Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri Koordinator Perekonomian dua pekan lalu, Chairul Tanjung langsung bergerak cepat. Sejumlah persoalan berat sudah menanti dia. Umpamanya, menjaga stabilitas harga pangan, terutama menjelang Ramadan seperti saat ini. Masalah lain yang perlu segera dituntaskan adalah renegosiasi kontrak tambang, terutama dengan perusahaan besar seperti Freeport dan Newmont. Juga, kelanjutan megaproyek Jembatan Selat Sunda, karena keputusan presidennya sudah telanjur terbit.
Bekas Ketua Komite Ekonomi Nasional ini mengaku hanya akan tiga hari dalam sepekan berkantor di Jakarta: Senin sampai Rabu. Kamis sampai Sabtu ia akan bersafari ke daerah. "Saya pakai pesawat pribadi dengan biaya sendiri untuk memudahkan mobilitas. Saya sudah tanya Jaksa Agung, jawabnya boleh. Tapi, supaya aman, saya akan tanya juga ke KPK," ujarnya. Menurut Chairul, banyak permasalahan harus diselesaikan di daerah. Keputusan krusial yang dibuat langsung di daerah, kata dia, akan membuat roda ekonomi lebih cepat bergerak.
Sejak 2004, Chairul mengaku sudah dua kali ditawari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membantu sebagai menteri, tapi dia selalu menolak karena masih ingin mengurus bisnis. Kali ini dia tak bisa lagi mengelak. "Saya ingin membantu negara, pemerintah, dan rakyat," katanya. Sebagai menteri, Chairul mengaku tak akan mengubah gaya kepemimpinannya. "Saya bawa gaya kepemimpinan seperti di perusahaan ke pemerintahan."
Setelah dilantik, Chairul yang berjulukan Anak Singkong ini mengundurkan diri dari bisnis. Ia menyerahkan urusan CT Corp ke direksi. Ia bersumpah dalam lima bulan ini tidak akan menginjakkan kaki satu hari pun di kantornya. "But I will be back after five months and I will check what you are doing," ujarnya kepada anak buahnya.
Rabu sore pekan lalu, Chairul Tanjung menerima Nugroho Dewanto, Heru Triyono, Ananda Putri, dan fotografer Aditia Noviansyah dari Tempo di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta. Mengenakan batik lengan panjang dengan motif bunga, dia tak hanya menjawab pertanyaan tentang masalah ekonomi, tapi juga soal bisnis pribadi dan politik.
Pada awal Anda menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, bursa saham seperti lesu darah menanggapi deklarasi calon presiden dan wakil presiden.
Sebagai orang pasar, saya melihat kenaikan luar biasa pada minggu kemarin. Selasa naik, Rabu naik, Kamis libur, Jumat naik, Senin naik lagi. Indeks harga saham gabungan bahkan tembus ke level 5.000. Orang hanya mau melakukan profit taking. Ini wajar. Pasar itu selalu begitu. Bukan karena isu politik, termasuk isu capres dan cawapres.
Pertumbuhan ekonomi dikoreksi menjadi 5,5 persen dari sebelumnya 6 persen. Pemerintah bakal melakukan sejumlah penghematan. Bagaimana Anda mengkoordinasinya?
Dalam makroekonomi ada tiga faktor yang perlu diperhatikan. Yang pertama fiskal. Itu tanggung jawab Kementerian Keuangan, terkait dengan bujet. Kedua, dari segi moneter (inflasi, kurs), Bank Indonesia yang bertanggung jawab. Ketiga, sektor riil, masalah yang sehari-hari dihadapi. Tiga-tiganya ini berkesinambungan. Nah, dalam keadaan sekarang, kita tahu, ada defisit transaksi berjalan, rupiah melemah, dan sebagainya. BI kemudian melakukan kontraksi (menyerap likuiditas perbankan). Akibatnya, pertumbuhan ekonomi turun, pendapatan pemerintah dari pajak turun. Kalau turun, anggaran belanjanya juga harus diturunkan. Sebab, kalau tidak, defisitnya akan membesar. Akibat pengeluaran pemerintah dipotong, mesin untuk menggerakkan ekonomi berkurang. Sekarang yang perlu dicek adalah sektor riilnya.
Bukankah sektor riil juga sedang bermasalah karena harga batu bara dan minyak kelapa sawit sedang turun?
Negara kita memang berbasis pada komoditas sumber daya alam, yang harganya sedang turun. Ini juga karena ada pelarangan ekspor mineral. Ini seperti lingkaran setan. Tugas saya adalah memotong siklus ini.
Bagaimana caranya?
Dengan menarik investasi asing. Walaupun dalam kondisi politik seperti ini orang cenderung menunggu perkembangan, harus kita paksakan. Kita juga mendorong swasta nasional melakukan investasi, dan BUMN didorong dengan penugasan khusus.
Apa prioritas Anda dalam lima bulan ke depan?
Stabilitas harga pangan. Itu nomor satu. Sebentar lagi Ramadan, yang selalu ada kenaikan harga bahan pangan. Prioritas saya adalah mencukupi suplai pangan. Kalau sudah cukup, disesuaikan dengan kebutuhannya. Jangan sampai, misalnya, gula di Jawa, Sumatera Utara, Lampung, Gorontalo telah memenuhi jumlahnya, tapi daerah lain kekurangan. Saya akan mengatur agar pemerintah daerah mau kasih gulanya ke daerah lain.
Bagaimana dengan masalah distribusi bahan pangan yang tersendat karena jalan rusak atau bongkar-muat di pelabuhan yang lama?
Ini akan diperbaiki. Saya tahu ini bukan masalah sederhana, termasuk masalah supply chain (rantai pasokan). Saya tahu dari petani, penghasil bahan pangan, untuk sampai ke konsumen, ada banyak pemain yang suka ambil keuntungan berlebihan. Ini akan kita perbaiki juga. Saya dari sektor riil, saya tahu permainannya.
Selama ini pedagang besar begitu dominan dan lobinya kuat ke pemerintah....
Tidak ada orang yang bisa menyuap saya. Tidak ada orang yang bisa melobi saya dalam artian untuk keburukan. Kalau untuk kebaikan, silakan.
Anda tidak bisa dilobi karena sudah cukup sejahtera?
Alhamdulillah, begitu. Saya pastikan segala sesuatunya berjalan lebih baik. Tapi saya tidak bisa pastikan sempurna.
Apa persisnya yang akan dilakukan untuk mencegah kenaikan harga menjelang Ramadan?
Saya minta Menteri Perdagangan mulai satu bulan sebelum Ramadan melakukan operasi pasar. Saya minta dia berfokus tidak hanya pada indikator inflasi berdasarkan statistik, tapi juga melihat kualitatif dari persepsi masyarakat.
Di Malaysia tidak pernah ada cerita kalau Ramadan harga-harga naik, karena harga bahan kebutuhan dipatok dan relatif sama di semua daerah.
You tidak bisa membandingkan Indonesia dengan Malaysia. Luas wilayahnya saja berbeda. Jumlah penduduk di sana cuma 10 persen dari penduduk kita.
Mungkinkah pematokan harga seperti di Malaysia dilakukan di sini?
Tidak mungkin. Ongkos distribusi ke konsumen di Papua mahal sekali. Kalau dihargai sama, tidak ada orang mau dagang di sana, tidak ada yang mau jual, sehingga tidak ada barangnya. Kita tetap menganut hukum ekonomi. Tapi tidak boleh hukum ekonomi itu menjadi liar. Pemerintah tetap harus terlibat. Jangan sampai pasar menentukan harga seenaknya.
Jalan di pantai utara yang selalu rusak juga amat menghambat distribusi barang. Mengapa tak bisa diatasi?
Kualitas jalannya untuk kapasitas tertentu, sedangkan muatan kendaraan yang lewat melampaui batas. Belum lagi masalah saluran air, cuaca, yang membuat jalan itu sering terendam air.
Perkembangan proyek jalan tol trans Jawa juga begitu lambat.
Anda tahu sendiri itu sudah direncanakan. Sudah ada pemenang tender, tapi sampai sekarang terbengkalai. Ini masalah di negara kita. Kalau sudah ada jalan tol ini, pantura bisa lebih baik. Kabar gembiranya, double track jalur kereta sudah hampir selesai. Kalau itu sudah terhubung, kereta bisa jalan terus, tidak harus menunggu kalau berpapasan. Setiap satu menit jalan.
Sudah ada pemenang tender tol, tapi tidak dibangun, apakah tidak ada sanksinya?
Selama ini yang mendapatkan tender itu orang yang tidak punya uang. Dapat hak kuasa tapi tidak punya uang, lalu datang ke bank. Karena riwayatnya tidak bagus dan tidak punya modal sendiri, bank tidak mau kasih modal. Akhirnya si pemenang tender datang ke pihak-pihak lain, mencoba menjual konsesinya. Ini kesalahan dari awal.
Anda tidak ingin memberi hukuman kepada mereka?
Anda mesti mengerti, saya jadi menteri koordinator hanya lima bulan. Sepanjang waktu ini saya realistis, yang bisa saya buat dan ada hasilnya, itu yang akan saya lakukan. Kalau semua saya sentuh, semuanya malah tidak jadi. Yang saya yakin bisa gol, maka saya tendang. Kalau harus digocek dulu, mending belakangan, deh.
Apakah Jembatan Selat Sunda (JSS) termasuk yang bisa ditendang dan menjadi gol?
Proyek ini sudah ada keppresnya. Keppres ini mengamanatkan pembentukan badan pengelola. Saya akan mengupayakan dalam lima bulan ini badannya jadi.
Artinya, pemerintah akan mengambil alih pembangunan infrastruktur JSS?
Belum bicara sedetail itu. Saya tidak mau mendahului, biarlah rapat dulu berjalan. Saya ingin mendengarkan dari semuanya, setelah itu saya akan mengambil sikap.
Grup Artha Graha milik Tomy Winata yang awalnya mendorong proyek ini sudah melakukan evaluasi dan hasilnya proyek ini dinilai tidak layak.
Jembatan ini diperlukan dalam rangka konektivitas ASEAN. Nantinya juga akan terhubung Sumatera dengan Semenanjung Malaysia. Kalau Sumatera dan Jawa tidak terkoneksi, apa jadinya? Ini adalah sebuah keniscayaan.
Meskipun secara bisnis tidak layak?
Tidak semua dihitung berdasarkan bisnis. Kalau begitu, bukan economic development namanya. Kita harus menyamakan persepsi dulu. Bisnis itu untung-rugi. Tapi, kalau economic development mungkin tidak untung, tapi membuat rakyat sejahtera.
Bagaimana Anda akan menangani kelanjutan renegosiasi kontrak dengan perusahaan tambang besar seperti Freeport dan Newmont?
Saya tidak berkeinginan mengubah pendekatan. Saya ingin menyelesaikan permasalahan yang belum selesai dan mempercepat segala sesuatu yang harus dipercepat. Sebaiknya jangan ganti pejabat ganti kebijakan.
Mungkinkah hasil negosiasi akan lebih menguntungkan Indonesia?
Menurut saya, soal Freeport selama ini menggantung. Ini tidak ada yang diuntungkan. Negara tidak untung, ekspor bahan mineral turun drastis. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kita turun. Intinya, saya ingin keputusan nantinya tetap bisa diterima Freeport, dan Indonesia mendapat keuntungan maksimal. Kalau itu sudah disepakati, saya bawa ke Presiden, dan langsung bisa dikeluarkan aturannya. Selesai.
Apa mungkin renegosiasi selesai dalam lima bulan?
Harus bisa. Saya akan menggandeng KPK dalam proses renegosiasi kontrak karya.
Tujuannya?
Agar pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak takut dianggap merugikan negara. Saat ini SKK Migas dan Kementerian ESDM punya ketakutan. Karena itu, saya akan membuat tim gabungan dengan KPK.
Dalam lima bulan ini apakah mungkin ada kebijakan besar dari Anda, misalnya mengurangi subsidi bahan bakar minyak?
Opsi mengurangi subsidi BBM selalu terbuka. Tapi, Anda harus tahu, pengurangan subsidi BBM itu adalah keputusan politik, bukan ekonomi. Tapi sudah disiapkan skenario A, B, dan C jika diterapkan. Mana yang paling mungkin dalam lima bulan ini. Nah, yang tidak mungkin dalam waktu singkat ini, sudah kita siapkan untuk pemerintahan yang akan datang.
Menurut Anda, pengurangan subsidi BBM realistis atau tidak?
Saya sudah bilang kebijakan ini keputusan politik. Ini melibatkan pemerintah dan DPR. Kita lihat saja soal perdebatan bujetnya. Saya menghindari orang berspekulasi karena pernyataan saya. Saya pelaku pasar, saya tahu persis. Kalau pejabat itu bicara enggak benar, harga bisa naik, efeknya rakyat yang sengsara.
Tren rupiah masih lemah, kira-kira adakah kebijakan quick wins agar rupiah lebih kuat?
Rupiah menguat atau melemah selalu saja menjadi perdebatan. Saya sudah bicara dengan Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kita memiliki pandangan yang sama. Dalam waktu dekat segera diadakan rapat koordinasi untuk mencari jalan keluar.
Jalan keluarnya seperti apa?
Bank Indonesia tugasnya menjaga soal moneter. Tapi, kalau semua diketatin, sektor riil tidak jalan. Mati semua kita. Kemudian OJK ingin perbankan yang prudensial. Sebentar lagi LDR (loan-to-deposit ratio) kita 90 persen lebih, padahal kita dibatasi sampai 92 persen. Akibatnya, bank sudah tidak bisa kasih kredit. Berarti, uang yang dipompa ke pasar sudah tidak ada, sehingga pertumbuhan kita hilang. Pengelolaan ekonomi itu kompleks.
Anda sudah dua kali menolak jadi menteri, kenapa sekarang menerima?
Dulu saya merasa belum waktunya. Saya juga masih berfokus mengurus bisnis. Ini sebenarnya keadaan memaksa pada saat Pak Hatta mengundurkan diri. Kalau tidak, sebenarnya saya alhamdulillah akan aman-aman saja di luar.
Apakah Anda sebetulnya keberatan menerima tugas ini?
Enggak. Pak Hatta mengundurkan diri, lalu Presiden bilang ke saya situasinya genting. Tidak ada orang yang beliau anggap mampu. Saya mengerti situasi internalnya. Ya sudahlah, bismillah saja, dan saya ikhlas.
Setelah ini akan kembali ke bisnis?
Saya sudah mendeklarasikan bahwa saya tidak bersedia melanjutkan apabila diminta oleh pemerintah yang baru, baik di posisi ini maupun di posisi lain dalam kabinet.
Kenapa?
Tidak apa-apa. Dunia saya, ya, usaha. Kalau semua jadi pejabat, siapa yang jadi pengusaha? Pengusaha diperlukan untuk menggerakkan sektor riil.
Kalau Anda tidak mundur dari bisnis, orang curiga akan ada konfik kepentingan karena sebagai pebisnis Anda memiliki banyak saham Garuda dan membeli Telkomvision....
Tidak ada konflik kepentingan. Saya toh tidak menaruh direksi dan komisaris di Garuda. Kalau ada yang mau beli saham Garuda, siapa saja deh, ini serius, saya jual sekarang. Saya ini dimintai tolong, masak dicurigai.
Anda tidak menaruh direksi dan komisaris, tapi Anda yang minta supaya Emirsyah Satar tetap di situ?
Saya katakan, sampai hari ini, Emir masih yang terbaik. Kalau ada yang lebih baik, saya dukung.
Sebelum menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, santer kabar Anda berambisi ingin jadi calon wakil presiden....
Tidak. Kalau saya ingin, saya sudah jalan dari dulu.
Ada informasi yang menyebutkan bahwa Anda telah mengirim utusan ke Jokowi.
Jokowi ketemu saya lebih dari lima kali, tapi saya tidak pernah kirim utusan.
Chairul Tanjung Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 16 Juni 1962 Pendidikan: S-2 Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (selesai 1992) | Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (selesai 1987) |Sekolah Menengah Atas Negeri I Boedi Oetomo, Jakarta (1981) |Sekolah Menengah Pertama Van Lith, Jakarta (1978) Karier: Menteri Koordinator Perekonomian | Ketua Komite Ekonomi Nasional | Anggota Dewan Komite Indonesia untuk Program Kemanusiaan | Pengurus Yayasan Kesenian Jakarta | Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Airlangga | Ketua Yayasan Ginjal Nasional | Ketua Yayasan Indonesia Forum | Chairman CT Corp |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo