat, pasti saya pecat. Beberapa hari lalu, dari investigasi kasus yang lain, Irjen menyampaikan ke saya ada pelaksana yang menerima Rp 250 juta dari wajib pajak. Ada satu lagi yang minta wajib pajak Rp 3,5 miliar, kemudian negosiasi Rp 1,5 miliar. Ujungnya, rekomendasinya diberhentikan dengan hormat tanpa permintaan sendiri. Saya bilang, "Berhentikan tidak dengan hormat." Kalau ada seorang pelaksana masih muda sudah berani melakukan ini, orang seperti ini tidak akan bisa diperbaiki seumur hidup. Pecat saja.
Bagaimana memastikan yang terjadi saat ini ulah perorangan?
Apakah Irjen mendeteksi? Iya. Apakah sistemnya korup? Tidak. Tapi, kalau oknumnya di beberapa fungsi cukup intens korupsi, ya, mungkin.
Apakah kasus ini akan ditangani kalau tak diributkan di media sosial?
Tadi malam saya mengobrol dengan pegiat antikorupsi. It's quite a wake up call. Kementerian Keuangan merasa sistemnya sudah diperbaiki, organisasinya bagus. Jadi, kami merasa risiko seperti itu jauh banget. Kejadian ini buat kami wake up call lagi.
Inspektorat Jenderal punya kompetensi mendeteksi kejanggalan dalam LHKPN?
Inspektur Jenderal Awan Nurmawan mengatakan 40 persen anggota staf relatif baru. Ada yang direkrut baru lulus dari STAN, sarjana hukum, segala macam, yang perlu pelatihan melakukan investigasi. Sebanyak 3.715 pegawai mengawasi 78 ribu pegawai Kementerian Keuangan. Jadi, ada pertanyaan mengenai kompetensi dan kapasitas. Organisasi ini, bahkan kalaupun saya latih, kejahatan itu bergerak terus. Modus itu selalu berkembang.
Anda menyarankan pegawai Kementerian tidak pamer kekayaan. Mengapa perintahnya bukan jangan melakukan korupsi?
Ya, kemarin yang menusuk mata kami itu pamer kekayaan. Tapi yang kami kerjakan memberantas korupsinya.
Apa yang akan dilakukan untuk mencegah kasus seperti ini berulang?
Membangun kepercayaan publik dan kredibilitas tidak bisa hanya pakai omongan. Untuk membenahi sebuah institusi butuh waktu lama dan tindakan. Saat bertemu dengan pegiat antikorupsi, saya minta Anda mau bantu saya memperbaiki ini. Karena kalau dari dalam orang tidak percaya. Sedang kami formulasikan. Ada yang bilang aturannya terlalu memberi banyak diskresi, itu memberi peluang korupsi. Di sisi lain, teman-teman bilang tidak akan mungkin suatu aturan itu fixed karena transaksi begitu beragam.
Sri Mulyani Indrawati
Tempat dan tanggal lahir: Bandar Lampung, 26 Agustus 1962
Pendidikan:
- Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia, 1986
- Master of Science of Policy Economics dari University of Illinois at Urbana Champaign, Amerika Serikat, 1990
- PhD of Economics dari University of Illinois at Urbana Champaign, 1992
Karier:
- Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF), 2002-2004
- Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004
- Menteri Keuangan, 2005-2010
- Direktur Pelaksana Bank Dunia, 2010-2016
- Menteri Keuangan, 2016-2019, 2019-sekarang
Organisasi:
- Co-Chair of the Pathways for Prosperity Commission on Technology and Inclusive Development bersama Melinda Gates
- Co-Chair of the World Economic Forum on ASEAN
- Board of UNICEF's Generation Unlimited Initiative
- Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (2019-2023)
Penghargaan:
- Menteri keuangan terbaik Asia 2006 dari Emerging Markets Forum
- Perempuan paling berpengaruh ke-23 di dunia 2008 versi Forbes
- Perempuan paling berpengaruh ke-2 di Indonesia 2007 versi Globe Asia
- Menteri keuangan terbaik 2006 versi Euromoney
- Menteri terbaik dunia dalam World Government Summit di Dubai, Uni Emirat Arab, 2018
- Finance Minister of the Year for East Asia Pacific dalam IMF-World Bank Group Annual Meetings di Bali, 2018
- Menteri keuangan terbaik di Asia-Pasifik versi Finance Asia pada 2017, 2018, dan 2019
- Finance Minister of the Year for East Asia Pacific dari Global Markets, 2020
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo