Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI HARI-hari terakhir kampanye, Ganjar Pranowo fokus berkampanye di Jawa Tengah dan sekitarnya—daerah yang menjadi basis pendukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Provinsi ini menjadi medan tempur Ganjar karena Presiden Joko Widodo, yang condong mendukung Prabowo Subianto, aktif blusukan di sana sambil membagikan bantuan sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tatkala menerima permohonan wawancara wartawan Tempo, Sunudyantoro dan Yosea Arga Pramudita, di Hotel Novotel Suites, Yogyakarta, pada Kamis, 25 Januari 2024, Ganjar baru selesai berkunjung ke sejumlah pondok pesantren di Jawa Tengah dan Yogyakarta. “Saya mendengarkan suara banyak orang,” ujar bekas Gubernur Jawa Tengah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Elektabilitas Ganjar berada di peringkat ketiga dalam berbagai survei. Padahal, setahun lalu, tingkat keterpilihannya kerap berada di urutan teratas. Penurunan itu diyakini terjadi karena efek pergeseran dukungan Jokowi kepada Prabowo. Tapi Ganjar optimistis mampu mengatasi ketertinggalan itu. “Kalau surveinya turun, bantengnya makin keras,” tuturnya, merujuk simbol PDI Perjuangan.
Anda kecewa terhadap Presiden Jokowi?
Tidak. Saya biasa saja. Seperti ketika kawan-kawan yang dulu bersama saya kemudian berpindah dukungan. Politik boleh memilih. Apakah ada kekecewaan kalau dulu mendukung dan sekarang tidak? Tidak ada. Saya kaget saja.
Bagaimana hubungan Anda dengan Jokowi saat ini?
Saya bertemu terakhir kali saat makan siang bersama calon presiden lain di Istana. Saya sekarang merasa biasa saja dengan Pak Jokowi. Kami orang Jawa, sama-sama orang Solo Raya, sehingga bisa membaca dengan perasaan. Ora perlu diketokke (tak perlu ditunjukkan), tapi cukup dirasakan.
Jokowi yang awalnya memberikan endorsement kepada Anda kini balik badan....
Iya, sudah meng-endorse lantas jalan bareng. Saya bertemu dengan teman-teman yang dulu sering ke rumah dinas di Jawa Tengah tapi tidak bareng saya lagi dan pakai seragam di sana. Saya sapa di kantor Komisi Pemilihan Umum, “Mas, sampean di sana?” Dia bilang, “Sepurane, yo (Maaf, ya).” Saya jadi paham bahwa, ketika ada sebuah arus kuat dan tak bisa mempertahankan diri, ia ikuti arus itu.
Seberapa dalam efek perpindahan dukungan Jokowi?
Dinamika yang muncul di kubu mitra tanding saya adalah harapan mendapatkan suara di Jawa Tengah, baik pasangan nomor urut satu maupun dua. Mereka mengandalkan kekuatan masing-masing. Melihat situasi politik terakhir, ada tokoh yang ternyata bisa swing. Beberapa tokoh ini yang dipakai untuk mengambil suara.
Bagaimana Anda melihat manuver Jokowi yang rajin berkunjung ke basis PDIP dan membuntuti titik kampanye Anda?
Saya melihatnya positif saja. Rasanya beliau sayang sama saya. Sebab, calon lain tak dibuntuti dan hanya saya yang selalu diikuti. Kami pernah menebak-nebak, apakah kalau saya ke sini akan diikuti lagi sama Pak Jokowi. Ternyata iya, ha-ha-ha.... Saya mendengar jadwal saya mudah diakses oleh mereka. Sebab, kami pernah menyiapkan lapangan dan mendengar tim kandidat lain sudah tahu saya akan ke mana saja.
Ada pembocor di dalam tim Anda?
Itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang terlatih. Namanya terlatih, bisa individu yang terbiasa dengan cara infiltrasi dan membangun jaringan.
Survei memotret migrasi loyalis Jokowi dari Anda kepada Prabowo. Apa respons Anda?
Ada file yang bisa dibuka ketika Pak Jokowi surveinya turun pada Pemilu 2014. Kalau surveinya turun, bantengnya makin keras. Sungune metu (tanduknya keluar), ha-ha-ha.... Kami makin tertantang. Prinsip perang adalah menjaga rumah karena potensi suara tertinggi sedang diperebutkan. Saya merasakan suasana kebatinan itu. Bukan hanya di PDI Perjuangan, tapi juga di partai pengusung. Jangan sampai ada orang luar masuk ke rumah.
Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyapa pendukungnya dalam acara Konser Rakyat 03 Menang Total di, Gentling, Banyuwangi, Jawa Timur, 8 Februari 2024/Tempo/Febri Angga Palguna
Bagaimana cara merebut lagi suara yang berpindah itu?
Konsolidasi dan bertemu dengan rakyat. Saya kira, dari tiga calon, yang tidur di rumah rakyat cuma saya. Saya tidur di rumah rakyat karena kelakuan saya sejak jadi gubernur. Kami pasti ngobrol. Itu sebuah kejujuran, tak ada moderator, tak ada sentimen.
Apa yang Anda serap dari blusukan itu?
Mereka misuh-misuh pada situasi. Mereka marah karena pupuk mahal. Ibu-ibu memprotes harga beras yang mahal. Mereka bertanya, bagaimana cara cari kerja yang gampang. Saya harus menyampaikan solusi-solusi. Mereka berharap calon pemimpin datang dan menerima mereka. Saya mendengarkan suara banyak orang.
Apakah faktor Jokowi masih penting bagi Anda?
Biasa saja. Perubahan sikap dan perilaku itu sangat mungkin terjadi. Seseorang bisa berubah. Semua terkejut. Kader bawah terkejut. Coba ingat cara masyarakat menyambut kunjungan kerja Pak Jokowi di Jawa Tengah. Mereka menyambut di pinggir jalan dengan bentangan spanduk. Saya bertemu dengan orang-orang itu di Salatiga, Jawa Tengah. Mereka relawan dan warga di sekitar wilayah itu.
Artinya, ada perlawanan dari pendukung Anda?
Itu sudah dirasakan dan merupakan perlawanan lain. Saya juga sudah mendengar suara-suara kecemasan. Mudah-mudahan informasinya keliru. Mereka menargetkan elektabilitasnya sudah menembus 50 persen pada Januari, tapi faktanya belum. Ada kekuatan lebih besar yang mereka keluarkan.
Apakah kekuatan besar yang Anda maksud itu Presiden?
Saya tak tahu.
Apakah mesin partai sudah all out mendukung Anda? Sebab, sempat ada kompetisi internal dengan Puan Maharani....
Mbak Puan berkampanye dan ada fotonya di Sidoarjo, Jawa Timur. Ibu Megawati juga sudah berkampanye untuk saya di Bandung, Jawa Barat. Saya kadang tak tega karena Ibu Megawati sudah sepuh. Tapi, sebelum kami berkampanye, Ibu Megawati menelepon saya dan beliau bilang mau ikut. Saya senang sekali. Artinya, dukungan partai solid dan bulat.
Bagaimana dengan kader?
Mereka bergerak. Ada surat instruksi dari pengurus pusat kepada pengurus daerah, cabang, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan semua calon legislator agar perolehan suara mereka di daerah sama dengan suara Ganjar-Mahfud. Di Jawa Tengah, misalnya, Mas Pacul—Ketua PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto—sudah berkeliling ke semua keresidenan.
Seberapa besar peluang berkoalisi dengan kubu Anies Baswedan?
Siapa pun pasti berkomunikasi. Mungkin bukan elitenya, bukan pengambil keputusannya, tapi sesama tim. Namanya juga memainkan strategi politik, pasti berkomunikasi dengan siapa pun. Saya pernah berbicara dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati soal skenario satu putaran, dua putaran, dan siapa pihak yang diajak. Ibu Megawati bilang sudah, jalan dulu saja.
Apakah mungkin kerja sama terbentuk mengingat PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera berbeda ideologi?
Ada saja kalau Anda bercerita soal peluang. Bung Karno dulu pernah mencetuskan nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme). Artinya, anak-anak Indonesia mesti dirangkul. Peluang itu memungkinkan bila ada lobi-lobi dan banyak syarat. Kalau saya, karena secara ideologi berseberangan, lebih baik untuk checks and balances. Ini bukan sombong, tapi sikap ideologis. Berbeda itu baik, yang penting saling menghormati.
Istri dan anak Anda ikut berkampanye. Ada dampak elektoralnya?
Saya justru tak berpikir soal efektivitas, tapi saya terharu. Saya tak mau membebani istri dan anak dalam konteks politik. Selama saya memegang jabatan publik, istri dan anak saya tak pernah seaktif ini. Yang mengharukan sebenarnya anak saya. Dia meminta izin membantu. Saya membayangkan peristiwa hari ini sebagai pendidikan politik untuknya.
Seberapa jauh Anda mendengar masukan mereka?
Saya mendapat masukan. Mereka bilang Ayah lelah sekali atau Ayah jelek tampilannya. Soal penampilan, istri saya memberi banyak masukan. Sedangkan Alam kadang-kadang memberi saran soal konten. Intonasi Ayah tak boleh seperti itu karena anak muda tak suka. Alam juga merekomendasikan beberapa karya anak muda untuk saya pakai.
Apakah ada kata "kalah" dalam kamus Anda?
Jangan ada kata kalah dulu kalau kita berjuang. Mentalmu jatuh sebelum bertanding kalau ada kata itu. Saya empat kali bertanding dan menang terus, dari DPR sampai gubernur. Jadi di otak kita harus tertanam "menang" agar punya mental juara, bukan mental pecundang. Tapi Tuhan yang memberi, maka jangan sombong. Ada keberuntungan di sana.
Ada beban menjadi calon presiden dari PDIP yang dua kali memenangi pemilihan presiden?
Tidak. Dalam situasi seperti ini, kami mencoba merasakan apa yang terjadi di bawah. Kami menerima ini sebagai kontestasi biasa. Ketika berkontestasi, selalu ada satu pemenang dan peserta lain kalah.
Ganjar Pranowo/Tempo/Febri Angga Palguna
Apa yang akan Anda kerjakan seumpama kalah?
Dulu saya rakyat, lantas masuk ke jabatan publik. Ya, dari rakyat akan kembali menjadi rakyat. Bisa edan kalau dari rakyat kemudian tak mau jadi rakyat lagi. Irasionalitas semacam itu akan membuat orang menghalalkan segala cara.
Bagaimana model pemerintahan yang hendak Anda bangun andai menang?
Kita harus cepat dan unggul dalam memanfaatkan bonus demografi. Itu artinya pendidikan dan kesehatan menjadi penting. Saya juga ingin membangun pemerintahan yang bersih. Saya ingin bergerak cepat karena perubahan di luar sana juga cepat sekali.
Pemilihan presiden berlangsung di tengah ketidaknetralan penyelenggara negara, akrobat di Mahkamah Konstitusi, dan guyuran bantuan sosial. Apa penilaian Anda?
Pilpres sekarang tak asyik. Apakah ada yang ngomong kalau Mahkamah Konstitusi baik-baik saja? Jika ada yang bilang begitu, pasti hati dan akalnya tertutup. Lihatlah dari cara pengambilan keputusan. Saya kenal mantan Ketua MK sebelum menikah dengan adik Pak Jokowi. Beliau orang baik, tapi baik saja tak cukup karena bisa berubah. Apa yang dia lakukan dicatat dalam sejarah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Manuver Terakhir Calon Presiden"