Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Tertekan di Dua Sisi

Tren negatif di pasar uang dan batu bara mengancam ekonomi Indonesia. Investor perlu mengantisipasi perubahan situasi. 

5 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Aliran investasi asing mulai turun setelah bunga The Fed naik.

  • Harga batu bara merosot sehingga mengancam perolehan devisa ekspor.

  • Ada ancaman ganda terhadap perekonomian Indonesia.

EKONOMI Indonesia sedang mendapat tekanan dari dua sisi: pasar finansial dan sektor riil. Di pasar finansial, arus investasi asing yang selama Januari lalu masuk dengan deras sudah mulai berbalik kabur lagi. Sedangkan di sektor riil, harga komoditas ekspor Indonesia, terutama batu bara, mulai melorot tajam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mari kita tengok pasar finansial dulu. Persoalan pokok di sini masih sama, yakni melonjaknya suku bunga. Berbagai data tentang kinerja ekonomi Amerika Serikat menunjukkan inflasi belum akan mereda. Akibatnya, investor makin yakin bunga rujukan The Federal Reserve terus naik pada bulan-bulan mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Estimasi para analis di pasar, bunga The Fed naik hingga mencapai puncaknya pada September nanti yang diperkirakan sebesar 5,5 persen. Saat ini bunga The Fed masih berkisar 4,5-4,75 persen. Artinya, masih ada kemungkinan kenaikan bunga yang cukup besar, total 0,75 persen, hingga September mendatang.

Mempertimbangkan bunga akan naik lagi dengan cukup besar, dana investasi portofolio asing yang tadinya mulai masuk ke pasar dalam negeri kini kembali berbalik arah. Di pasar obligasi pemerintah RI berdenominasi rupiah, dana asing senilai Rp 7,3 triliun keluar sepanjang Februari lalu. Memang angka itu terlihat masih belum terlampau besar. Tapi tren mulai keluarnya dana amat kontras dengan arus masuk selama Januari lalu yang sebesar Rp 49 triliun.

Kemungkinan naiknya bunga The Fed juga sudah mulai menekan kurs rupiah. Pada akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah ke kisaran Rp 15.300. Sedangkan selama Januari lalu rupiah sempat menjadi salah satu mata uang Asia yang nilainya terapresiasi paling besar. Kurs rupiah pada akhir Januari lalu sempat menguat di kisaran Rp 14.900 per dolar Amerika.

Adapun di sektor riil, menjelang akhir Februari lalu, harga batu bara di pasar global mulai merosot tajam. Ada gelagat harga batu bara akan bergerak kembali ke titik sebelum serbuan Rusia ke Ukraina. Per 28 Februari 2023, harga batu bara Newcastle, yang merupakan patokan utama di pasar internasional, hanya tinggal US$ 196,5 per ton. Jika dibandingkan dengan harga rata-rata selama Januari 2023, yakni US$ 364,2 per ton, harga batu bara Newcastle di akhir Februari sudah luruh 46,1 persen.

Jika terus berlanjut, penurunan harga batu bara bisa menggerus neraca perdagangan RI. Tahun lalu, nilai ekspor batu bara Indonesia melonjak secara spektakuler gara-gara perang di Ukraina. Ironis memang, perang membawa sengsara bagi rakyat Ukraina, tapi menghadirkan keuntungan tak terduga bagi Indonesia. Catatan Badan Pusat Statistik menyebutkan nilai ekspor batu bara mencapai US$ 46,74 miliar, naik 76,61 persen dibanding nilai ekspor 2021. Inilah komoditas utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga mencapai 5,3 persen tahun lalu.

Para analis memprediksi harga batu bara pada tahun ini akan menuju tingkat yang lebih normal. Macam-macam sebabnya. Efek psikologis perang sudah mulai reda. Negara-negara Eropa mulai berhasil mengatasi krisis energi yang tahun lalu sempat membuat angka permintaan batu bara melonjak dan menaikkan harganya. Cina, salah satu konsumen utama di dunia, pun mulai membeli kembali batu bara asal Australia yang sebelumnya berhenti karena ketegangan hubungan diplomatik kedua negara.

Yang paling berpengaruh menurunkan harga tentu hukum pasar. Indonesia adalah negara pengekspor batu bara terbesar sedunia. Harga tinggi tahun lalu merangsang produsen untuk makin agresif mengeruk batu bara. Volume ekspor batu bara tahun lalu mencapai 466,7 juta ton, naik 7 persen ketimbang volume ekspor 2021. Tahun ini, pemerintah mematok target ekspor batu bara lebih tinggi, menjadi 518 juta ton. Pasokan yang kian melimpah jelas akan kian menekan harga.

Investor perlu mengantisipasi tren di pasar keuangan dan komoditas, terutama arus investasi asing dan batu bara. Jika terus berlanjut, ancaman ganda ini bisa mengubah peruntungan Indonesia. Tentu, kita tak bisa berharap rezeki nomplok tahun lalu akan terus ada. Pasar selalu berubah arah, tak terduga.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus